Share

BAB 7 - HARI PERTAMA BEKERJA

Lagi-lagi tidak ada suara ibu yang membangunkannya pagi ini, rasanya masih sama seperti pagi kemarin. Begitu membuka mata, Anjeli hanya bisa menghela napas.

"Ah, hari ini aku harus mulai bekerja." Anjeli mengusap rambutnya ke belakang. Ia baru ingat jika hari ini adalah hari Senin dan hari pertamanya bekerja di perusahaan Ghatan, anak perusahaan GP Property. "Hari ini dia pasti bekerja juga, apa sudah berangkat ya?"

Namun kala Anjeli keluar dari kamarnya, ia mendengar sesuatu dari arah dapur. Begitu sampai di dapur, hal pertama yang ia lihat adalah punggung Ghatan.

Anjeli mengernyit, jari-jemarinya spontan merapikan rambut yang sedikit berantakan.

"Pak?" ucap Anjeli.

Tepat saat itu juga Ghatan menolehkan kepala dan berjalan ke arah meja seraya membawa sepiring roti panggang dan segelas susu putih.

"Sudah bangun?" tanya Ghatan tanpa menatap Anjeli, ia masih sibuk sendiri.

"Ya..." jawab Anjeli seadanya. Dia cukup bingung sekarang, bahkan tidak tahu harus melakukan apa. Tubuhnya seakan ada yang memeluknya agar dia tidak bisa bergerak. "Aku pikir kau sudah pergi, ternyata masih di sini."

Ghatan memakan satu roti yang tersedia di piring itu, lalu meneguk susu hingga tandas. "Aku akan pergi lebih dulu, sebelum berangkat makan roti ini dan minum segelas air." Setelah mengatakan kalimat tersebut Ghatan menyambar jas miliknya dan pergi melewati Anjeli.

Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Anjeli untuk menjawab perintah itu. Bahkan, Anjeli sulit untuk berpikir jernih saat menyadari jika seorang Ghatan membuatkannya roti panggang untuk sarapan.

"Apa yang aku lihat barusan?" tanyanya pada diri sendiri. "Apa dia baru saja membuatkan ku sarapan?"

Kala Anjeli hendak melangkah menuju meja, Ghatan kembali datang.

"Aku pikir kau tak melupakan syarat yang pernah aku katakan," ujar Ghatan dengan wajah serius. "Meskipun kita adalah suami istri, tetapi di kantor hubungan kita adalah bos dan karyawan." Tatapan matanya sungguh membuat Anjeli ciut. "Kau paham?"

Anjeli mengedipkan matanya dua kali lalu mengangguk paham.

Setelah mengatakan hal tersebut Ghatan pergi.

Pria itu benar-benar tidak ingin pernikahan dengannya diketahui oleh banyak orang. Sikapnya yang menurut Anjeli membingungkan benar-benar membuat Anjeli sakit kepala.

"Ayo, An! Kau pasti bisa melewati hari-hari tak menyenangkan ini," kata Anjeli menyemangati dirinya sendiri. "Semangat, hari-hari dengannya akan segera berlalu!"

Setelah menghabiskan sarapan yang dibuatkan Ghatan ditambah meminum air sesuai perintah Ghatan, Anjeli pergi mandi dan berpakaian rapi untuk pergi ke kantor.

Hari ini Anjeli harus menyiapkan hati.

Begitu sampai di luar apartemen, Anjeli cukup dibuat terkejut kala seorang pria tiba-tiba menuntunnya pergi ke arah sebuah mobil mewah dan membukakan pintu untuknya.

"Silakan nona."

Tentu saja Anjeli tidak langsung masuk ke dalam, ia cukup waspada dan memerhatikan pria itu dengan seksama. Ekspresinya yang jelas menunjukkan sejuta pertanyaan, segera pria itu membuka mulut untuk menjelaskan.

"Pak direktur menyuruh saya untuk mengantar anda ke kantor," jelasnya secara singkat. Tetapi ekspresi yang Anjeli tunjukkan tampak belum puas, membuatnya kembali membuka suara. "Ini perintah dari pak Ghatan, nona."

Anjeli speechless.

Sebenernya apa yang Ghatan inginkan darinya?

***

Ternyata Anjeli disambut cukup baik oleh karyawan lain, bahkan ada beberapa karyawan yang mengetahui bahwa ia dipindahtugaskan dari kantor utama. Dan yang paling membuat Anjeli senang bersama mereka yaitu, mereka tidak banyak bertanya tentang alasan Anjeli pindah ke kantor ini.

Kini Anjeli tengah duduk di depan komputer, sambil celingukan memerhatikan semua orang yang tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Tuk. Tuk.

Seseorang mengetuk kursi Anjeli.

Pria itu tersenyum manis, menatap Anjeli dengan ramah. "Jika ada sesuatu yang tidak dimengerti, anda bisa bertanya pada saya," tuturnya dengan senyuman yang tak lepas dari wajah cerianya. "Jangan malu-malu, andalkan saya saja. Oke?"

Anjeli mengangguk. "Baik, terima kasih."

Namun ternyata tidak sampai di situ, pria itu kembali mendekati Anjeli. "Hm, apa saya boleh minta nomor hp mu?" tanyanya seraya menyodorkan ponselnya.

"Ti-tidak mungkin..."

"Pak Ghatan?"

Kala tangan Anjeli sudah hampir mengambil ponsel pria tersebut, keributan yang dibuat oleh para karyawan membuatnya mengurungkan niat memberikan nomor ponselnya. Atensi Anjeli teralihkan ke arah pintu masuk, di sana seseorang yang membuatkan Anjeli sarapan tengah berjalan menatap tajam ke arahnya.

'Astaga, kenapa pria itu tiba-tiba datang ke sini?'

Anjeli merasa gusar.

'Padahal dia sendiri yang tak ingin hubungan ini diketahui oleh orang-orang.'

"Ya ampun, ada apa anda datang kemari?"

Kepala tim datang menghampiri Ghatan membuat pria itu berhenti sejenak.

"Saya kebetulan lewat," jawab Ghatan tanpa mengubah ekspresi wajahnya. Di kantor pun pria itu tetap terlihat dingin. "Karena waktu makan siang beberapa menit lagi, saya ingin mengajak kalian untuk makan siang bersama."

Semua orang di tim ini langsung heboh kesenangan, terkecuali Anjeli yang merasa tertekan. Apa lagi kala Ghatan menatap Anjeli cukup lama, dengan senyuman yang tak pernah ia tunjukkan pada dirinya di rumah.

"Anjeli," sebut Ghatan dengan nada suara ramah. "Apa ada kesulitan di hari pertamamu bekerja?"

"Ti-tidak, Pak." Rasanya Anjeli kesulitan untuk mengeluarkan suara. "Semuanya berjalan lancar."

"Baguslah kalau begitu," katanya kemudian ia pamit untuk pergi.

Beberapa detik Ghatan keluar dari ruangan, Anjeli menyusul Ghatan dengan alasan akan pergi ke toilet. Ia berjalan terburu-buru karena tidak ingin kehilangan Ghatan, tapi ternyata pria itu sedang berdiri di depan pintu ruangan dengan tangan disilangkan di depan dada.

Tampaknya pria ini memang sengaja menunggu Anjeli keluar dari ruangan.

"Bukannya anda tak ingin ada yang tahu tentang hubungan kita? Tapi kenapa anda menemui saya?" Anjeli langsung menanyai Ghatan tanpa basa-basi. Meski begitu Anjeli terus menatap sekeliling dengan waspada, dia tidak ingin ada orang lain yang melihatnya.

Dengan santai Ghatan menjawab, "Anggap saja tadi itu adalah sapaan bos terhadap karyawan barunya. Di sini kau harus bersikap sopan pada saya, layaknya seorang karyawan kepada bosnya." Ghatan menatap Anjeli yang hanya diam saja. "Kenapa masih di sini? Tidak melanjutkan pekerjaan mu?"

Dan saat itu juga Anjeli tersadar. Perkataan Ghatan memang benar, seharusnya dia tetap di dalam dan tak mengejar pria ini.

"Baik Pak," jawab Anjeli patuh lalu ia kembali ke dalam.

Untuk saat ini saja Anjeli akan mengalah, dia tahu posisinya di sini. Namun sebelum Anjeli kembali ke mejanya, Ghatan justru menahan lengan Anjeli. Membuat Anjeli otomatis menjauh.

"Tunggu." Tahan Ghatan. "Apa orang-orang di sana mengganggumu?"

"Eh?"

"Jangan beri nomormu pada siapapun," Ghatan memberikan sebuah ponsel. "Pakai ini, ini ponsel khusus untuk bekerja. Pisahkan antara pekerjaan dan urusan pribadi." Kemudian Ghatan pergi meninggalkan Anjeli tanpa pamit.

Sementara Anjeli menatap ponsel pemberian Ghatan dengan otak yang masih mencerna semua kata yang keluar dari mulut pria itu.

"Aneh..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status