"Apakah aku boleh bertanya?"
Laura memberanikan diri untuk bicara di antara kebingungan hatinya sekarang."Tidak. Kau hanya boleh mengatakan ya, atau tidak, dan semua jawaban itu ada resikonya."Laura terdiam. Kedua telapak tangannya beradu, jemari tangannya saling bertaut. Gadis itu berpikir keras karena memang itu pilihan yang sulit. Namun, ia memang harus memilih karena pria bernama Kenriki itu sudah mengeluarkan uang banyak untuk membuat ia terbebas dari perbuatan rentenir tersebut.Jika tidak ada Kenriki, tentu sekarang dirinya?Membayangkan hal itu, sekujur tubuh Laura gemetar. Bukankah lebih baik menikah dengan pria ini? Toh, ada perjanjian pria itu tidak akan memberikan nafkah batin, artinya mereka tidak akan melakukan aktivitas intim layaknya suami istri dalam sebuah pernikahan, bukan?"Aku hanya ingin bertanya, kenapa kau menolongku, padahal kita tidak saling kenal, bukan bertanya kenapa tentang dirimu...."Dengan suara terbata, Laura kembali bicara setelah berpikir keras dan sekarang ia tahu apa yang harus ia putuskan.Kenriki tidak langsung menjawab pertanyaan Laura, ia mengusap wajahnya berkali-kali seperti berusaha untuk menguasai dirinya sendiri."Karena kau butuh pertolongan bukan? Memangnya kau mau aku diam saja tadi?"Kalimat yang keluar justru bukan kalimat yang ingin diucapkan oleh Kenriki, hingga wajah pria itu terlihat gusar.Namun, apa yang dikatakan Kenriki cukup membuat Laura puas. Gadis itu mengira, memang itulah niat Kenriki sebenarnya, hingga kata orang baik tersemat di benak gadis itu untuk pria tersebut dan itu membuat Laura akhirnya menerima tawaran menikah dari Kenriki, pada akhirnya."Aku bersedia menikah denganmu, untuk membuat posisi kita impas...."Begitu kata-kata yang diucapkan oleh Laura para Kenriki meskipun dengan wajah yang merona karena ia tidak pernah menerima lamaran seorang pria satupun.Lyoudra sang kakak sudah menguasai semua peran hingga ia tidak kebagian peran sama sekali.Hari-hari Laura hanya habis untuk mencari uang untuk ikut menutupi kebutuhan orang tuanya, sampai akhirnya sang kakak jatuh sakit dan perlu biaya yang besar dalam kesembuhannya.Jadi, begini rasanya menerima lamaran seorang pria? Rasanya indah, padahal aku tidak cinta, apalagi kalau cinta, pasti rasanya lebih indah dari yang aku rasakan sekarang....Laura bicara demikian di dalam hati sebelum Kenriki merespon ucapannya yang menerima tawaran pria tersebut."Terima kasih. Seperti yang aku katakan tadi, pernikahan kita hanya di depan orang tua, penghulu dan publik saja, jika kita berdua kau ataupun aku bebas untuk tidak saling menyentuh, kau tidak boleh ikut campur dengan urusanku begitu juga aku, yang kita jaga adalah kepentingan bersama, kau harus patuh dengan apapun yang aku katakan jika itu untuk kepentingan bersama, paham?" tanya Ken pada Laura dengan wajah serius."Aku paham.""Kau tinggal denganku di rumah, kau bebas melakukan apapun yang kau mau sebagai istri, kecuali kau tidak boleh menyentuhku dengan alasan apapun dan menjaga jarak denganku, bisa kau lakukan?" lanjut Ken lagi dan lagi-lagi Laura menyanggupi."Setiap bulan aku akan memberikan uang untukmu, sebagai nafkah lahirku sebagai suami, kau bebas menghabiskan uang itu untuk apapun tapi kau wajib menjaga nama baik keluarga, dan menjaga perilaku, kau juga bisa?"Kembali Ken mengatakan sejumlah aturan yang harus ditaati Laura."Apapun aku bisa kecuali...."Laura menggantung ucapannya seolah sungkan untuk mengucapkan hingga ia memalingkan wajahnya tidak mau berhadapan dengan Ken yang saat itu tengah menatapnya."Kecuali apa?" tanya Kenriki tidak sabar."Ah, itu seperti yang kau katakan itu, keberatanmu adalah keberatanku juga."Laura menjawab secara samar, tapi ia yakin pria secerdas Kenriki pasti tahu maksudnya."Oh, tidak berhubungan intim? Aku justru berterima kasih kau mau memaklumi bagian itu, memang aku mencari wanita yang bisa menerima syarat utamanya."Kenriki tersenyum, dan tidak sengaja Laura melirik hingga wajah Ken yang tersenyum terlihat matanya dan itu membuat jantungnya seolah berhenti berdetak.Manis sekali! Pria ini jarang tersenyum tapi begitu tersenyum dia sangat manis dan tampan....Hati Laura bicara seenaknya hingga wajahnya semakin merah merona. Laura menyamarkan ekspresi memalukannya itu dengan mengusap wajahnya kembali.Tidak mau Kenriki tahu apa yang sedang ia rasakan sekarang. Memalukan! Begitu umpatnya.Akhirnya, perjanjian mereka sudah disepakati kedua belah pihak. Kenriki meminta Laura untuk bersedia tanda tangan surat perjanjian bahwa perempuan itu harus bisa menjaga rahasia itu.Tidak ada yang boleh tahu terutama keluarga besar Kenriki, dan Laura menyanggupi karena itu tidak sesulit ketika ia harus melihat ayah dan ibunya ditindas rentenir.Laura bisa menerima persyaratan yang diajukan Kenriki, karena baginya itu lebih baik asal terbebas dari tekanan para rentenir tersebut.***Pernikahan Kenriki dengan Laura sudah berlangsung dan sangat meriah. Sebagai pria yang berasal dari keluarga terpandang dan pengusaha tentu saja berita pernikahan Kerinki menjadi buruan para wartawan.Kedua orang tua Kenriki adalah tipe orang yang tidak mau memaksakan kehendak, yang penting putra tunggal mereka cinta dan gadis yang menikah dengan sang anak memiliki perilaku yang baik, itu sudah cukup.Terutama, bisa menjaga nama baik keluarga hingga tidak sembarangan bertindak. Kenriki memastikan pada kedua orang tuanya bahwa Laura adalah gadis yang baik.Itu sebabnya, orang tua Kenriki setuju hingga pernikahan itu akhirnya dilaksanakan."Apa ini?"Usai pesta pernikahan, Kenriki memberikan sejumlah gambar hunian yang boleh dipilih oleh perempuan yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya tersebut saat mereka sudah masuk ke dalam kamar.Saat ini, mereka masih berada di rumah orang tua Kenriki, setelah menggelar pesta pernikahan di sebuah hotel berbintang.Kenriki menanyakan pada Laura apakah di malam pertama pernikahan mereka, Laura tidak keberatan Ken membawanya ke rumah orang tuanya?Untuk rumah, mereka tinggal sendiri dan itu sudah dibahas oleh Ken meskipun orang tua Ken ingin mereka tinggal di rumah mereka agar bisa lebih akrab dengan sang menantu, namun Kenriki sadar ada banyak rahasia yang ia dan Laura jaga hingga tinggal di rumah sendiri adalah pilihan pria tersebut."Ini rumah untuk orang tua kamu, kau pilih saja, tidak terlalu besar memang, tapi dibandingkan rumah mereka sekarang, bukankah ini jauh lebih baik?"Meskipun belum bertandang ke rumah mertuanya, hanya membayangkan rumah sang mertua dari cerita Laura saja saat ia membahas itu, Ken yakin situasinya memang seperti yang ada di benaknya.Kurang pantas jika disebut hunian mertuanya, itu akan menjadi perbincangan banyak orang dan Kenriki akan dituduh tidak perhatian dengan mertua jika membiarkan itu terjadi."Kau mau membelikan mereka rumah?""Menurutmu?"Kenriki balik bertanya."Tapi, ini berlebihan.""Aku tidak mau ada berita tidak nyaman yang sampai ke telinga orang tuaku tentang kondisi rumah orang tuamu, kau bilang kalian hanya tinggal dikontrakkan, kumuh, jika wartawan tahu mereka mertuaku, apa kata mereka? Ingat, kau harus patuh dengan perintahku jika perintah ini untuk kepentingan bersama, kau tidak melupakan itu, kan?""Baiklah. Aku tidak melupakan bagian yang itu, maaf, aku hanya merasa ini terlalu banyak, jadi kupikir terlalu berlebihan.""Tidak akan mubazir selama kau patuh dengan syarat yang aku berikan, selain itu, karena malam ini adalah malam pertama kita, kau sudah siap untuk sejumlah sandiwara yang harus kita mainkan di depan orangtuaku besok pagi di meja makan, bukan?""Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.