Tak ada jawaban. Lydia hanya menatap sekilas Alan dengan tatapan kosongnya. Dengan buru-buru Alan megambil kotak obat dan langsung membalut tangan Lydia dengan perban. Tidak terlalu dalam namun, itu juga berbahaya.
"Kamu gila?! Kamu bisa mati!" pekik Alan.
"Lydia, kalau saya ngomong, jawab!" bentak Alan tak diindahkan oleh Lydia.
Hening.
Pikiran Lydia terberai. Ia hanya bisa menatap sekeliling dengan tatapan kosongnya dan membisu ditempat.
"Lydia! Kamu jangan buat saya takut bisa?!" sergah Alan lagi.
"Mama, papa…" lirih Lydia membuat Alan terhenyak. Ia harus bisa menghubungi kedua orang tuanya Lydia atau nanti bakal runyam kalau sampai Lydia nekat.
Dengan keberanian penuh akhirnya Alan menghubungi orang tua Lydia mengatakan bahwa Lydia sedang membutuhkan mereka dan beberapa jam kemudian, kedua orang tua Lydia tiba. Lydia juga hanya termangu memandangi sekitar dengan tatapan kosong seolah mayat hidup. Wajah pucat, tatapan kosong, tangan yang bergetar dan kaki seolah lumpuh membuat Angelica, mamanya Lydia menatap miris anaknya.
"Lydia," panggil Alan tak dihiraukan. Tatapan Lydia sudah tersirat ketakutan dan kekecewaan yang luar biasa.
"Kamu apakan anak saya?!" sela Adrian, ayahnya Lydia.
"Saya ga apa-apakan Lydia. Dia sendiri yang seperti ini," sahut Alan menunduk.
"Aku gasuka diselingkuhin," lirih Lydia dengan tatapan nanar.
"Kamu ngomong apa sih?! Saya aja ga pernah-"
"Alan diam! Biar anak saya bicara!" potong Adrian membuat Alan membisu.
Hening.
Lydia hanya bisa menangis dan tangisan itu membuat kedua orang tuanya cemas.
"Pa... Terpaksa, kita masukkan Lydia ke rumah sakit jiwa lagi agar stabil mentalnya," ujar Angelica disetujui oleh Adrian.
Mendengar itu, Alan jelas saja bahagia. Ia tak percaya apabila akhirnya dia bisa bebas dan itu instan! Betapa bahagianya dia.
"Alan, Kamu sudah tau jika Lydia hamil kan?" tanya Angelica dengan ketus.
"Hamil..? Saya gatau ma, Lydia saja tidak mengatakan apa-apa," sengkal Alan dengan menatap kembali Lydia yang sedang melamun
"Suami macam apa kamu ini?! Sudahlah, langsung saja. Saya tidak ada waktu mendengar celotehan laki-laki gila ini!" cela Adrian penuh emosi.
Ya. Lydia dibawa ke rumah sakit kejiwaan dan Alan jelas saja. Ia melanjutkan aksinya yang sangat suka mempermainkan wanita.
"Aku cuma ingin dicintai.." batin Lydia dengan meremas bajunya kuat terbayang pengkhianatan suaminya selama 2 tahun belakangan ini.
Segala yang dilakukannya seolah salah dimata sang suami hingga akhirnya ia harus menerima sebuah kenyataan itu.
Keheningan malam dengan suara gemerisik dedaunan membuat Lydia menatap jendela nanar. Ranumnya sayup dengan kondisinya saat ini, sangat sulit untuk bertindak dan tak memungkinkan untuknya berlari dari rumah sakit tersebut.
Derap langkah mulai Lydia dengar dan pintu kamar rawatnya terbuka dan muncullah seorang lelaki seusianya yang menghampiri dirinya dengan membawa beberapa obat.
"Lydia, minum obat," titahnya memberikan beberapa pil obat yang sangat banyak itu.
"Obat..?" tanya Lydia dengan mengernyitkan dahinya binggung. "Iya, obatmu," sambung dokter tersebut dengan telaten mulai duduk disamping Lydia dan menunggu Lydia menelan obat tersebut.
"Kau masih sangat muda, mengapa bisa sampai seperti ini? Bukankah kamu mimiliki mimpi yang besar juga?" cecar dokter itu membuat Lydia terdiam.
"Meski aku memiliki mimpi.. Apakah aku masih dapat mengejarnya? Kata mama perempuan yang sudah menikah adalah seorang perempuan yang menanggung beban nan bertarung demi kehidupannya sendiri namun, apa yang bisa aku lakukan dok..? Aku hanya gadis belia yang tak mengerti apapun terkecuali pengkhianatan itu masih jelas melekat pada pikiranku," jelas Lydia dengan menahan sesaknya.
"Kamu sedang hamil? Jika iya, jangan berpikir berlebihan, saya akan jadi teman apabila kamu kesepian, kamu bisa memanggil saja Bayu," sahutnya dengan mengulas senyuman tipis pada bibirnya.
Lydia mengangguk. Ia kembali pada tempat tidurnya dan memandangi sekitar dengan tatapan nanarnya. Kehidupannya seolah hancur berantakan. Meski baru awal, Lydia sudah sangat putus asa namun, apakah dia akan menyerah sampai disini?
Suara gemerisik angin dan petir yang mengelegar membuat Lydia ketakutan. Dalam ruangan kosong yang begitu hampa tanpa siapapun kecuali dirinya membuat bayangan-bayangan menakutkan mulai kembali terlihat.
Pyar!!
Lydia melemparkan gelas dan mulai menimbulkan keributan dengan berteriak histeris seperti melihat seseorang. Dengan nekat, Lydia mulai mengoreskan pecahan gelas tersebut pada pergelangan tangan miliknya. Dan hal itu membuat para perawat dan Bayu─Dokter kejiwaan disana langsung memasuki ruangan Lydia.
"Bawa dia ke ruangan saya segera, bereskan ruangan ini," ujar Bayu dengan nada sedikit meninggi.
Tak lama, Lydia dibawa ke ruangan Bayu untuk diperiksa dan Bayu hanya bisa terdiam saat tau bahwa gadis belia dihadapannya adalah penderita Skizofrenia dan Kepribadian ganda. Kedua gangguan yang sangat sulit diatasi meski dengan terapi setiap minggunya. Bahkan, apabila terlepas dari pengawasan, Lydia bisa saja melakukan hal yang lebih ekstrim dari ini. Pikirannya terberai entah kemana, hanya ada tatapan kosong yang membuat Bayu menatap iba kepada Lydia.
"Lydia, kamu dengar saya?" tanya Bayu dengan menguncang perlahan tubuh Lydia.
Lydia hanya mengangguk. Dia melihat lukanya yang dibalut dengan perban berwarna putih dan dia melihat Bayu yang merawatnya dengan telaten membuatnya sedikit terkejut.
"Kenapa kamu baik?" tanya Lydia lirih membuat Bayu terhenyak.
"Maksud kamu?" tanya Bayu binggung.
"Karena dulu aku kalau terluka biasanya ditambah berdarah," sahut Lydia dengan menatap kosong sekelilingnya.
Bayu terkejut dan menatap Lydia heran.
"Ditambah darah..?"
"Iya, ditambah darah, biasanya didera atau diberi besi panas, terkadang juga dipukul dan dipaksa memenuhi hasratnya, gak cuma itu.. Dia juga kadang cari-cari kesalahanku dan mencari celah biar dia bisa bercumbu dengan yang lain," jelas Lydia lirih dengan tertawa hambar. Bayu terdiam. Penuturan Lydia membuat Bayu tak bisa berkata-kata lagi. Apakah ada suami setega itu? Dan mengapa Lydia hanya diam dan tidak melawan? Itu yang ia pikirkan. "Dan kamu.. Tahan?" sela Bayu dengan lirih. Lydia menggelengkan kepalanya. Jelas saja dia tak tahan namun, pernikahannya ini sudah sangat tidak sehat! "Ly..," panggil Bayu membuat Lydia menoleh dan bergeming. "Istirahat ya, saya antar kamu ke ruangan," titah Bayu diangguki oleh Lydia. Bayu mengantarkan Lydia ke ruangan dan meninggalkan Lydia disana agar beristirahat. ********Sedangkan di sisi Alan, ia sangat bahagia karena Lydia tak bersamanya. Kebebasan yang lama ia idamkan akhirnya telah ia dapatkan dan ia bebas ingin membawa wanita manapun k
Alan semakin menggila. Dia selalu membawa wanita yang berbeda dan kerap tertidur diapartement karena stress saat Lydia tidak ada, hidupnya kosong namun, saat Lydia ada.. Dia menyakitinya. Masalah yang rumit dan sulit apabila dengan emosi saja. Meski Alan tau dia yang telah membuat reputasi istrinya hancur karena fitnah dan meski ia tau bahwa semua yang dimilikinya bisa musnah, ia tak kunjung jera dan menyudahi perbuatannya. Cinta juga tidak ada artinya. Hanya ada sesal yang tak berguna saat kehilangan salah satu dari mereka. Membina? Bahkan, untuk memimpin sebuah perusahaan saja Alan sering berkhianat dan ia seperti tidak memiliki pendirian sama sekali dalam hidupnya. Tapi, pria itu tak sadar bahwa roda terus berputar.******Hari ini Lydia berusaha agar ia dapat melempaskan beban pikirannya dan mulai berjalan-jalan ke sekitar taman. Apabila tenang, Lydia terlihat sangat cantik. Paras cantiknya itu natural meski tanpa polesan make-up sekalipun. "Dokter, kapan aku bisa keluar dari
Lydia menganggukkan kepalanya. Ia hanya tersenyum tipis mulai mendekati Alan dan berjinjit untuk menyamakan tinggi dengan suaminya. Meski hatinya terasa sakit namun, Lydia sudah terbiasa dengan hal tersebut. Wajahnya yang pasrah membuat hati Alan justru sakit. Seolah ia sangat labil dalam keputusannya. "Ly, saya bisa jelaskan, saya bisa jelas─" tutur Alan terpotong dengan tawa Lydia yang hambar dihadapannya. Tatapan penuh cinta seolah tiada lagi. Tutur kata lembut telah sirna. "Jelasin apa lagi, mas? Aku ga butuh penjelasan kamu," sahut Lydia tegas. Adrian mengepalkan tangan menahan amarahnya. Bagaimana tidak? Putrinya dilhianati oleh lelaki yang ia percayai selama ini. Salah siapa? Salahnya? Bahkan, dulu ia sendiri yang kukuh menikahkan putrinya dengan Alan. Tanpa berbasa-basi Lydia mulai berjalan menuju ke kamar dan mengunci kamar tersebut. Ia meluruhkan dirinya dilantai dan mulai menatap cermin dihadapannya. Sang buah hati yang dinanti sudah pasti namun, ia dikhianati dengan ke
Antara pilihan atau kehancurkan yang akan menghampiri itulah takdir semesta. Sampai dengan seorang gadis mungil harus terus memaksa dirinya melupakan seseorang hanya karena restu orang tua yang tak berpihak sama sekali. Masa-masa kelam membuat Lydia menjadi gadis mungil yang memiliki hati lembut dan lemah secara fisik maupun mental. Ia masih menginggat dimana jeritannya membuat semua orang terdiam seribu bahasa. Dimana semua orang yang melayat turut menenangkan dirinya. "Cantik, kenapa nangis? Gua ga suka lo nangis." Suara itu membuat Lydia terperangah. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia melihat orang yang telah didambakan. "Dasar cengeng, jangan dibuka lagi. Udah gua disini," ujar Aldo membuat Lydia tak kuasa menahan tangisannya. Aldo mulai mengusap perut Lydia dengan lembut dan menatap Lydia penuh kasih sayang, "Jaga anak ini. Anak ini ga salah, jangan pernah lo sakitin anak yang ga berdosa ini buat dendam lo, Lydia. Lo tetep jadi cinta terakhir dan pertama gua,
Suara itu hanya diabaikan oleh Lydia. Tanpa dihiraukan sama sekali meski hatinya dongkol karena ulah suaminya. "Urus saja perusahaan anda atau saya bakal lengserkan anda dari jabatan tinggi itu, Tuan Alan," ancam Lydia dengan menyeringai dan menarik dasi suaminya dengan tatapan mengerikan. Alan terhenyak. "Sejak kapan dia jadi berani seperti ini..? Sial," batin Alan dengan mengepalkan tangannya. Alan lupa jika istrinya mengidap kepribadian ganda? Atau memang Alan tidak tau tentang itu? Lydia lepas kendali. Waktu yang salah membuatnya semakin terpuruk dalam keadaannya dan kali ini Alan salah sasaran. Meski sekuat tenaga Alan mencoba meraih Lydia, itu tak berguna karena yang dihadapannya bukanlah Lydia sebenarnya. BRAK! Suara benturan itu membuat Angelica dan Adrian berlari ke ruang pribadi putrinya. Dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Alan sudah tersungkur dilantai dan Lydia yang mulai menggila. "Ly, jangan lakukan hal ini, ini salah Lydia Agathna Pragya Adrian!" be
Tawa Lydia memecah kesunyian. Tawa lepas itu membuat Lala merasa caranya mengajak sahabatnya itu bahagia ada benarnya. Meski ia tau bagaimana keadaan Lydia jika tanpanya. "Ly, andai lo cerai sama suami lo apa yang lo lakuin?" "Kenapa kamu selalu bertanya soal perceraian? Aku tak memikirkan itu karena aku tak ingin anakku tidak memiliki ayah." Hening. Lala bergeming mendengar penuturan Lydia yang terdengar cukup masuk akal juga. Karena tak mungkin perempuan seperti Lydia lebih memikirkan dirinya sendiri. "Pulang aja yuk," ajak Lala diangguki Lydia. Rasanya bahagia. Hati Lydia bahagia dengan semua belajaan yang ia bawa itu. Semuanya seperti pakaian anak gadis pada umumnya namun, terlihat pas dan lucu ketika Lydia pakai sekalipun sedikit kebesaran. Setelah sampai dirumah, Lydia langsung memasuki kamar dan mencoba semua baju-baju itu. Ada baju yang sangat minim dan itu membuat Lydia terlihat 2 tahun lebih muda. Kulit putih, bibir pink, rambut hitam legam nan panjang membuat Ly
Esok harinya, Melati mengadu yang tidak-tidak kepada Alan sampai membuat Alan murka. Jelas saja akal licik akan kalah dengan akal cerdas. Karena, Melati hanya ingin menjadikan Lydia pembantunya. "LYDIA!" bentak Alan membuat Lydia memutar bola mata malas. "Apa lagi?" sahut Lydia santai. "Kamu apakan istri saya?!" tanya Alan dengan penuh emosi membuat Lydia sontak menghadapkan selang air tepat didepan Melati. Lydia menyemprot Melati dengan air yang membuat Melati basah kuyup. Jelas saja itu membuat Alan semakin marah! "Kotoran itu harus siram biar bersih." Sial. Lagi dan lagi Melati terkena mulut pedas Lydia. Amelia yang tadinya tengah berdandan juga turut keluar untuk melihat kekacauan itu. Dan dia tertawa lepas saat melihat Melati basah kuyup karena ulah Lydia. "HAHAHA KAYA TIKUS KECEBUR GOT LO SUMPAH, KOCAK!" tawa Amelia membuat Melati menatap Amelia tajam. "Masih mau ngedrama? Aku bukan prosedur indosiar, ngomong-ngomong.. Akting mbak kurang cerdas," sela Lydia lalu
Lydia langsung berdiri dan menghampiri temannya tersebut. "Ada apa dengan mama?!" tanya Lydia cepat. "Mama kamu kecelakaan, Ly.. Dia dilarikan ke Rumah Sakit Pelita." Mendengar itu, Lydia langsung berlari menuju parkiran dan menyetir mobilnya ke rumah sakit yang diinfokan oleh temannya. Pikiran Lydia sudah kacau sedari tadi dan kini bertambah runyam saat mendengar kabar mamanya kecelakaan? Pikirannya seketika buntu. Sesampainya, Lydia langsung turun dari mobil dan menyusuri lorong rumah sakit tersebut hingga Lydia bertemu dengan Adrian. Melihat Adrian yang tertunduk dan menahan tangisnya, Lydia mendekat dan menatap nanar ruang ICCU didepannya. "Ly, dokter lagi tangani mama kamu, nak," lirih Adrian membuat Lydia tak bisa berpikir positive lagi. Satu jam berlalu. Dokter keluar dan kemudian raut wajahnya sendu. Lydia menatap dokter itu nanar dan saat dokter mengisyaratkan bahwa keluarga boleh menemui, Lydia langsung berlari memasuki ruangan tersebut. Tepat dihadapannya, Lydi