Home / Romansa / SEDIKIT LAGI, SAYANG! / 25. UDAH SIAP, SAYANG?

Share

25. UDAH SIAP, SAYANG?

last update Last Updated: 2025-12-10 20:59:48

“Malu? Kok dipakai?” tanya Nathan sambil beranjak dari kursi kerjanya. Ia melangkah pelan menuju kamar mandi sambil membuka kaos oblong yang ia kenakan, lalu meletakkannya di atas sofa.

“Kok dia buka baju?” ucap Cindy pelan, panik, saat sedang merapikan ranjang tidur mereka.

“Jangan-jangan dia mau... mau buat anak? Nggak... nggak mungkin...” gumamnya gugup. Tangannya gemetar saat menarik seprei, beberapa kali tali kimono pendeknya terlepas dan ia cepat-cepat mengikatnya lagi.

Nathan keluar dari kamar mandi sambil berdiri berkacak pinggang, tubuhnya masih basah, menatap Cindy yang semakin panik mengikat tali kimono itu.

“Udah siap?” tanya Nathan, nada suaranya rendah, berat, dan penuh tekanan.

“Siap? Siap buat apa, Mas?” Cindy menoleh cepat. Wajahnya memerah, suaranya pecah, dan kegugupan jelas terbaca dari sorot matanya.

Nathan tertawa pelan dan singkat sambil melangkah mendekati Cindy.

“Mas… Mas jangan dulu, aku belum siap,” ucap Cindy panik, bergerak mundur. Tali piyam
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Wak Leh
kasih deh.... kasih aja... hahaha
goodnovel comment avatar
Dara Tresna Anjasmara
wkwkwkwkwkw
goodnovel comment avatar
Azfar Nad
dasarrrrr kalian bikin baper
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SEDIKIT LAGI, SAYANG!   61. MEMBUANG ANAK KANDUNG DEMI HARTA

    Langkah Ayah Nathan terhenti. Ia menoleh perlahan, sorot matanya berubah.“Maksud kamu… di surga?” tanyanya pelan.“Iya, Pa,” ucap Cindy sambil mengangguk kecil. “Mama saya sudah meninggal… sebulan lalu.”Ayah Nathan terdiam. Rahangnya mengeras, lalu ia mengangguk pelan, menahan rasa duka yang tiba-tiba menyeruak.“Turut berduka cita,” ucapnya tulus.Tanpa berkata apa-apa lagi, ia melangkah menuju lift untuk turun ke lantai dua, langkahnya jauh lebih pelan dari sebelumnya.“Sayang, kita pulang sekarang. Sudah selesai, dan nggak ada lagi yang perlu kita bahas di sini,” ucap Nathan sambil menggandeng tangan Cindy.“Kamu… nggak apa-apa, kan, Mas?” tanya Cindy lirih, menatap wajah Nathan di sampingnya.Nathan tersenyum tipis, matanya menatap kosong ke pintu lift yang terbuka.“Lebih baik dari tahun-tahun yang lalu, Sayang.”Ia menarik Cindy masuk ke dalam lift. Pintu perlahan menutup, membawa mereka meninggalkan lantai tiga—meninggalkan masa lalu, dan melangkah ke kehidupan baru yang penu

  • SEDIKIT LAGI, SAYANG!   60. MEMILIH CINDY = MISKIN

    Dengan berat hati, keluarga Shella akhirnya meninggalkan kediaman keluarga Nathan.“Kami pamit dulu,” ucap ayah Shella tegas, suaranya berwibawa. “Seharusnya memang kami tidak ikut terlibat terlalu jauh dan tidak perlu datang ke sini.”Ayah Nathan berdiri, wajahnya tampak kaku.“Saya minta maaf atas kegaduhan ini, Pak. Ini benar-benar diluar dugaan kami.”“Tidak masalah,” jawab ayah Shella tenang, tapi dingin. “Saya maklum. Situasi setiap keluarga memang berbeda-beda.”Ia menjeda, lalu menambahkan dengan nada yang jelas bermakna,“Terima kasih sudah memberi kami kesempatan berkenalan dengan keluarga Pak Wijaya Kusuma.”Kalimat itu terdengar sopan, tapi cukup untuk menandai batas yang sengaja ditarik.Shella berdiri terpaku. Wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca, kecewa bercampur marah. Ia menoleh sekali ke arah Nathan—namun lelaki itu sama sekali tak membalas pandangannya.Sementara itu, ibu Nathan duduk kaku di tempatnya. Rahangnya mengeras, sorot matanya penuh amarah yang ditahan, se

  • SEDIKIT LAGI, SAYANG!   59. MANTAN MERTUA JADI BUNGKAM!

    “Nathan, stop!” bentak ibunya tajam. “Mama nggak mau dengerin bualan kalian di sini. Tolong langsung bilang, kamu maunya apa?”Nathan menghela napas pelan, lalu menoleh ke Cindy. Sorot matanya tenang, tapi penuh keyakinan.“Silakan Cindy yang bicara, Ma, Pa,” ucap Nathan mantap. “Karena dia adalah korban dalam hal ini.”“Korban?” Ayahnya mendengus sinis. “Korban apa? Kamu jangan mengada-ada, Nathan. Perempuan ini sudah sejauh apa memengaruhi hidup kamu?”Cindy menarik napas dalam-dalam. Tangannya mengepal di pangkuan, tapi punggungnya tetap tegak. Saat berbicara, suaranya bergetar—bukan karena takut, melainkan karena menahan luka lama.“Maaf, Pa… Ma…” ucap Cindy lirih namun tegas. “Izinkan aku menyampaikan sesuatu.”Ruangan mendadak hening.“Soal pernyataan kalau aku mandul,” lanjut Cindy sambil menatap satu per satu wajah di hadapannya, “itu semua hasil rekayasa Mama.”Ibunda Nathan langsung bangkit setengah berdiri. Wajahnya memerah.“Itu fitnah!” teriaknya lantang.Cindy tersenyum

  • SEDIKIT LAGI, SAYANG!   58. PANAS!

    “Permisi, Bu… Mas Nathan sudah datang,” lapor salah satu asisten rumah tangga dengan sopan. “Suruh langsung ke lantai tiga,” ucap ibu Nathan tegas, meski senyum tipis masih terlukis di wajahnya. Tatapannya sempat beralih ke arah kedua orang tua Shella yang sudah duduk di sana. Papa Nathan menghela napas pelan. “Papa harap jangan ada keributan, Ma.” “Itu tergantung siapa yang mulai duluan, Pa,” sahut ibu Nathan dingin, tanpa sedikit pun menoleh. Beberapa detik kemudian, pintu lift terbuka. Nathan dan Cindy melangkah keluar dan baru saja tiba di lantai tiga. Seketika, semua pandangan tertuju pada mereka—terutama pada Cindy, sang mantan istri sekaligus mantan menantu yang kehadirannya selalu memantik ketegangan. Suasana mendadak sunyi. “Wah… Nathan, ayo duduk,” ucap ayahnya akhirnya, berusaha terdengar normal. Namun tak ada sapaan untuk Cindy. Ibu Nathan pun melakukan hal yang sama—menyambut Nathan dengan anggukan singkat, seolah Cindy yang berdiri di sisi putranya hanyal

  • SEDIKIT LAGI, SAYANG!   57. MANTAN MENANTU TERTINDAS VS MANTAN PENINDAS!

    “Banyak banget spermanya? Ini sih overload,” ucap perawat yang baru saja membawa sampel sperma milik Nathan ke ruang laboratorium. Sementara itu, Nathan dan Cindy duduk berdampingan di ruang tunggu. “Jam enam sore nanti kita langsung ke sana?” tanya Cindy pelan. Ia bersandar di dada Nathan, jemarinya masih menggenggam tangan pria itu. “Iya, Sayang.” Nathan mengangguk singkat. Satu lengannya merangkul Cindy, sementara tangan lainnya sibuk memegang ponsel. “Maaf, aku nggak fokus. Lagi ngecek email kerjaan.” Cindy mendongak, menatap wajah Nathan. “Minggu depan kita harus ke Kalimantan,” lanjut Nathan dengan nada sedikit berat. “Ada masalah izin alat berat. Pemilik proyek minta aku datang langsung ketemu Pemda.” “Oke…” jawab Cindy lirih. Kelopak matanya tampak berat. Tubuhnya makin melemas di pelukan Nathan—lelah dan mengantuk setelah rangkaian pemeriksaan hari itu, juga setelah momen intim yang baru saja mereka lalui. Nathan menurunkan ponselnya, mengecup pelipis Cindy de

  • SEDIKIT LAGI, SAYANG!   56. TES KESUBURAN TAPI KEBABLASAN.

    Cindy dan Nathan tampak berbincang singkat dengan seorang perawat. Setelah itu, keduanya diarahkan menuju lift. “Lantai lima,” ucap perawat tersebut ramah. Shella yang berdiri tak jauh dari mereka langsung menajamkan pendengarannya. Begitu melihat Cindy dan Nathan masuk ke dalam lift, ia segera menyusul dan berdiri di sudut, berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Di dalam lift, pandangan Shella tertumbuk pada papan petunjuk lantai yang terpasang di dinding. “Lantai dua: radiologi. Lantai tiga: laboratorium. Lantai empat: penyakit dalam. Lantai lima: obgyn.” “Obgyn? Organ dalam?” gumam Shella pelan, alisnya berkerut. “Apa sih maksudnya?” bisiknya lagi, jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Lift berhenti di lantai lima dengan bunyi ding pelan. Cindy dan Nathan melangkah keluar lebih dulu, berjalan berdampingan menuju sebuah ruangan dengan papan nama dokter yang terpampang jelas. Tanpa menoleh ke belakang, mereka masuk ke dalam ruang praktik. Shella menelan ludah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status