Share

BAB 8

Penulis: Rahma Amma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-22 00:08:18

-Dibentak Mas Azka 

Hari ini Mama dan papaku akan datang berkunjung ke rumah baru kami. Aku sangat bahagia dan langsung membeli beberapa bahan makanan yang akan aku olah untuk kusuguhkan pada mereka. 

"Mama sama papa jadi datang Dek?" tanya Mas Azka, ia memelukku dari belakang sambil menciumi pipiku gemas. 

"Jadi Mas, ini Ayra mau masak buat mereka," jawabku penuh semangat, Mas Azka mengangguk lalu membantuku mengupas bawang. Aku menoleh dan tersenyum padanya, dia memang sosok suami sempurna. 

"Beruntungnya Aku, dimiliki kamu…." lagu yang mewakili perasaanku saat ini. 

"Ayra mau masak apa emang?" tanya Mas Azka lagi, ia menaruh bawang yang sudah dikupasnya di mangkuk dan menyerahkannya padaku untuk ku potong-potong halus sebelum menumisnya.

"Mau bikin Ayam kecap sama udang asam manis Mas, terus bikin oseng kangkung juga. Papa kan suka," jawabku panjang lebar, aku tersenyum padanya, dia terdiam sejenak. Aku mengerti, dan tahu pasti dia memikirkan Ibunya. Ibunya juga sangat suka dengan oseng kangkung buatanku, walaupun kadang mengomel dan mengoceh mengatakan apa yang kumasak tak enak, tapi Ibu selalu menambah nasi jika menu masakan yang kusiapkan sesuai seleranya. Aku tersenyum dan memegang pundak Mas Azka. 

"Nanti Mas ke rumah ibu ya, Ayra masak banyak sekalian buat Ibu juga," ucapku lembut, Mas Azka terperangah mendengar aku mengatakan itu. Aku menjadi bingung karenanya.

"Mas kenapa?" tanyaku heran, ia memelukku dengan erat. 

"Mas kira Ayra sudah nggak peduli lagi sama Ibu," ucapnya malu, membuatku tertawa mendengarnya. 

Sepolos itukah suamiku ini? Aku juga seorang anak dan seorang wanita yang akan menjadi Ibu, mana mungkin aku membiarkan seorang anak yang sudah dibesarkan seorang Ibu mengabaikan tanggung jawabnya. 

"Ada uang yang udah Ayra siapin di dalam amplop dekat meja rias, itu uang untuk ibu, tapi kalau Mas mau kasih nanti jangan sampai dilihat oleh Kak Lastri dan Ayu ya," lanjutku lagi, Mas Azka hanya mengangguk, ku lihat matanya berbinar bahagia. Padahal selama ini tak pernah sekalipun aku melarangnya untuk memberi uang pada Ibunya jika memang ada kebutuhan ibu. Aku melarangnya saat itu karena merasa kalau kami dimanfaatkan oleh kedua saudaranya yang sangat licik.

Segera setelah selesai memasak, aku memasukkan masakan ke dalam rantang untuk dibawa Mas Azka ke rumah Ibunya. Mas Azka berpamitan padaku, dan aku kembali meneruskan beberapa pekerjaan yang belum selesai. 

***

Tepat jam dua siang Mama dan Papaku datang, ku peluk mereka dengan haru. Sangat rindu rasanya pada kedua orang tua yang sudah melahirkan dan membesarkan aku dengan penuh kasih sayang, sudah lama aku tak bisa pulang kampung karena saat ini sedang mengandung, selain itu Mas Azka memiliki banyak pekerjaan yang tak bisa ditinggalkannya. 

"Ayra kangen Ma," ucapku terisak, aku menangis dalam pelukan mama, mama mencium keningku dengan sayang. 

"Mama kangen Ayra juga," jawab Mama dengan sayang, Mas Azka keluar dari kamar, dan langsung salim pada kedua orang tuaku. Mas Azka memang sangat menghargai keluargaku, karena dia merasa di anggap sebagai keluarga ketika bersama kami dibandingkan ketika bersama keluarga angkatnya.

"Capek Pa, Ma?" tanya Mas Azka yang kemudian mengangkatkan tas Papa dan Mama ke dalam kamar tamu yang sudah ku bersihkan. Kami makan lalu mengobrol santai di ruang tengah. Banyak yang diobrolkan terutama masalah sawah Papa yang nantinya akan dibagi untuk aku dan A Rafi, karena kami hanya dua bersaudara. 

Aku mengantarkan Papa dan Mama ke kamar, lalu menyuruh mereka untuk beristirahat. 

Setelah membereskan ruang makan, aku menyusul Mas Azka ke kamar, kulihat ia seperti memikirkan sesuatu. 

"Kenapa Mas? Ada masalah?" Aku menghampiri Mas Azka yang duduk di tepi ranjang. 

"Gak papa sayang, Mas cuma lagi agak pusing," jawabnya terlihat bingung, sebenarnya aku tahu pasti ada sesuatu, Mas Azka memang terlihat murung setelah pulang dari rumah Ibunya, tapi aku memilih tak bertanya banyak karena aku tau Mas Azka pasti sedang butuh waktu sendiri sekarang.

***

Setelah dua hari, Mama dan Papa berpamitan untuk kembali ke kampung, setengah hati aku melepas mereka, karena masih sangat rindu rasanya, tapi aku tak bisa menahan mereka. karena Papa dan Mama punya tanggung jawab  pada karyawan yang bekerja di empat minimarket dan juga beberapa petani yang bekerja di sawah kami. 

Setelah kepulangan orang tuaku, rumah kembali sepi. Aku merasa bosan dan berencana untuk membawakan bekal makan siang untuk suamiku. Pasti dia sangat senang, aku tersenyum memikirkannya. 

Setelah bersiap-siap, aku mengganti dasterku dengan gamis berwarna biru malam, lalu memakai jilbab berwarna coklat mocca, tak lupa ku oleskan lip matte di bibirku.

Perutku semakin membesar, membuatku harus memakai hijab berukuran panjang agar bisa menutupinya. tendangan si dede pun semakin terasa, dan kadang membuatku geli sendiri. Aku segera memakai kaus kaki dan mengambil sepatu kemudian memakai helm. 

Hari ini aku ke kantor dengan mengendarai motor Mas Azka yang sudah jarang digunakan, karena sekarang Mas Azka ke kantor memakai mobil.

Mas Azka sedang sangat sibuk, dia tidak menyadari kedatanganku. 

"Assalamualaikum sayang," ucapku lembut, Mas Azka terlihat terkejut melihat kedatanganku, namun senyumnya langsung merekah setelah itu. 

"W*'alaikumussalam, kok Ayra tau kalau Mas lagi kangen?" jawabnya senang, Ia bangun dan memelukku, aku hanya tersenyum dan melepaskan pelukannya.

"Nanti ada yang liat Mas, malu," ucapku sembari menjauhkan diri, ia mencubit hidungku gemas. 

"Mas belum makan kan?" tanyaku, dan Mas Azka mengangguk imut menanggapi pertanyaanku. 

"Ini Ayra bawain cumi saus tiram buat makan siang, Mas," ucapku sembari menyiapkan makanan untuknya, Mas Azka terlihat sangat senang lalu duduk sambil menggulung lengan bajunya, ia makan dengan lahapnya, sesekali dia mencoba menyuapiku namun ku tolak, karena perutku terasa mual jika mencium bau makanan yang berbau seafood. 

Selesai menemani Mas Azka makan, aku akan pulang. tapi Mas Azka melarangku. Ia menyuruhku untuk menunggunya dan pulang bersama. 

"Tapi Ayra bawa motor Mas," ucapku bingung, karena memang aku tadi mengendarai motor ke sini.

"Nanti gampang, Mas bisa minta tolong karyawan yang anterin," jawab Mas Azka, aku mengangguk dan kembali duduk menunggunya menyelesaikan pekerjaannya. 

*** 

"Mas, udah malam, kok motor belum di antar?" tanyaku sembari merebahkan diri di samping Mas Azka yang sedang menonton Tv di kamar kami. 

"Oh iya, Mas sampai lupa. Bentar Mas telepon Ari dulu," jawab Mas Azka, ia mengambil Hpnya dan mulai menelpon Ari, karyawannya. 

"Assalamualaikum, Ri gimana motor?" tanya Mas Azka, sejenak ia terdiam, terlihat wajahnya agak bingung.

"Oh gitu, ya sudah nanti biar saya yang urus. Makasih ya Ri, maaf merepotkan. Assalamualaikum," ucap Mas Azka, ia kembali duduk di sampingku, dan aku mendekatinya.

"Kenapa Mas? Ada masalah?" tanyaku penasaran, Mas Azka menatapku.

"Motor kita diambil sama Kak Lastri Ra," jawab Mas Azka ragu. 

Jleb! Kembali naik tekanan darahku, mau apa sih mereka. Kenapa selalu seenaknya pada kami. 

"Maksudnya apa Mas?" aku kembali bertanya untuk memastikan, berharap hanya salah dengar saja. 

"Tadi Ari mau antar motor ke rumah kita, tapi saat nyalain motor Kak Lastri datang dan bilang motor itu mau dipinjam dan sudah izin sama kita, karena Kak Lastri kakaknya Mas, si Ari langsung kasih aja," jawab Mas Azka menjelaskan. 

"Ayra gak mau tau ya Mas, motor itu besok sudah harus di rumah kita. Bukan karena Ayra pelit! Tapi Ayra gak suka cara kak Lastri yang seenaknya gitu. Itu motor kita, wajib hukumnya dia meminta izin kita sebelum meminjam bahkan memakainya," ucapku protes karena marah, terlebih lagi karena melihat Mas Azka yang lagi-lagi terlihat tak berdaya. 

"Kalau Mas nggak sanggup buat ngomong, nanti Ayra yang kesana untuk mengambil motor itu," ucapku kesal, aku menarik selimut dan membelakanginya. sungguh sangat emosi rasanya malam ini, biarlah aku mengabaikan Mas Azka kali ini, hanya malam ini. 

***

Pagi ini seperti biasa aku menyiapkan sarapan dan membuatkan kopi untuk suamiku, tapi aku masih enggan berbicara padanya. Aku kesal karena Mas Azka selalu mengalah pada keluarganya yang selalu berlaku seenaknya saja. 

"Mas berangkat ya sayang. Assalamualaikum," ucapnya lembut, aku mencium tangan dan menjawab salamnya. 

Aku harus secepatnya berangkat mengambil motorku yang diambil tanpa izin oleh Kak Lastri. 

"Assalamualaikum," ucapku pelan, sudah berbulan-bulan aku tak menginjakkan kaki di rumah ini. 

"Waalaikumsalam," jawab Ibu datar, ia keluar dengan tampang sinisnya. 

"Mau apa kamu kesini?" Jangankan menanyakan kabarku, menyuruhku masuk saja tidak. Beginikah orang yang harus ku hormati atau segani? Aku mengomel dalam hati. 

"Mana Kak Lastri Bu, Ayra mau ambil motor Ayra yang diambil sama Kak Lastri tanpa izin kemarin." Aku langsung pada pokok pembicaraan ku, tak ingin  terlalu lama di rumah yang penuh dengan kebencian ini. 

"Sejak kapan motor itu jadi motor kamu? Itu motor Azka, anak saya!" jawab Ibu kasar, aku menatap Ibu dengan tajam, lalu terkekeh. 

"Dan sejak kapan Ibu mengakui kalau Mas Azka itu anak Ibu?Apa karena Ibu tahu sekarang Mas Azka sudah diangkat menjadi Direktur di perusahaannya?" tanyaku datar, aku sengaja menyindir Ibu yang saat ini sudah salah tingkah. 

"Kamu jangan kurang ajar ya!" Ibu mulai membentakku.

"Walaupun Ayra sopan di mata Ibu, Ayra tetap menantu kurang ajar kan? Jadi gak ada benernya," jawabku lagi, aku memainkan tanganku, menahan kata-kata agar tak mengeluarkan kalimat yang menyakiti Ibu.

"Motor itu akan jadi milik saya, jadi nggak usah berharap untuk  membawanya pulang," ucap Ibu dengan tampang kecutnya, ia masih saja ingin menahan motor itu. 

"Kalau dalam satu kali dua puluh empat jam, motor itu tak kembali ke rumah Ayra, jangan salahin Ayra kalau Ayra membuat laporan ke Kantor Polisi untuk Kak Lastri, karena dia mengambil motor itu tanpa izin dari kami." Aku berlalu meninggalkan rumah ibu, panas rasanya hatiku. Kenapa mereka selalu seenak jidat mengambil hak milik orang lain. Awas aja kalau sampai motorku tak kembali, akan ku laporkan mereka ke pihak berwajib. 

"Assalamualaikum," Mas Azka datang lebih sore dari biasanya dan hari ini wajahnya terlihat masam tak seperti biasanya. 

"Waalaikumussalam," aku mencium tangannya seperti biasa. 

"Sini dulu Dek, Mas mau ngomong," ucap Mas Azka, ia menyuruhku duduk di sampingnya. 

"Kenapa Mas?" Aku duduk tepat di samping kirinya. 

"Kamu tadi ke rumah Ibu?" tanyanya datar, ternyata mukanya tak enak dilihat karena Ibu mengadu pada Mas Azka. 

"Iya, aku cari motor kita," aku menjawabnya dengan santai. 

"Kamu mengancam mau laporin Ibu ke Kantor Polisi?" Mas Azka bertanya dengan nada dingin yang membuatku sedikit terkejut, semenjak dari awal menikah tak pernah Mas Azka berbicara dengan nada seperti ini. 

"Ayra cuma minta supaya Kak Lastri ngantar balik motor kita, Ayra dah bilang kan, Ayra gak suka caranya Kak Lastri yang selalu seenaknya pada kita." aku sedikit meninggikan suaraku. 

"Apapun alasan kamu, kamu nggak berhak buat ngancam Ibu kaya gitu Dek. Dia Ibu aku! Dan kamu harus mencoba menghormati dia, aku nggak pernah ya Dek nggak sopan sama orang tuamu." Kaget rasanya aku mendengar Mas Azka memarahiku seperti itu. 

"Aku cuma minta kembaliin motor dengan cara yang baik Mas, tapi Ibu..." belum selesai aku menjelaskan, Mas Azka memotong kata-kataku.

"Udahlah, Dek, aku capek! Kamu selalu saja merasa tersakiti oleh Ibu, padahal kamu juga melakukan hal yang sama pada Ibu, bisa nggak sih kamu ngalah aja? nggak usah cari ribut terus?" Mas Azka membentakku dengan kerasnya. 

Jleb!

Ini beneran Mas Azka menyalahkan dan nuduh aku cari masalah? Padahal yang selalu cari masalah siapa coba? 

Aku tak menjawab Mas Azka, hancur sudah hati ini saat ia membentakku tadi. Kutinggalkan ia berlalu menuju kamar, kubanting pintu dengan keras lalu menangis dalam diam. Aku memukul dadaku pelan, sangat sesak rasanya. 

"Ya Allah, sesak banget rasanya, sakit, Ya Allah," ucapku lirih, tangisku pecah namun aku berusaha menahan agar tak ada suara sekecil apa pun yang keluar, aku hanya ingin sendiri saat ini. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 93

    “Apa aku nggak salah liat?” tanya Lastri, saat melihat Keisha menyiapkan sarapan untuk mereka semua di hari yang masih sangat pagi. “Sudah bangun Kak?” tanya Keisha, ia benar-benar berusaha memperbaiki diri. Lastri mematung mendengar kata yang baik dan lembut yang diucapkan oleh adik iparnya. “Kenapa kamu Las? Kok kaya patung begitu?” tanya Ajeng yang baru saja memasuki dapur. “Keisha?” ucap Ajeng, sama kagetnya dengan Lastri. “Sudah bangun ya Bu?” ucap Keisha, ia bahkan tersenyum pada Ibu mertuanya itu. “Mulai dari sekarang, aku akan belajar untuk menjadi istri, menantu, dan ipar yang baik untuk kalian semua. Semoga Ibu dan Kak Lastri bisa bantu aku ya,” ucap Keisha dengan penuh harap. “Kamu nggak kesambet kan Kei?” tanya Lastri tak percaya. “Aku mau bangunin Mas Azka dulu ya Bu, kalau Ibu dan Kak Lastri mau makan duluan nggak apa-apa,” sambung Keisha, ia meninggalkan Ajeng dan Lastri yang masih kebingungan. “Kenapa dia Bu?” tanya Lastri. “Kayaknya memang kesambet Las, perl

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 92

    Azka sampai ke rumah dengan tubuh yang menggigil, ia masuk ke dalam kamar dan melihat Keisha terbaring di lantai sambil memegangi ponselnya. Benar saja begitu banyak panggilan dan pesan yang masuk setelah ia melihat ponsel miliknya.Azka masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti pakaiannya lalu ia menggendong Keisha dan membaringkannya di ranjang mereka. ‘Maafin aku karena menjadi suami yang tak pernah mengerti perasaanmu,’ ucap Azka dalam hati saat melihat wajah Keisha yang masih dibalut dengan perban. ‘Aku akan mencoba membuka hati untuk mencintaimu Kei, semoga kamu bisa berubah dan menjadi wanita yang baik. Baik pada dirimu sendiri, pada keluargamu dan juga keluargaku. Karena bagaimana pun rumah tangga tak hanya kita jalani sendiri, kita juga harus mempersatukan kedua keluarga kita’ batin Azka, ia melihat Keisha yang tiba-tiba bangun dan menatapnya. “Kamu sudah pulang Mas, kapan? Kamu kehujanan? Aku telpon kamu berkali-kali tapi kamu...”Azka memeluk Keisha dan mengusap rambutny

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 91

    “Astaghfirullah,” ucap Ayra, ia tersentak saat mobil Rian menabrak sebuah lubang kecil. “Kamu kebangun ya Ra? Maaf, aku nggak bisa ngindarin lubang karena ada motor yang tiba-tiba nyalip dari belakang,” ucap Rian, ia merasa tak enak karena membangunkan Ayra yang terlihat sangat kelelahan.Ayra sempat bingung karena saat ini ia berada di dalam mobil dengan posisi tidur memeluk Reyhan yang juga sedang terlelap. Bergegas ia mengambil Ponselnya dan melihat isi chatnya bersama Rian, ia sampai membuka JG untuk memastikan bahwa dia tak melakukan sesuatu yang memalukan. “Alhamdulillah,” ucapnya lega. “Alhamdulillah kenapa Ra?” tanya Rian bingung. “Nggak apa-apa Mas,” jawab Ayra dengan tersenyum, kini kesadarannya mulai pulih. Ia ingat mereka sedang dalam perjalanan pulang dari rumah orang tuanya dan ia tertidur tanpa sadar karena tubuhnya memang terasa sangat lelah. Rasa lelah itu membuat Ayra menjadi bermimpi sedikit buruk, bukan mimpi yang aneh, hanya saja ia menjadi Ayra yang tak seper

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 90

    Sudah dua hari berlalu dan Azka belum juga kembali untuk menjemput Keisha, ia merasa sangat marah. “Mas Azka apa-apaan sih? Aku nggak terima diginiin!” ucapnya sambil membanting ponsel karena teleponnya tak kunjung diangkat. Keisha mengemasi pakaiannya lalu mencari kunci mobilnya. “Mi, kunci mobil Keisha mana?” teriaknya sambil terus mencari. Rita menuju ke arah Keisha dengan wajah tertunduk. “Kenapa Mi?” tanya Keisha heran. “Mobilnya sudah dijual Papi Kei,” jawab Rita dengan pelan. “Apa? kenapa? Itu kan mobil Keisha kenapa dijual?” tanya Keisha dengan sangat marah. “Siapa bilang itu mobil kamu? Itu atas nama Papi kok. Papi juga cuma kasih pinjem, nggak ngasih kamu,” jawab Papinya dengan santai. “Papi kok jahat begitu sih sama Kei,” rengeknya dengan mata yang berkaca-kaca. “Kamu sudah punya suami Kei, merengek sama dia sana kenapa apa-apa harus Mami dan Papi yang turun tangan?” tanya Papinya sambil menyalakan TV.Keisha menatap ke arah Rita dengan kesal, lalu beranjak pergi

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 89

    “Ini semua gara-gara Mami, bagaimana ini?” teriak Keisha dengan tangis yang tak berhenti mengalir. “Kenapa kamu nyalahin Mami? Mami habisin sisa tabungan Mami cuma buat kamu tahu nggak?” jawab Maminya dengan kesal. “Sekarang aku harus bagaimana Mi? Pokoknya aku mau operasi lagi kalau perlu ke luar negeri,” ucap Keisha, ia tak berani berkaca bahkan cermin di kamarnya sudah ia pecahkan sejak hari pertama ia tahu kalau klinik tempatnya melaksanakan operasi adalah klinik abal-abal. “Ya kamu ngomong saja sama suamimu, Kei,” sahut Maminya dengan santai. “Mas Azka? Ya mana mungkin dia mau Mi. Mas Azka sudah ngelarang aku buat operasi,” jawab Keisha dengan putus asa. “Mau Mami yang ngomongin?” tanyanya sambil terus mengoleskan pewarna pada kukunya. “Jangan suka ikut campur urusan anakmu, Mi,” sahur Papi Keisha yang mendengar percakapan antara istri dan anaknya. “Papi….” rengek Keisha. “Kamu tahu kan keuangan keluarga kita sedang sulit sekarang?” tanya Papi Keisha dengan dingin. “Tapi

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 88

    Ayu, Sandi, Ajeng, dan Lastri sedang menyiapkan acara syukuran kecil untuk Reyhan. “Yank, ambil kue di rumah Bu Pandi” teriak Ayu pada Sandi yang sedang asyik menonton televisi. “Sudah siap emangnya?” tanya Sandi, ia mengalihkan pandangannya ke arah Ayu yang sedang sibuk menata makanan di atas meja. “Kalau belum siap, ya aku nggak akan suruh kamu, Yank,” jawab Ayu kesal. “Jangan marah-marah dong, Bu negara,” bujuk Sandi, ia mencubit gemas pipi istrinya. “Makanya buru jalan, ntar keburu Kak Ayra sampai sini!” perintah Ayu, Sandi mengangkat tangannya membentuk tanda hormat dan dihadiahi cubitan pedas dari Ayu. “Aku lagi nggak bercanda ya, Yank, buru atau...” ucap Ayu sambil mengayunkan sendok yang ada di tangannya. “Siap Bos, langsung Otw!” jawab Sandi setelah mencomot satu potong ayam goreng di meja makan. “Papa katanya mau diet kok makan mulu,” sindir Aldi yang membawa gelas berisi es krim stroberi kesukaannya. “Hahahaha, Papamu mau diet?” ucap Lastri, ia tertawa dengan nyari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status