Share

Ibu Mertua

Senja sedang berjongkok di dekat freezer box sambil menutupi wajah menggunakan kedua tangannya.

Kompor kaca yang digunakan oleh Senja untuk membuat kaldu udang, pecah dan serpihan kacanya berserakan kemana mana.

"Ya ampun Non! Kenapa bisa jadi seperti ini?" Bi Sari memegangi kepalanya dengan mulut menganga karena kaget.

"Maafkan saya Bi. Saya tidak sengaja melakukannya."

"Waduh gawat! Sudah jam berapa sekarang? Dan kamu masih belum masak. Mama sebentar lagi akan pulang. Lalu kita akan bilang apa sama Mama kalau kamu belum masak?" Dafa lebih panik melihat reaksi Ibunya saat mendapati menantu perempuan keluarga Suryaningrat tidak menjalankan tugas wajib.

"Beli saja, Pak," tutur Bi Sari.

Awalnya Dafa hendak menolak, namun karena tak ada waktu lagi, Dafa menerima usulan Bi Sari.

"Ya Bi. Kalau begitu, Bibi tolong bereskan kekacauan yang ada di dapur ini ya. Saya akan memesan makanan."

Senja menatap kekacauan yang ada di dapur, dengan perasaan campur aduk.

"Sayang, kamu tadi mau masak apa? Biar aku carikan makanan terenak dari restoran!"

"Mie laksa." Senja menjawab singkat.

Dafa berlalu dari hadapan Senja. Ia mengambil handphone dan mulai menelepon salah seorang temannya yang memiliki usaha rumah makan.

"Ya Dafa, ada apa?"

"Aku mau pesan laksa. Mie laksa maksudnya. Kamu ada menu mie laksa atau nggak di restoran?"

"Tentu saja ada. Mau berapa porsi?"

"Lima porsi. Tolong buatkan yang spesial ya. Uangnya aku transfer. Dan satu lagi, kirim dengan cepat! Jangan sampai terlewat dari jam sebelas siang."

Sementara Dafa mengobrol dengan temannya. Senja membantu Bi Sari membereskan kekacauan di dapur.

"Kompornya rusak ini Non. Kalau Nyonya tahu, aduh bisa marah besar," tutur Bi Sari.

"Kita akan beli yang baru, Bi. Mama nggak boleh sampai tahu masalah kompor yang pecah ini," sahut Dafa.

"Maafin aku ya, Mas."

"Tenang sayang. Ada aku di sini. Apapun yang terjadi, aku akan menjaga kamu. Oh iya, tadi kamu nggak apa apa kan? Nggak ada luka kan?"

"Nggak apa apa kok, Mas. Cuma bagian siku aku, kena percikan kuah kaldu aja."

Mendengar hal itu, Dafa dengan cekatan mengambil obat luka bakar dari kotak P3K. Ia mengajak Senja untuk duduk di ruang tamu sembari mengobati Senja.

"Kamu benar benar baik, Mas. Aku beruntung bisa menikah dengan kamu."

"Yang beruntung itu aku, sayang. Aku beruntung bisa bertemu dengan wanita sehebat kamu. Dan bisa menjadi Ayah dari kedua anak kembar kamu."

Keduanya saling menatap tanpa berkedip. Dafa mendekatkan bibirnya ke arah Senja. Keduanya saling menautkan bibir mereka. Pemandangan romantis ini, tak sengaja dilihat oleh Bi Sari.

"Ehem! Permisi. Maaf Pak." Bi Sari bicara dengan canggung.

Dafa dan Senja kaget mendengar suara Bi Sari. Keduanya langsung menjaga jarak dan duduk dengan tegak.

"Iya Bi, ada apa?" Dafa bertanya.

"Saya mau mengingatkan lagi soal kompornya."

Dafa mengangguk paham, ia segera menelepon toko elektronik langganannya agar mengirimkan sebuah kompor listrik yang sama persis bentuk dan warnanya dengan kompor yang ia miliki sebelumnya.

"Urusan kompor sudah aman. Nggak ada yang perlu kita khawatirkan lagi," ucap Dafa setelah selesai memesan kompor baru.

Senja kembali ke dapur untuk membantu Bi Sari membersihkan kekacauan yang telah ia perbuat. Bagaimana pun juga, hari ini adalah tugasnya untuk memuaskan perut perut lapar di rumah mertuanya.

"Mas Dafa sudah baik banget sama aku dan juga anak anak. Aku harus bisa jadi istri yang baik untuk Mas Dafa," Senja bicara dalam hati.

Tepat saat jam di dinding menunjukkan pukul setengah sebelas siang, kurir restoran datang mengantarkan makanan berbarengan dengan kurir yang membawa kompor baru pesanan Dafa.

Dafa meminta Senja untuk memindahkan makanan restoran ke piring. Dan menyajikannya di ruang makan keluarga.

Sementara kurir kompor, diminta menata ulang kompor di dapur.

"Tolong kerjakan dengan cepat ya Pak. Sebelum jam sebelas, semuanya harus sudah beres."

"Siap Bos. Jangan khawatir. Kami kami yang disuruh kemari sudah berpengalaman."

Tepat jam sebelas siang, kompor baru sudah dipasang. Dan di atas meja makan, sudah penuh dengan makanan yang tersaji hangat.

Ayu pulang, saat kediamannya sudah kembali tertata dengan apik. Ketika Ayu turun dari mobil, Senja terus melihat ke dalam mobil.

"Sedang menunggu Shanum dan Salsa turun dari mobil? Mereka tidak akan kembali siang ini. Mereka akan selesai belajar, sore nanti." Ayu menjelaskan tanpa diminta.

"Apa mereka baik - baik saja Ma?"

"Tentu saja mereka baik. Kami pergi mampir ke butik untuk membeli pakaian lalu kami pergi ke rumah Miss. Tesaa."

Ayu lantas menunjukkan beberapa foto Shanum dan Salsa dari ponsel pribadinya. Nampak di sana, dua orang gadis kecil tengah bersenang senang dengan mainan baru mereka.

Melihat kedua anaknya dalam kondisi yang benar benar aman serta nyaman, Senja merasa sangat tenang.

"Sekarang, apa kamu baru percaya dengan Mama? Oh ya? Bagaimana dengan masakanmu? Mama harap, Mama bisa puas dengan hasil masakanmu," ucap Ayu sembari berjalan ke ruang makan.

Dafa dan Senja berjalan mengikuti di belakang Ayu. Sesampainya di ruang makan, Ayu mencium aroma wangi kuah kaldu udang dengan bumbu rempah yang kental.

"Mie laksa, aku tak sabar untuk mencicipinya."

"BRooM!" Deru mesin mobil yang dikendarai oleh Respati, Ayah dari Dafa terdengar di halaman rumah.

Respati pulang, agar bisa mencicipi makan siang buatan Senja. Setelah semuanya berkumpul di ruang makan, acara makan siang pun dimulai.

Ayu memasukkan satu sendok penuh kuah kaldu udang ke dalam mulutnya. Ia mulai mengecap dan menikmati santapan lezat siang itu.

"Bagaimana Ma?" Senja bertanya mengenai rasa makanan.

Ayu tak menjawab. Ia kembali mencicipi makanan yang tersaji di depannya hingga satu mangkuk penuh habis tak bersisa. Respati juga tampak menikmati laksa tersebut.

"Laksa buatan Senja, tiada tandingannya. Benar - benar enak." Respati memuji.

Setelah selesai makan siang, ia kembali ke kantor. Kali ini, Dafa ikut ke kantor bersama dengan Ayahnya. Meninggalkan Senja di rumah berduaan dengan sang Ibu.

"Sayang, ada urusan di kantor yang mengharuskan aku untuk datang. Kamu nggak apa apa kan kalau di sini sendirian tanpa aku?"

"Nggak apa apa kok, Mas."

"Ya udah, kalau gitu aku pergi dulu."

Senja mencium punggung tangan Dafa dan Dafa mencium kening Senja.

Senja berdiri di teras rumah, menatap mobil hitam yang dikendarai oleh Dafa dan Respati hingga bayangan mobil itu menghilang.

Setelah itu, Senja kembali masuk ke dalam. Ia berpikir untuk membantu Bi Sari membereskan meja makan. Ketika Senja sampai di ruang makan, Ayu menatapnya dengan tajam dan terlihat menyimpan amarah.

"Pembohong!" Tiba tiba saja Ayu mengolok olok Senja.

Senja hanya diam sembari mengerutkan kening.

"Bi Sari, buang semua sisa makanan ini. Dan pastikan di dapur tidak ada lagi makanan matang!" Ayu bicara sembari menatap Senja dalam dalam.

"Mama, marah sama Senja? Senja bisa jelasin kok Ma," ucap Senja memohon.

Senja memegangi pergelangan tangan Ayu, tapi Ayu menepisnya. Ayu berlalu dari hadapan Senja. Ia masuk ke dalam kamarnya sembari membanting pintu kamar.

"BRak!"

Pada posisi ini, Senja menjadi sangat tidak enak hati dan juga canggung.

"Bagaimana sekarang? Hari pertama di rumah mertua, kacau sekali," keluh Senja dengan mata berkaca kaca.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ikno Lamtim
semakin lama ini novel semakin mahal, hanya kurang 1 halaman 15 koin weeeleehhh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status