แชร์

Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya
Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya
ผู้แต่ง: Calla Widjaja

Bab 1

ผู้เขียน: Calla Widjaja
Di rumah sakit Kota Himar.

"Kamu hamil di luar kandungan. Begitu saluran indung telur pecah, itu bisa berakibat fatal! Kenapa kamu datang sendiri untuk lakukan operasi sebesar ini? Di mana suamimu? Cepat suruh dia datang!"

Shanaya Wiriandi menahan rasa sakit luar biasa di bagian perutnya dan menelepon. Dering itu berlangsung sangat lama.

Akhirnya, terdengar suara dingin seseorang dari ujung telepon. "Ada apa?"

"Stanley, kamu lagi sibuk? Perutku sakit banget. Bisa nggak kamu ...."

"Nggak!" Sebelum Shanaya sempat menyelesaikan kalimatnya, suara yang penuh dengan ketidaksenangan itu memotongnya dengan dingin, "Kalau kamu sakit perut, ya cari dokter. Aku sibuk!"

"Stanley, siapa itu?"

Sebuah suara perempuan terdengar dari ujung telepon.

"Bukan orang penting." Suara pria itu melembut saat berujar, "Kamu suka yang mana? Aku akan membelikannya untukmu."

Sambungan telepon itu pun diakhiri.

Hati Shanaya serasa disayat pisau. Melihat wajahnya yang pucat dan napasnya yang memburu, dokter itu berseru, "Cepat siapkan ruang operasi! Pasien ini perlu segera dioperasi!"

Ketika tersadar lagi, Shanaya sudah berada di kamar rawat inap rumah sakit.

"Sudah siuman? Kemarin, kondisimu sangat kritis. Untung saja kami berhasil selamatkan kamu tepat waktu. Kalau nggak, kamu pasti sudah meninggal!"

Perawat itu memasangkan infus untuk Shanaya sambil mengeluh, "Suamimu juga parah banget! Dia bahkan nggak muncul setelah kamu jalani operasi sebesar ini! Dia benar-benar nggak bertanggung jawab! Ini nomor telepon pusat pendamping pasien. Kalau butuh, kamu bisa sewa seorang pendamping."

"Terima kasih."

Shanaya mengambil kartu nama yang diberikan perawat itu, lalu mengeluarkan ponselnya dan hendak menghubungi pusat perawatan. Namun, notifikasi sebuah berita hangat tiba-tiba muncul di ponselnya.

[ Stanley Herdian, orang terkaya di Kota Himar, sekaligus presdir Grup Herdian itu menawarkan harga tertinggi di acara lelang dan menghabiskan 280 miliar untuk membeli sebuah kalung berlian antik peninggalan bangsawan hanya demi menyenangkan pacarnya! ]

Shanaya langsung terkejut begitu melihat tulisan yang menusuk mata itu.

Wajah pria yang luar biasa tampan di foto itu adalah suaminya, Stanley Herdian. Dia adalah istri Stanley yang tidak diketahui publik. Mereka telah menikah selama empat tahun, tetapi Stanley selalu bersikap dingin dan acuh tak acuh terhadapnya.

Shanaya berasumsi bahwa itu memang sifat Stanley. Untuk meluluhkan hati Stanley, dia berusaha keras memainkan peran sebagai istri yang penurut.

Sekarang, setelah melihat pria itu menunjukkan kasih sayangnya kepada wanita lain terang-terangan, Shanaya baru menyadari bahwa ... Stanley benar-benar tidak mencintainya sedikit pun.

Rasa sakit yang menyayat hati menusuk dadanya. Shanaya tak kuasa menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. Sudah waktunya dia menyerah. Pernikahan empat tahun ini hanyalah lelucon dan sudah seharusnya berakhir.

Shanaya keluar dari rumah sakit dua hari lebih awal.

Dokter pun terlihat khawatir dan bertanya, "Tubuhmu masih sangat lemah. Kenapa kamu nggak lanjut dirawat di rumah sakit selama dua hari lagi?"

"Ada urusan di rumah."

"Kamu harus istirahat yang cukup selama beberapa saat ini. Jangan lakukan aktivitas berat. Ingat, jangan berhubungan intim juga. Kembalilah untuk pemeriksaan ulang setelah seminggu."

"Terima kasih, Dok. Aku mengerti."

Ketika Shanaya kembali ke Vila Bluebay, pembantu rumah bernama Siska itu langsung memarahinya dengan tampang cemberut, "Nyonya, kamu benar-benar keterlaluan! Kamu sudah nggak pulang ke rumah berhari-hari! Tuan pasti akan marah besar kalau tahu!"

Meskipun Siska hanyalah pembantu Keluarga Herdian, dia malah bersikap layaknya ibu mertua. Siska adalah pengasuh Stanley dan sangat membanggakan statusnya. Dia tidak pernah menganggap serius Shanaya, sang istri yang tidak disukai.

Shanaya tahu jelas mengenai hal ini. Meskipun Siska bersikap begitu bukan atas perintah Stanley, Stanley yang diam saja juga sudah termasuk memberi izin. Jika tidak, Siska tidak akan berani bersikap searogan itu.

Dulu, demi menyenangkan Stanley, Shanaya sudah terbiasa untuk menyenangkan semua orang di sekitarnya. Walaupun Siska menindas dan mengintimidasinya, dia selalu bersabar. Kali ini, dia tidak ingin bersabar lagi.

Shanaya langsung menampar Siska, lalu mencibir, "Kurang ajar sekali kamu! Kamu itu cuma seorang pembantu. Apa hakmu ngomong seperti itu padaku!"

"Kamu!"

Siska menutupi wajahnya dan terlihat terkejut. Dia sepertinya tidak menyangka Shanaya akan menamparnya. "Kamu berani menamparku?"

"Kan memang sudah kutampar! Kenapa? Kamu mau balas tampar aku?"

Kata-kata dingin Shanaya mengejutkan Siska. Meskipun tidak disukai oleh Stanley, Shanaya adalah cucu menantu yang dipilih secara pribadi oleh Eva, neneknya Stanley. Siska pun hanya bisa menahan kekesalannya.

Shanaya berbalik dan menuju ke lantai atas.

Siska bergumam pelan di belakangnya, "Apa gunanya punya paras cantik? Bukannya Tuan tetap nggak suka sama kamu? Cepat atau lambat, posisi menantu Keluarga Herdian akan jadi milik orang lain!"

Kata-kata yang menyinggung itu terasa bagaikan pisau yang menusuk hati Shanaya. Dia pun menarik napas dalam-dalam. Semuanya tak berarti lagi. Setelah hari ini, segala sesuatu yang bersangkutan dengan Stanley sudah tidak penting lagi.

Setelah kembali ke kamar, Shanaya mengemasi semua barangnya. Barang-barangnya sangat sedikit sehingga satu koper saja sudah cukup untuk menampungnya.

Saat Shanaya mengangkat koper, bagian yang terluka itu tidak sengaja tertarik. Perutnya pun terasa sangat sakit dan keringat dingin bercucuran di wajahnya. Setelah minum beberapa butir obat pereda nyeri, rasa sakit itu baru sedikit mereda.

Mungkin karena pengaruh obat, Shanaya tertidur di tempat tidur.

Pada larut malam, sosok seseorang yang tinggi dan tegap memasuki ruangan. Suara gemericik air menggema dari kamar mandi. Dua puluh menit kemudian, Stanley muncul dengan hanya pinggangnya yang dililit handuk.

Dia memiliki wajah yang sangat tampan, bahu lebar, dan pinggang ramping. Setiap inci otot perutnya yang kekar memancarkan kekuatan. Air menetes ke otot-ototnya, lalu mengalir ke dalam handuknya yang longgar.

Tanpa mengatakan apa pun, Stanley mengangkat ujung gaun tidur Shanaya seperti biasa. Shanaya yang masih berada dalam dunia mimpi pun tersentak karena kesakitan.

"Sakit ...." Dia secara naluriah mendorong Stanley dan bergumam, "Minggir."

"Mau main tarik ulur? Shanaya, apa ini trik barumu?" Sebuah suara rendah dan sarkastis menggema di atas kepala Shanaya.

Stanley bukan hanya tidak pergi, malah balas mengejeknya, "Bukannya kamu yang minta sendiri ke Nenek supaya kita bisa berhubungan intim sebulan sekali? Sekarang, kamu mau menolaknya dengan begitu saja?"

Rasa sakit yang menusuk di area lukanya membuat Shanaya meneteskan air mata. Dia tahu Stanley membencinya.

Dulu, Eva yang menjodohkan Shanaya dengan Stanley. Saat melihat sikap dingin Stanley terhadapnya setelah menikah, Eva membuat peraturan bahwa Stanley harus berhubungan intim dengannya sekali setiap bulan. Setiap kali, Stanley hanya memperlakukannya seperti alat untuk memuaskan hasrat.

Mengenang kembali empat tahun pernikahan mereka, hati Shanaya dipenuhi rasa sakit. Dia selalu bersikap hati-hati dan penurut, tetapi pria ini tidak pernah menunjukkan sedikit pun kasih sayang. Berhubung begitu, kenapa dia masih harus begitu keras kepala?

"Stanley, kita cerai ...."

Sebelum Shanaya menyelesaikan kata-katanya, terdengar suara ponsel berdering.

Stanley tidak pernah suka ditelepon malam-malam. Kali ini, dia malah menjawab dengan lembut, "Ada apa?"

"Stanley, aku takut tinggal sendiri. Kamu datang temani aku, ya?"

Terdengar suara manja seorang perempuan dari ujung telepon.

"Oke." Stanley setuju tanpa ragu. Suaranya dipenuhi kelembutan yang belum pernah didengar Shanaya sebelumnya. "Beri aku 20 menit. Aku akan segera ke sana."

Setelah menutup telepon, Stanley pun bangkit dari tempat tidur tanpa melirik Shanaya sekali pun. Beberapa menit kemudian, terdengar suara mobil meninggalkan rumah dari lantai bawah.

Air mata Shanaya membasahi bantal. Jari-jarinya yang pucat mencengkeram selimut erat-erat. Ternyata, perbedaan antara dicintai dan tidak dicintai begitu nyata.

Keesokan paginya.

Shanaya meninggalkan surat kesepakatan cerai dan keluar dari rumah dengan membawa kopernya. Perutnya terasa sakit dan sesuatu yang hangat mengalir dari bagian bawah tubuhnya ke kaki. Dia pun menunduk, lalu melihat genangan darah yang mengejutkan.
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 50

    Stanley mengerutkan kening dan menjawab, "Aku akan segera kembali."Setelah menutup telepon, dia menatap Shanaya. "Jangan lupa oles obat tepat waktu."Shanaya tidak menjawab.Baru saja keluar dari kamar Shanaya, Stanley kebetulan bertemu dengan Zevon yang baru keluar dari kamar sebelah. Saat tatapan mereka bertemu, udara terasa membeku.Zevon melirik ke arah Stanley dan pintu kamar 1806 secara bergantian. "Pak Stanley? Apa yang kamu lakukan di sini selarut ini?"Stanley membetulkan kancing kemejanya dengan santai dan menjawab, "Pak Zevon perhatian banget ke bawahan sampai rela berjaga di luar pintu malam-malam begini."Zevon menyahut dengan nada yang jauh lebih dingin daripada biasanya, "Setidaknya, aku melakukannya secara terang-terangan, nggak kayak seseorang. Kalau kamu nggak mencintainya, untuk apa kamu mengganggunya malam-malam begini?"Bibir Stanley melengkung, tetapi senyumnya tidak mencapai matanya."Sebaiknya Pak Zevon pahami situasinya. Shanaya itu istriku. Meski aku tidur di

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 49

    Sekarang, Shanaya malah terkesan lebih ingin bercerai daripada dirinya. Stanley menatap wajah Shanaya yang tenang, lalu tiba-tiba merasakan kejengkelan yang tak terjelaskan."Tok, tok, tok."Terdengar ketukan di pintu."Bu Shanaya, aku datang untuk antarkan gantungan baju yang kamu minta."Shanaya secara refleks ingin menjawab, tetapi takut orang lain mengetahui Stanley sedang berada di kamarnya. Ketika dia merasa ragu, terdengar lagi suara ketukan pintu. "Bu Shanaya? Apa kamu ada di dalam kamar?"Pintu kamar sebelah terbuka dan suara lembut Zevon bergema. "Ada apa?"Karyawan itu menjelaskan situasinya kepada Zevon.Zevon pun mengambil gantungan baju itu dan berujar, "Berikan saja padaku. Aku akan memberikannya kepadanya."Setelah karyawan itu pergi, Zevon mengetuk pintu kamar Shanaya."Naya, gantungan bajunya sudah dibawa kemari. Kamu ada di dalam?"Suara Zevon terdengar dekat, tepat di luar pintu. Detak jantung Shanaya tiba-tiba bertambah cepat, sedangkan jari-jarinya tanpa sadar me

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 48

    "Dia disengat ubur-ubur. Segera suruh dokter pergi ke kamar presidensial di lantai teratas!" perintah Stanley sebelum menggendong Devina masuk ke lift.Saat Stanley melewati Shanaya, ujung-ujung baju mereka saling bergesekan. Namun, rasanya seperti ada dinding tak terlihat di antara mereka. Rekan-rekan kerja Shanaya memandang punggung Stanley dan Devina dengan rasa iri."Wow! Pak Stanley baik banget ke pacarnya! Jarang banget ada pria yang begitu tampan, kaya, dan setia seperti dia. Pacarnya pasti pernah selamatkan galaksi di masa lalunya, makanya dia seberuntung itu di kehidupan ini."Zevon melirik Shanaya dengan khawatir. "Ya sudah, kalian semua kembali saja ke kamar untuk istirahat."Sementara itu, di kamar presidensial, dokter sedang merawat luka Devina. "Ini cuma sengatan kecil dan akan membaik setelah dioleskan obat."Setelah dokter pergi, Stanley mengambil jasnya dari kursi dan bersiap untuk pergi."Istirahatlah yang baik."Devina meraih tangan Stanley dan berkata, "Stanley, k

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 47

    "Pak Zevon!"Semua orang sontak berseru terkejut. Mereka mengira Zevon tidak bisa berenang. Tak disangka, gaya renangnya malah begitu sempurna, layaknya atlet profesional. Di tengah keterkejutan semua orang, Zevon dengan cepat menyelamatkan Sonny.Semua orang pun tercengang."Pak Zevon, kamu masih berani bilang kamu nggak bisa berenang?"Zevon menyeka air dari wajahnya dan tersenyum malu. "Waktu kuliah, aku itu anggota tim renang ....""Pak Zevon, kamu terlalu rendah hati!"Para karyawan pun berseru kagum."Ayo kita lomba!"Zevon diseret semua orang ke dalam air.Melihat Zevon kembali dengan selamat, Shanaya yang duduk di tepi pantai langsung menghela napas lega. Rekan-rekannya sedang bermain di laut. Shanaya yang bosan pun bermain ponsel. Tiba-tiba, ada sebuah notifikasi yang merekomendasikan trending topic kepadanya.Akun Devina baru saja diperbarui dengan serangkaian foto. Itu adalah foto dirinya yang sedang berjinjit untuk mencium pipi Stanley, dengan seekor lumba-lumba yang melom

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 46

    Stanley melihat dengan jelas tangan Zevon menyentuh pinggang Shanaya selama tiga detik. Dia juga melihat bagaimana Zevon menyampirkan jaket UV itu ke bahu Shanaya, tetapi Shanaya tidak menolak."Lagi lihat apa kamu sampai bengong?"Damian tiba-tiba mencondongkan tubuh dari belakang dan langsung merebut teropong dari tangan Stanley. Stanley masih tetap memasang ekspresi datar, lalu mengambil sampanye dari atas meja dan menyesapnya."Eh, bukannya itu calon mantan istrimu?" Damian bersiul dan melanjutkan, "Perkembangan mereka cepat banget! Stanley, menurutmu, mungkin nggak mereka sudah lama bersama ....""Memangnya kenapa?" sela Stanley. Ekspresinya terlihat dingin dan acuh tak acuh.Menyadari bahwa orang yang dilihat Stanley dari teropong adalah Shanaya, ada secercah kesuraman yang melintasi mata Devina. Namun, dia segera memasang senyum cerah. Dia berjalan cepat ke arah Stanley, lalu merangkul lengannya. "Stanley, dengar-dengar, sering ada lumba-lumba yang muncul di daerah ini pada sor

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 45

    Matanya pun berkilat tajam. Saat melewati Shanaya, dia berpura-pura tidak sengaja menabrak Shanaya."Ah!"Sup panas itu langsung tumpah dan sebagian besarnya mengenai pergelangan tangan Shanaya yang ramping. Bekas merah yang mengerikan langsung muncul di pergelangan tangan yang putih itu.Stanley segera memegang bahu Devina dan bertanya dengan khawatir, "Apa kamu terluka?"Devina menggeleng dengan tampang sedih. "Aku baik-baik saja." Dia melirik pergelangan tangan Shanaya yang bengkak dan merah, lalu pura-pura berkata, "Tapi tangan Naya sepertinya terluka ...."Stanley melirik luka Shanaya dengan dingin, lalu menyahut dengan acuh tak acuh. "Dia bisa mengurusnya sendiri."Shanaya pun terpaku di tempat. Nada Stanley yang dingin dan setiap patah kata yang terasa bagaikan untaian es yang menancap dengan mendalam di hatinya.Zevon yang menyaksikan kejadian ini dari kejauhan segera berlari mendekat."Minggir!"Dia mendorong Devina yang menghalangi jalannya, lalu mengambil sebotol air minera

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status