"Sejak kapan kamu memiliki video ini?"Baim diam. Matanya masih menatap lurus ke depan. Seakan tengah mengingat kenangan masa lalu. "Jika ada orang yang menjelekkan orang yang kamu cinta dan percayai sepenuh hati. Apa kah kamu percaya?" tanya Baim lalu menatap lekat netraku. Aku diam, tak mampu menjawab apa. Dalam hubungan suami istri harus ada sebuah kepercayaan. Karena pada dasarnya kepercayaan adalah lem yang akan mempererat suatu hubungan. Kalau tak ada kepercayaan mungkin hubungan itu akan kandas. Jika Baim memberikan video ini dari dulu, apakah aku akan percaya? Entahlah, aku sendiri bingung harus menjawab apa. "Aku yakin kamu tak akan percaya Al, meski kamu telah mengenalku lama. Kamu pasti lebih percaya pada suamimu ketimbang aku. Benar kan?"Baim seolah mampu membaca pikiranku. Rasa cinta yang mendalam membuat logika dan mata ku buta. Buktinya aku mudah saja dibohongi Mas Alvan. Dia mempunyai istri kedua saja aku sampai tak tahu. Bagaimana aku bisa percaya dengan ucapan B
Pov AliaMelangkah mendekati wanita yang telah melahirkanku tiga puluh satu tahun yang lalu itu. Kujatuhkan bobot tepat di sampingnya. Ku tarik nafas dalam untuk memasok oksigen ke dalam otak. Aku harus bisa menahan emosi dan berpikir jernih kalau tidak masalah ini akan melebar kemana-mana. Mama adalah kelemahanku. Mas Alvan sangat licik. Tega dia memanfaatkan mama untuk ambisinya. Suamiku adalah menantu kebanggaan mama. Beliau sangat mempercayai ular jantan itu. Ya, bisa dibilang sifatnya sebelas dua belas denganku. "Jelaskan apa yang terjadi dengan rumah tangga kalian? Kamu selingkuh?" Mama menatap nyalang ke arahku. Seakan aku ini tersangka pembunuhannya yang harus dilenyapkan. "Siapa yang selingkuh, ma?" "Kamu!" Mama mengarahkan jari telunjuk padaku,"Alvan bilang kamu selingkuh. Kamu mengusir Alvan karena dia memergoki kalian bercumbu di kamar."Kupijit kepala yang terasa berdenyut. Bisa-bisanya lelaki breng**k itu memutar balikkan fakta. Dia yang selingkuh dan mendua tapi aku
Pov Rahmawati (Mama Alia) "Al, Alia ... Maafkan mama!" "Alia!"Alia tak menghiraukan ucapanku. Dia masih berjalan ke lantai atas tanpa menenggok ke belakang. Melihat perlakuan Alia membuat hatiku seperti di sayat, sakit. Seumur hidup, baru kali ini Alia berkata kasar padaku. Ku lihat beberapa foto yang ada di tangan. Ini memang foto Alvan. Dia terlihat bahagia dengan wanita di sampingnya. Hati istri mana yang tak sakit melihat pemandangan ini. Aku tahu Alia sangat terluka dengan pengkhianatan Alvan. Ku baca foto kopi laporan keuangan perusahaan. Memang benar ada keganjilan dalam laporan ini. Penarikan uang dengan nominal besar setiap bulannya. Alvan, kenapa kamu setega ini pada kami? Tak ingat kah saat ku angkat derajatmu. Dengan tangan terbuka ku terima kahadiranmu. Aku bahkan sudah mengaggapmu sebagai anakku sendiri. Namun justru luka yang kamu torehkan pada putriku. Kurang apa kami padamu? Ku hembuskan nafas kasar. Bodohnya aku yang mudah percaya dengan ucapan Alvan tanpa me
Alia, wanita cantik dan apa adanya. Wanita yang mampu mencuri hatiku untuk pertama dan mungkin terakhir . Aku mencintainya dalam diam. Dia yang sangat ku cinta tapi tak pernah bisa ku miliki. Jika mengingat itu, rasa sesak kembali menyelimuti dada. Aku tahu jika perasaan ini salah. Salah besar karena aku mencintai adik kandungku sendiri. Ya Tuhan, kenapa Engkau berikan cinta kepada wanita yang jelas-jelas tak bisa ku miliki. Sampai kiamat pun tak akan pernah bersatu. Kulihat ikan yang asyik berenang di dalam kolam. Mereka bebas memilih pasangan tanpa perduli jika mereka satu induk. Berbeda denganku, yang harus memendam rasa karena mencintai adik sendiri. Sudah berulang kali kucoba menghapus namanya dari sanubari. Namun nyatanya nama itu semakin kokoh tertanam di relung hati terdalam.Ya Tuhan, harusnya Engkau hapus dan hilangkan rasa ini. Bukan justru Engkau biarkan semakin dalam. Andai aku bisa mengatur hati. Sudah pasti aku ingin mencintai wanita lain. Wanita yang bukan adik kand
Semenjak Alia menikah, aku memang lebih suka tinggal di Surabaya. Karena saat tinggal di rumah mama membuatku selalu teringat dengan adikku. Dan berulang kali rasa sakit itu muncul saat mengingat kenangan manis bersama Alia. "Kamu tidak ke kantor Al?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. "Agak siangan Bang, kenapa? Mau anterin?" "Boleh, Abang pengen mencari bukti lebih lanjut. Ku rasa ada baiknya jika lapor polisi Al,"Alia terdiam, seperti tengah memikirkan sesuatu. Apa dia keberatan jika Alvan masuk penjara. Mungkinkah masih ada cinta untuk lelaki tak tahu diri itu? "Sebenarnya aku ingin bermain-main dulu Bang. Tapi lebih baik kita laporkan saja ke kantor polisi. Aku ingin hidup lebih tenang.""Nanti abang urus tentang laporan ke kantor polisi. Kamu terima beres." Alia tersenyum menampakkan gigi putihnya. Beberapa saat kami terdiam, aku masih memperhatikan Alia. Cantik saat dilihat dari samping. Apalagi tanpa menggunakan hijab. Astaga apa yang aku pikirkan? "Kamu sudah sarapan, Za
Meninggalkan rumah yang enam tahun kutempati dengan kesal. Harga diriku hancur di hadapan Alia. Dan dari mana ia tahun jika aku sudah menikah lagi? Argg.... Rencana yang telah kususun rapi hancur berantakan. Sekarang bagaimana nasibku. Uang hanya tinggal tiga juta dalam dompet. Sementara kartu debit dan kredit telah dibekukan Alia. Untung saja aku masih memiliki uang dua puluh juta di brankas rumah Mega. Tapi itu tak akan bisa menghidupi Mega dengan gaya yang bak sosialita. Padahal uang tak ada. Pasti Mega akan mengamuk jika tahu aku tak bisa merayu Alia lagi. Menyalakan mesin motor butut, meninggalkan rumah penuh kenangan. Kenangan indah dengan Alia. Di rumah itu aku diperlakukan bak raja. Namun kini hanya tinggal kenangan. Bodoh! Kenapa aku tak cepat bergerak untuk menguasai perusahaan itu. Kujalankan motor dengan kecepatan sedang. Sinar mentari yang mulai nampak menyentuh kulit yang tak memakai jaket. Dulu tak perlu aku kepanasan atau kehujanan tapi sekarang aku harus terbiasa
Mega duduk lemas di sampingku. Menatapku dengan tatapan tajam. "Kenapa dia mengugat cerai kamu, Mas? Bukankah kesalahan kamu hanya korupsi tidak lebih?""Dia sudah tahu aku menikah lagi.""Apa!"Mega semakin frustasi, beberapa kali mengacak rambut hingga membuat tampilannya acak-acakan, sudah seperti orang gila yang lewat di jalan. Sesaat kami diam memikirkan solusi untuk masalah ini. Kepala semakin berdenyut saat membayangkan aku jatuh miskin. Tak ada lagi harta yang bisa ku banggakan. Semua lenyap dalam sekejap.Kenapa kenikmatan ini hanya sekejap. Rumah ini belum lunas. Mobil sudah ditangan Alia. Lalu bagaimana nasibku selanjutnya? Teringat uang dua puluh juta itu. Semoga Mega tak menghabiskannya. "Dimana uang dua puluh juta yang ada di dalam brankas?" Ku tatap tajam manik Mega yang dulu selalu membuatku rindu. "Sudah habis untuk beli tas," jawabnya santai seperti tak merasa bersalah. "Tak ada sisanya?""Tinggal lima ratus ribu.""Astaga Mega! Uang segitu banyak kamu habiska
Pov Alvan"Bangun, Mas! Bangun!" teriak Mega tepat di telingaku. Telinga sampai berdenging mendengar suara cempreng istri keduaku itu. Aku buka mata, kepala terasa berdenyut karena mendengar suara Mega. Pusing. Mega menatap tajam sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Pagi-pagi bukan dibuatkan kopi tapi sudah disambut paduan suara. "Bangun, Mas! Ini sudah jam sepuluh dan kamu masih enek-enak tidur!"Aku lihat benda bulat yang menempel di dinding. Memang benar jarum jam sudah menunjukkan angka sepuluh. Aku bangun kesiangan. Aku bangun terlambat bukan karena malas atau ingin bersantai tapi karena aku baru tidur menjelang subuh. Dari semalam Aira rewel dan Mega sama sekali tak perduli. Ia justru pindah ke kamar tamu, meninggalkan aku dan Aira di dalam kamar. Sudah dua hari yang lalu Mbak Ria kupecat. Apa lagi alasannya kalau tidak bisa membayar gaji. Mega sempat protes karena babysitter ku pecat. Karena itulah tugas Mbak Ria ku gantikan. Sempat ingin menolak tapi lagi-lagi Mega m