Home / Romansa / Satu Atap Dengan Bos / BAB 7 - HARI PERTAMA BEKERJA

Share

BAB 7 - HARI PERTAMA BEKERJA

Author: Najesa
last update Last Updated: 2024-01-02 00:30:56

Lagi-lagi tidak ada suara ibu yang membangunkannya pagi ini, rasanya masih sama seperti pagi kemarin. Begitu membuka mata, Anjeli hanya bisa menghela napas.

"Ah, hari ini aku harus mulai bekerja." Anjeli mengusap rambutnya ke belakang. Ia baru ingat jika hari ini adalah hari Senin dan hari pertamanya bekerja di perusahaan Ghatan, anak perusahaan GP Property. "Hari ini dia pasti bekerja juga, apa sudah berangkat ya?"

Namun kala Anjeli keluar dari kamarnya, ia mendengar sesuatu dari arah dapur. Begitu sampai di dapur, hal pertama yang ia lihat adalah punggung Ghatan.

Anjeli mengernyit, jari-jemarinya spontan merapikan rambut yang sedikit berantakan.

"Pak?" ucap Anjeli.

Tepat saat itu juga Ghatan menolehkan kepala dan berjalan ke arah meja seraya membawa sepiring roti panggang dan segelas susu putih.

"Sudah bangun?" tanya Ghatan tanpa menatap Anjeli, ia masih sibuk sendiri.

"Ya..." jawab Anjeli seadanya. Dia cukup bingung sekarang, bahkan tidak tahu harus melakukan apa. Tubuhnya seakan ada yang memeluknya agar dia tidak bisa bergerak. "Aku pikir kau sudah pergi, ternyata masih di sini."

Ghatan memakan satu roti yang tersedia di piring itu, lalu meneguk susu hingga tandas. "Aku akan pergi lebih dulu, sebelum berangkat makan roti ini dan minum segelas air." Setelah mengatakan kalimat tersebut Ghatan menyambar jas miliknya dan pergi melewati Anjeli.

Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Anjeli untuk menjawab perintah itu. Bahkan, Anjeli sulit untuk berpikir jernih saat menyadari jika seorang Ghatan membuatkannya roti panggang untuk sarapan.

"Apa yang aku lihat barusan?" tanyanya pada diri sendiri. "Apa dia baru saja membuatkan ku sarapan?"

Kala Anjeli hendak melangkah menuju meja, Ghatan kembali datang.

"Aku pikir kau tak melupakan syarat yang pernah aku katakan," ujar Ghatan dengan wajah serius. "Meskipun kita adalah suami istri, tetapi di kantor hubungan kita adalah bos dan karyawan." Tatapan matanya sungguh membuat Anjeli ciut. "Kau paham?"

Anjeli mengedipkan matanya dua kali lalu mengangguk paham.

Setelah mengatakan hal tersebut Ghatan pergi.

Pria itu benar-benar tidak ingin pernikahan dengannya diketahui oleh banyak orang. Sikapnya yang menurut Anjeli membingungkan benar-benar membuat Anjeli sakit kepala.

"Ayo, An! Kau pasti bisa melewati hari-hari tak menyenangkan ini," kata Anjeli menyemangati dirinya sendiri. "Semangat, hari-hari dengannya akan segera berlalu!"

Setelah menghabiskan sarapan yang dibuatkan Ghatan ditambah meminum air sesuai perintah Ghatan, Anjeli pergi mandi dan berpakaian rapi untuk pergi ke kantor.

Hari ini Anjeli harus menyiapkan hati.

Begitu sampai di luar apartemen, Anjeli cukup dibuat terkejut kala seorang pria tiba-tiba menuntunnya pergi ke arah sebuah mobil mewah dan membukakan pintu untuknya.

"Silakan nona."

Tentu saja Anjeli tidak langsung masuk ke dalam, ia cukup waspada dan memerhatikan pria itu dengan seksama. Ekspresinya yang jelas menunjukkan sejuta pertanyaan, segera pria itu membuka mulut untuk menjelaskan.

"Pak direktur menyuruh saya untuk mengantar anda ke kantor," jelasnya secara singkat. Tetapi ekspresi yang Anjeli tunjukkan tampak belum puas, membuatnya kembali membuka suara. "Ini perintah dari pak Ghatan, nona."

Anjeli speechless.

Sebenernya apa yang Ghatan inginkan darinya?

***

Ternyata Anjeli disambut cukup baik oleh karyawan lain, bahkan ada beberapa karyawan yang mengetahui bahwa ia dipindahtugaskan dari kantor utama. Dan yang paling membuat Anjeli senang bersama mereka yaitu, mereka tidak banyak bertanya tentang alasan Anjeli pindah ke kantor ini.

Kini Anjeli tengah duduk di depan komputer, sambil celingukan memerhatikan semua orang yang tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Tuk. Tuk.

Seseorang mengetuk kursi Anjeli.

Pria itu tersenyum manis, menatap Anjeli dengan ramah. "Jika ada sesuatu yang tidak dimengerti, anda bisa bertanya pada saya," tuturnya dengan senyuman yang tak lepas dari wajah cerianya. "Jangan malu-malu, andalkan saya saja. Oke?"

Anjeli mengangguk. "Baik, terima kasih."

Namun ternyata tidak sampai di situ, pria itu kembali mendekati Anjeli. "Hm, apa saya boleh minta nomor hp mu?" tanyanya seraya menyodorkan ponselnya.

"Ti-tidak mungkin..."

"Pak Ghatan?"

Kala tangan Anjeli sudah hampir mengambil ponsel pria tersebut, keributan yang dibuat oleh para karyawan membuatnya mengurungkan niat memberikan nomor ponselnya. Atensi Anjeli teralihkan ke arah pintu masuk, di sana seseorang yang membuatkan Anjeli sarapan tengah berjalan menatap tajam ke arahnya.

'Astaga, kenapa pria itu tiba-tiba datang ke sini?'

Anjeli merasa gusar.

'Padahal dia sendiri yang tak ingin hubungan ini diketahui oleh orang-orang.'

"Ya ampun, ada apa anda datang kemari?"

Kepala tim datang menghampiri Ghatan membuat pria itu berhenti sejenak.

"Saya kebetulan lewat," jawab Ghatan tanpa mengubah ekspresi wajahnya. Di kantor pun pria itu tetap terlihat dingin. "Karena waktu makan siang beberapa menit lagi, saya ingin mengajak kalian untuk makan siang bersama."

Semua orang di tim ini langsung heboh kesenangan, terkecuali Anjeli yang merasa tertekan. Apa lagi kala Ghatan menatap Anjeli cukup lama, dengan senyuman yang tak pernah ia tunjukkan pada dirinya di rumah.

"Anjeli," sebut Ghatan dengan nada suara ramah. "Apa ada kesulitan di hari pertamamu bekerja?"

"Ti-tidak, Pak." Rasanya Anjeli kesulitan untuk mengeluarkan suara. "Semuanya berjalan lancar."

"Baguslah kalau begitu," katanya kemudian ia pamit untuk pergi.

Beberapa detik Ghatan keluar dari ruangan, Anjeli menyusul Ghatan dengan alasan akan pergi ke toilet. Ia berjalan terburu-buru karena tidak ingin kehilangan Ghatan, tapi ternyata pria itu sedang berdiri di depan pintu ruangan dengan tangan disilangkan di depan dada.

Tampaknya pria ini memang sengaja menunggu Anjeli keluar dari ruangan.

"Bukannya anda tak ingin ada yang tahu tentang hubungan kita? Tapi kenapa anda menemui saya?" Anjeli langsung menanyai Ghatan tanpa basa-basi. Meski begitu Anjeli terus menatap sekeliling dengan waspada, dia tidak ingin ada orang lain yang melihatnya.

Dengan santai Ghatan menjawab, "Anggap saja tadi itu adalah sapaan bos terhadap karyawan barunya. Di sini kau harus bersikap sopan pada saya, layaknya seorang karyawan kepada bosnya." Ghatan menatap Anjeli yang hanya diam saja. "Kenapa masih di sini? Tidak melanjutkan pekerjaan mu?"

Dan saat itu juga Anjeli tersadar. Perkataan Ghatan memang benar, seharusnya dia tetap di dalam dan tak mengejar pria ini.

"Baik Pak," jawab Anjeli patuh lalu ia kembali ke dalam.

Untuk saat ini saja Anjeli akan mengalah, dia tahu posisinya di sini. Namun sebelum Anjeli kembali ke mejanya, Ghatan justru menahan lengan Anjeli. Membuat Anjeli otomatis menjauh.

"Tunggu." Tahan Ghatan. "Apa orang-orang di sana mengganggumu?"

"Eh?"

"Jangan beri nomormu pada siapapun," Ghatan memberikan sebuah ponsel. "Pakai ini, ini ponsel khusus untuk bekerja. Pisahkan antara pekerjaan dan urusan pribadi." Kemudian Ghatan pergi meninggalkan Anjeli tanpa pamit.

Sementara Anjeli menatap ponsel pemberian Ghatan dengan otak yang masih mencerna semua kata yang keluar dari mulut pria itu.

"Aneh..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 33 - TIDAK AKAN MENYERAH

    "Hm?" Anjeli mengernyitkan keningnya begitu menyadari sesuatu. "Sepertinya ada sesuatu di wajahku," katanya seraya mengeluarkan ponsel dan membuka aplikasi kamera. Anjeli mengangkat ponselnya dan menatap wajahnya di sana, berlagak seakan tengah menyingkirkan sesuatu dari wajahnya. Padahal ada sesuatu yang ingin ia pastikan, semenjak keluar dari kantor akan menemui Bas, Anjeli merasa ada yang mengikutinya. "Ternyata ada sesuatu di mataku, pantas saja seperti ada yang menghalangi pandanganku." Anjeli sengaja menabrak orang yang baru saja keluar dari toko pakaian. "Maaf-maaf ... aku akan lebih berhati-hati." Anjeli menoleh ke belakang dan sesuai dugaannya, orang yang mengikutinya tampak bersembunyi dan ini kesempatan Anjeli untuk menghilangkan jejak. Ia memutuskan untuk masuk ke toko pakaian, mengambil baju dan topi lantas mengganti pakaiannya. Setelah Anjeli mengganti pakaian, orang itu tampak kebingungan dan tak lagi mengikutinya. "Siapa orang itu?" ujar Anjeli bertanya-tanya.

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 32 - AKU BUKAN BONEKAMU

    "Apa-apaan penampilanmu ini?" Suara kencang sang ayah membuat wanita yang kini tengah duduk di sofa itu memejamkan matanya. Ekspresinya seolah tak peduli pada respon sang ayah mengenai dirinya. "Jangan coba-coba untuk berontak, Karina." Karina memutar bola matanya malas. Dengan penampilan yang berubah 180 derajat, tentu saja membuat Tama terkejut dan tak terima. Putri yang selalu ia banggakan kini berani membangkangnya, melawan setiap ucapannya, dan bersikap tidak sopan. Jaket kulit berwarna hitam yang Karina pakai seakan membuat mata Tama sakit. Ditambah celana jeans ketat menambah kesan tomboy pada karakter Karina yang awalnya anggun bak putri kerajaan. "Kemana pakaian pink-pink mu itu, Karina?" tanya Tama dengan kedua tangan disimpan di sisi pinggangnya. "Apa kau ingin menjadi bahan perbincangan orang-orang di kantor ini?" Karina menghela napas, lantas mengeluarkan sesuatu dan berhasil meningkatkan emosi Tama saat ini juga. "KARINA! DARI MANA ROKOK ELEKTRIK ITU!?" Kar

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 31 - SESEORANG YANG KACAU

    Anjeli sudah kembali ke kantor dan sekarang ia berjalan menuju lift untuk pergi ke ruangannya. Dari jauh Anjeli dapat melihat banyak orang menunggu di depan lift membuatnya sedikit menghela napas. "Apa aku harus berdesakan di dalam lift?" keluh Anjeli. "Kenapa disaat seperti ini banyak orang yang ingin naik lift, sih?" Begitu tiba saatnya Anjeli masuk ke dalam, seseorang membuat kakinya berhenti melangkah. Tatapan pria itu membuat Anjeli diam layaknya patung, hingga pria yang tak lain adalah bosnya itu tersenyum lebih dulu kepadanya. "Apa kau tidak akan masuk?" tanyanya. "Eh?" Anjeli linglung beberapa saat. "Selamat siang, Pak." Anjeli sedikit membungkukkan tubuhnya dan tersenyum kecil. "Silakan anda masuk lebih dulu." "An—" Ghatan seakan ingin menarik tangan Anjeli dan mengajaknya berbicara, tetapi tiba-tiba banyak pegawai datang dan masuk ke dalam lift dengan terburu-buru. Dalam sekejap para pegawai itu memenuhi ruang lift. Jarak jauh diantara dirinya dengan Anjeli membua

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 30 - SEBUAH KEBOHONGAN

    Anjeli menatap datar ponselnya, lantas ia memasukannya ke dalam saku celana. Setelah Pak Hans datang membawakan makanan untuknya, Anjeli mendapat pesan dari Ghatan tetapi ia tak berniat membalasnya. Semua orang tampak bingung mengapa bosnya itu hanya memberi makanan kepada satu karyawannya saja, dan itu adalah karyawan baru dibandingkan dengan karyawan lain yang sudah lama bekerja di perusahaan ini. Sophia menatap paper bag yang Anjeli pegang, lalu ia menatap Pak Hans dengan sedikit kerutan di dahinya. "Sebenarnya aku penasaran tentang pertunangan pak Ghatan dengan putri CEO Perusahaan TK itu," kata Sophia terus mendekati Pak Hans. "Kapan mereka akan melakukan pesta pertunangannya?" Pak Hans diam tak langsung menjawab. Namun ketika mulutnya sudah terbuka akan menjawab pertanyaan itu, Leon yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya sedikit berseru membuat semua pasang mata beralih ke arahnya. "Wah, bagaimana bisa semua artikel tentang pertunangan itu hilang semuanya?" Leon mendec

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 29 - TEPATI JANJI ANDA

    Ghatan menggendong Anjeli yang tak sadarkan diri untuk dipindahkan ke tempat tidur. Baru saja beberapa langkah Anjeli membuatnya sedikit resah, dalam keadaan mabuk Anjeli meraba dadanya dan terus melenguh. "Ngh, k-kau..." Ghatan berhasil membaringkan Anjeli di kasur dan menyelimuti istrinya itu, tetapi usahanya sia-sia karena Anjeli menyibaknya dengan kasar. "Ugh ... panas!" Anjeli menggumam, keningnya dipenuhi oleh keringat. "Kenapa kau minum banyak sekali, sih?" Ghatan sedikit kesal mengingat isi botol alkohol tersisa setengahnya lagi. "Jika kau sudah tahu tentang pertunangan itu kenapa tidak marah padaku?" tanya Ghatan frustrasi. "Lebih baik kau marah padaku daripada bersikap seperti ini, An." Ghatan duduk di pinggir kasur, memandangi wajah penuh keringat itu. Tangannya menjulur lalu mengusap keringat di pelipis Anjeli, perlahan ia usap lembut surai legam itu. Ghatan terus memerhatikan wajah Anjeli, tanpa merasa bosan ia usap surai itu dengan penuh perasaan. Namun kala

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 28 - SALAH MENILAI

    Ghatan pulang ke apartemen dengan panik, begitu masuk ke dalam hal pertama yang dicari adalah keberadaan Anjeli dan sedikit tenang saat melihat Anjeli sedang menonton tv. Dia bernapas lega, memandang lurus punggung itu. Perlahan Ghatan mendekati Anjeli. Duduk di samping Anjeli, meraih tangan Anjeli lalu menggenggamnya. Anjeli tidak merespon, bahkan kedua matanya lurus ke depan tak menoleh ke arah Ghatan. Dia pasrah setiap Ghatan melakukan apa pun kepadanya. Saat Anjeli merasa wajah Ghatan mendekati wajahnya, ia langsung menoleh dan bertanya, "Sudah pulang?" Sambil tersenyum seakan tidak ada berita yang terdengar ke telinganya. Ghatan menjauhkan wajahnya dan menatap Anjeli heran. "Aku ingin menghubungi mu tapi aku lupa menyimpan ponsel, jadi aku menunggumu di sini." Setelah mendengar laporan itu Ghatan merasa tenang. Rupanya Anjeli tidak melihat ponselnya, berarti berita pertunangannya dengan Karina belum Anjeli ketahui. Ghatan tahu Gama menyebar berita pertunangan itu. Men

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 27 - ISTRI GHATAN PRAJANATA

    "Aku mencintaimu, An." Bayang-bayang wajah Ghatan dan suaranya terngiang di kepala Anjeli. Ungkapan cintanya beberapa waktu lalu pupus begitu saja, seolah hanya sebuah kalimat penenang bagi Anjeli di saat itu. Setelah mendapat kabar bahwa Ghatan akan bertunangan dengan putri pemilik perusahaan TK, semua harapan Anjeli terhadap Ghatan pupus sudah. Anjeli menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Tatapan kosongnya lurus ke depan, perasaannya tak dimengerti sampai-sampai Anjeli tak tahu harus berekspresi seperti apa. "Hah...." Anjeli menaruh ponselnya begitu saja di sofa dan beranjak dari sofa pergi menuju kamar. "Sepertinya aku harus mencari udara segar," gumamnya setelah memakai mantel lantas pergi keluar apartemen. Langkahnya terlihat gontai, tatapannya kosong layaknya orang tak memiliki tujuan hidup. Anjeli terus menunduk selama perjalanan keluar dari apartemen. "Hah, sial...." Entah sudah berapa kali Anjeli menghela napasnya. Saat pintu lift terbuka kepalanya tera

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 26 - TIDAK PANTAS DENGANNYA

    Pergi ke toilet adalah alasan Karina agar ia bisa mengejar Ghatan. Rupanya Ghatan pun bukan pergi ke toilet, pria itu berbelok ke arah tangga menunju rooftop. Karina tak memanggilnya, ia mengikuti Ghatan dari belakang dan melihat pria itu berhenti di pagar pembatas. Perlahan Karina mendekati Ghatan. "Kenapa anda mengikuti saya?" Suara dingin Ghatan terdengar sebelum Karina sampai di sampingnya. Pria itu mengatakan hal tersebut tanpa membalikan tubuh seakan tahu jika Karina sudah mengikutinya sejak tadi. "Saya menolak pertunangan itu." Karina tersenyum. Sekarang dia sudah berdiri di samping Ghatan sembari menikmati pemandangan kota di malam hari. Angin yang cukup kencang mengombang-ambing rambutnya. Tak menghiraukan perkataan Ghatan perihal pertunangan, justru Karina lebih tertarik memerhatikan ekspresi wajah itu. Raut wajah yang tak bisa menyembunyikan sebanyak apa masalah yang sedang dipikirkan, Ghatan terlalu ketara menunjukkannya. "Bagaimana kalau kau menyetujuinya untuk

  • Satu Atap Dengan Bos   BAB 25 - PERJODOHAN

    Cekrek! Ghatan menoleh dengan cepat ke arah suara kamera yang didengarnya. Menyadari itu Anjeli menatap Ghatan bingung, ia mengernyitkan kening dan ikut mengarahkan pandangan kemana arah mata Ghatan. "Ada apa?" tanya Anjeli setelah memastikan bahwa tidak ada hal aneh di sana. "Apa ada sesuatu? Atau kau ingin kembali ke ruangan tuan Prajanata?" Ghatan diam sejenak, mata datarnya menatap Anjeli beberapa detik sampai Anjeli merasa suhu disekitarnya sedikit panas. Kala Anjeli mulai salah tingkah ia baru membuka mulutnya. "Tidak ada, sekarang kau pulanglah tanpaku." "Baiklah," jawabnya tanpa bertanya mengapa Ghatan tak pergi bersamanya. Ketika Anjeli akan melangkah, kakinya kembali terhenti karena melihat Ghatan hanya diam sembari memperhatikannya. "Kenapa kau diam?" "Aku akan menyusul mu nanti," jawab Ghatan. "Jangan pergi kemanapun, kau harus tetap di rumah." Mendengar itu Anjeli sedikit kesal. "Baiklah," sahutnya setengah hati. Lantas ia pergi tanpa berpamitan pada Ghatan. R

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status