Dua puluh lima tahun Anjeli hidup bersama keluarganya dibawah kendali keluarga besar Prajanata, akhirnya ia bisa merasakan udara bebas setelah meninggalkan kediaman Prajanata yang begitu menyesakkan. Namun bukannya menghirup udara bebas, justru Anjeli ditumpahkan segala masalah oleh keluarganya sendiri. Takdir seolah mempermainkannya, kondisi yang mendesak membuatnya harus menerima kenyataan jika ia akan menikah dengan tuan muda Prajanata demi melunasi utang keluarganya. Ghatan, pewaris tunggal Prajanata Group yang terkenal kejam. Bagaimana Anjeli menjalani hidupnya di sebuah rumah bersama pria yang tak lain adalah bosnya sendiri?
Voir plusBrak!
Pintu ruangan Presdir GP Property dibuka dengan keras membuat sang pemilik ruangan spontan mengangkat kepala, kening yang berkerut menandakan ia marah dan tak terima dengan sikap lancang karyawannya. "Ada apa ini?" tanyanya dengan nada dingin, memandang tajam sang karyawan seakan siap memecatnya sekarang juga. Seolah tidak peduli dengan tatapan itu, karyawan yang berhasil menerobos masuk ke dalam ruangan Presdir meskipun sudah ditahan berakhir berdiri tepat di depan meja kebesaran bosnya. "Pak, apa maksud dari semua ini?" tanyanya seraya menyimpan secarik kertas di atas meja. "Apa bapak ingin mempermainkan saya di sini, dengan memotong setengah gaji saya untuk membayar utang orang tua saya?" Pak Presdir—Gama langsung mengalihkan pandangan ke sembarang arah. "Hm, tanyakan langsung pada pimpinan, saya tidak tahu apa-apa." "Pak!" Anjeli sudah menahan rasa kesalnya sejak tadi. "Bagaimana bisa saya percaya pada ucapan bapak? Sementara ini pimpinan sedang terbaring di rumah sakit karena koma!" Seketika Gama berdiri dari duduknya, mengebrak meja dan menatap Anjeli penuh peringatan. "Jaga ucapanmu," bisik Gama kemudian berjalan tenang ke arah pintu yang terbuka lebar dimana para karyawan lain tengah menyaksikan keributan ini. "Huh, apa anda sedang menyembunyikan keadaan pimpinan dari semua orang?" Anjeli mengernyit, tetapi kemudian menggeleng. "Saya tidak peduli, saya hanya ingin kejelasan tentang kontrak tersebut." Tunjuknya ke arah kertas itu lagi. "Uh! Dasar anak kecil! Seharusnya kau bersyukur karena dapat pekerjaan setelah lulus kuliah." Gama menatap Anjeli kesal. "Dapat pekerjaan di perusahaan ini saja sudah sebuah keuntungan untukmu. Alih-alih protes tentang gajimu, lebih baik berterima kasih karena telah mempekerjakan mu di perusahaan ini." Perusahaan dengan reputasi nomor satu di negeri ini. GP Property. Bekerja di perusahaan ini adalah sebuah keuntungan yang harus Anjeli syukuri. Jika bukan karena Gama mungkin sekarang Anjeli sedang mencari-cari pekerjaan itu. Mendapat pekerjaan di era ini tentu tidak mudah, apalagi untuk orang seperti Anjeli yang tidak punya apa-apa. Beruntung Anjeli bisa langsung bekerja setelah lulus kuliah, berkat Presdir, bos orang tuanya yang sudah bekerja di bawahnya selama puluhan tahun. Namun tetap saja, Anjeli merasa tidak adil dan dipermainkan jika kontrak kerjanya hanya disetujui oleh sebelah pihak. "Tapi ini tidak adil untuk saya!" "Jadi sekarang kau sedang membicarakan keadilan?" Gama berjalan ke arah kursinya lalu duduk kembali di sana. "Karena kau sudah besar, maka tugasmu sekarang adalah membalas budi orang tuamu." Mata Anjeli membulat, "Apa maksud anda?" Sebelum memberi jawabannya, Gama memanggil bawahannya untuk masuk ke dalam dan membawa Anjeli pergi dari sini. Namun, bukan bawahan Gama yang masuk ke dalam ruangan ini melainkan sosok pria jangkung dengan setelan jas berwarna biru tua dengan garis wajahnya yang tegas. Pria itu adalah pewaris tunggal GP Property, cucu satu-satunya yang akan mewarisi perusahaan nomor satu di negeri ini. Seseorang yang unggul, dengan kecerdasan dan kemampuan yang menonjol. Sosok pria yang didambakan oleh banyak wanita. Ghatan Prajanata. Dia berhenti tepat di ambang pintu begitu matanya menangkap keberadaan Anjeli. Sebelah tangannya terangkat, menahan bawahan Gama yang hendak menarik Anjeli keluar dari ruangan ini. "Jangan biarkan siapapun masuk ke dalam sini." Suaranya begitu dingin, siapa pun yang mendengarnya tidak akan berani membantah. "Tapi—baik, tuan muda." Pria itu menundukkan kepala, lantas menutup pintu setelah Ghatan melangkahkan kaki ke dalam. "Ternyata sedang ada masalah kecil di sini," ucap Ghatan seraya menoleh ke arah Anjeli yang masih setia berdiri di hadapan Pak Presdir. "Ayah, ada sesuatu yang ingin aku katakan tentang perjodohan dengan putri perusahaan TK." Tatapan Gama membuat Ghatan menarik sebelah sudut bibirnya. "Ah, apa aku mengatakannya di waktu yang tidak tepat?" Lalu ia tersenyum penuh makna ke arah Anjeli yang kini tidak bisa bergerak sedikit pun. "Tapi aku ingin mengatakannya sekarang." Tidak ada yang bisa menghentikan anak keras kepala sekalipun itu adalah ayahnya sendiri, dan itu yang Gama rasakan sekarang. "Cukup disitu Ghatan, jangan membuatku bertambah marah karena masalahmu." "Aku ingin membatalkan perjodohan itu." Ghatan tampak puas setelah mengatakan kalimat yang berhasil membuat urat-urat sang ayah menonjol. "Apa kau gila!?" Seperti sudah menebak apa yang akan ayahnya katakan, Ghatan hanya bersikap santai seperti tidak mendengar apa pun. "Jangan membuat ulah, aku sudah pusing dengan masalah lain," ujarnya seraya melirik Anjeli. "Jika tidak ada yang ingin kaukatakan lagi cepat pergi." Gama mengurut kepalanya dan memejamkan mata menahan emosi. Namun tidak sampai di situ, Ghatan kembali membuat pembuluh darah Gama naik. "Aku tidak ingin melakukan pernikahan bisnis." Kali ini wajahnya tampak lebih serius. "Dan satu lagi, aku akan menikah dengan wanita lain." Dan saat itu juga Anjeli bersitatap dengan Ghatan, hanya sedetik. Karena Anjeli langsung memalingkan wajahnya dari senyuman mengerikan itu. Senyuman yang seolah-olah akan membawa masalah jika Anjeli terus menatapnya. 'Mengapa dia terus menatapku seperti itu?' "GHATAN!" teriak Gama murka. Menatap Ghatan mematikan. Tepat saat Gama berteriak, para pengawal Ghatan yang sengaja disiapkan di luar ruangan masuk bersamaan. Melindungi Ghatan sebelum Gama melayangkan benda tajam ke arah anaknya sendiri. "ARGH! SIALAN!" teriak Gama sambil terus berontak. "LEPASKAN AKU! JANGAN IKUT CAMPUR KALIAN PARA TIKUS!" Anjeli syok. "A-apa-apaan ini?" Dia ternganga di tempatnya tak mampu untuk bergerak jika seseorang tidak menyadarkannya. "An, ayo keluar dari sini." Dengan pikiran yang melayang entah kemana, Anjeli pasrah saat tangannya ditarik oleh sekretaris pelaksana yang bertugas untuk Gama. Hal terakhir yang Anjeli lihat sebelum pintu itu kembali tertutup adalah punggung lebar milik putra mahkota Prajanata. Saat tiba di luar ruangan, Anjeli menatap sekretaris itu dengan penuh pertanyaan. "Apa yang terjadi antara pak Gama dengan putranya?" Namun bukannya menjawab pertanyaan Anjeli, sekretaris—Sena—membawa Anjeli keluar dari kantor dengan ekspresi wajah gusar. "Ada yang harus aku sampaikan padamu." *** "Ini rincian utang orang tuamu yang harus kaubayar selama masa kontrakmu di perusahaan habis." Anjeli menatap map berwarna merah itu dengan pikiran kosong, dia tidak habis pikir dengan pria tua bernama Gama yang adalah bos orang tuanya selama puluhan tahun. Anjeli tertawa miris menyadari betapa lucunya takdir mempermainkannya seperti ini. "Memangnya orang tuaku melakukan apa sampai memiliki utang sebanyak itu?" Dia bertanya pada dirinya sendiri, tetapi sepertinya Sena menganggap pertanyaan itu ditanyakan kepadanya. "Yuan, ayahmu itu adalah penjudi. Karena selalu kalah dalam permainan dia meminjam uang ke rentenir untung membayar utang-utangnya. Selain itu, biaya sekolahmu dan kakakmu ditanggung oleh Prajanata. Belum lagi biaya hidup keluargamu." Jawaban Sena yang tak Anjeli inginkan keluar dengan lancar seperti dijelaskan oleh sebuah robot, dan itu berhasil membuat Anjeli kembali mematung. Apa mungkin hidup Anjeli akan hancur begitu saja? Dia pikir setelah lulus kuliah dan mendapat pekerjaan hidupnya akan berjalan normal, tidak menyusahkan orang tuanya dan bisa membantu keluarganya. Namun apa yang baru saja Anjeli hadapi? Ia harus membayar utang-utang orang tuanya kepada perusahaan Prajanata. Dipikirkan sekeras apa pun, Anjeli merasa ini tidak benar. "Apa mereka sedang mempermainkanku?" Rasanya seperti ada yang tidak beres. "Apa semua itu bisa disebut utang? Biaya sekolah? Biaya hidup? Hahaha, lucu sekali." Dijatuhi masalah bertubi-tubi, Anjeli tidak dapat berpikir dengan baik. "Ha-ha-ha, jangan-jangan selama aku menginjak lantai kediaman Prajanata juga dihitung sebagai utang." Dia sudah putus asa. Untuk apa Anjeli bekerja di bawah pimpinan Prajanata? Dada Anjeli naik turun, rasanya sesak sampai ingin mati. Gama. Bos orang tuanya yang sangat licik, kejam, dan tidak punya rasa kemanusiaan. Dia rela melakukan apa pun demi kekuasaan. Hal yang paling disenanginya adalah ketika ia bisa mengendalikan hidup orang sepenuhnya, membuat hidup orang sengsara bak tinggal di neraka dunia. Anjeli tahu betul bagaimana tabiat busuk pria tua itu. Bagaimana dia melihat Gama akan melempar guci ke arah Ghatan saja sudah ditebak jika dia memang pria gila. "An..." Sena menatap Anjeli iba. "Bersabarlah, mungkin ini memang jalan yang terbaik untukmu." Anjeli menatap Sena dengan sorot berkaca-kaca. "Selama bertahun-tahun orang tuaku bekerja di bawah Prajanata, apa itu masih kurang untuk membayar utang-utangnya?" Selama ini hidup Anjeli dan keluarganya baik-baik saja, bahkan mereka memberi kesejahteraan bagi para pekerjanya. Ibu yang adalah seorang pelayan di rumah utama Prajanata tampak tidak memiliki beban apa pun. Dan ayah yang adalah sopir pribadi Gama selalu tersenyum seolah hidupnya berjalan lancar. "Kak Sena, aku harus apa?" tanya Anjeli bingung. "Apa aku harus tetap bekerja sebagai mesin pembayar utang di bawah kekuasaan Prajanata?" Apa senyuman kedua orang tuanya selama ini palsu? "Apa kau ingin lepas dari jerat ayahku?" Suara berat seseorang berhasil membuat Anjeli dan Sena menoleh ke sumber suara. Pria yang Anjeli lihat beberapa waktu lalu di ruangan pak Presdir, terlihat sedikit berbeda dengan luka gores di keningnya. "Pa-pak Ghatan?" "Menikahlah denganku.""Hm?" Anjeli mengernyitkan keningnya begitu menyadari sesuatu. "Sepertinya ada sesuatu di wajahku," katanya seraya mengeluarkan ponsel dan membuka aplikasi kamera. Anjeli mengangkat ponselnya dan menatap wajahnya di sana, berlagak seakan tengah menyingkirkan sesuatu dari wajahnya. Padahal ada sesuatu yang ingin ia pastikan, semenjak keluar dari kantor akan menemui Bas, Anjeli merasa ada yang mengikutinya. "Ternyata ada sesuatu di mataku, pantas saja seperti ada yang menghalangi pandanganku." Anjeli sengaja menabrak orang yang baru saja keluar dari toko pakaian. "Maaf-maaf ... aku akan lebih berhati-hati." Anjeli menoleh ke belakang dan sesuai dugaannya, orang yang mengikutinya tampak bersembunyi dan ini kesempatan Anjeli untuk menghilangkan jejak. Ia memutuskan untuk masuk ke toko pakaian, mengambil baju dan topi lantas mengganti pakaiannya. Setelah Anjeli mengganti pakaian, orang itu tampak kebingungan dan tak lagi mengikutinya. "Siapa orang itu?" ujar Anjeli bertanya-tanya.
"Apa-apaan penampilanmu ini?" Suara kencang sang ayah membuat wanita yang kini tengah duduk di sofa itu memejamkan matanya. Ekspresinya seolah tak peduli pada respon sang ayah mengenai dirinya. "Jangan coba-coba untuk berontak, Karina." Karina memutar bola matanya malas. Dengan penampilan yang berubah 180 derajat, tentu saja membuat Tama terkejut dan tak terima. Putri yang selalu ia banggakan kini berani membangkangnya, melawan setiap ucapannya, dan bersikap tidak sopan. Jaket kulit berwarna hitam yang Karina pakai seakan membuat mata Tama sakit. Ditambah celana jeans ketat menambah kesan tomboy pada karakter Karina yang awalnya anggun bak putri kerajaan. "Kemana pakaian pink-pink mu itu, Karina?" tanya Tama dengan kedua tangan disimpan di sisi pinggangnya. "Apa kau ingin menjadi bahan perbincangan orang-orang di kantor ini?" Karina menghela napas, lantas mengeluarkan sesuatu dan berhasil meningkatkan emosi Tama saat ini juga. "KARINA! DARI MANA ROKOK ELEKTRIK ITU!?" Kar
Anjeli sudah kembali ke kantor dan sekarang ia berjalan menuju lift untuk pergi ke ruangannya. Dari jauh Anjeli dapat melihat banyak orang menunggu di depan lift membuatnya sedikit menghela napas. "Apa aku harus berdesakan di dalam lift?" keluh Anjeli. "Kenapa disaat seperti ini banyak orang yang ingin naik lift, sih?" Begitu tiba saatnya Anjeli masuk ke dalam, seseorang membuat kakinya berhenti melangkah. Tatapan pria itu membuat Anjeli diam layaknya patung, hingga pria yang tak lain adalah bosnya itu tersenyum lebih dulu kepadanya. "Apa kau tidak akan masuk?" tanyanya. "Eh?" Anjeli linglung beberapa saat. "Selamat siang, Pak." Anjeli sedikit membungkukkan tubuhnya dan tersenyum kecil. "Silakan anda masuk lebih dulu." "An—" Ghatan seakan ingin menarik tangan Anjeli dan mengajaknya berbicara, tetapi tiba-tiba banyak pegawai datang dan masuk ke dalam lift dengan terburu-buru. Dalam sekejap para pegawai itu memenuhi ruang lift. Jarak jauh diantara dirinya dengan Anjeli membua
Anjeli menatap datar ponselnya, lantas ia memasukannya ke dalam saku celana. Setelah Pak Hans datang membawakan makanan untuknya, Anjeli mendapat pesan dari Ghatan tetapi ia tak berniat membalasnya. Semua orang tampak bingung mengapa bosnya itu hanya memberi makanan kepada satu karyawannya saja, dan itu adalah karyawan baru dibandingkan dengan karyawan lain yang sudah lama bekerja di perusahaan ini. Sophia menatap paper bag yang Anjeli pegang, lalu ia menatap Pak Hans dengan sedikit kerutan di dahinya. "Sebenarnya aku penasaran tentang pertunangan pak Ghatan dengan putri CEO Perusahaan TK itu," kata Sophia terus mendekati Pak Hans. "Kapan mereka akan melakukan pesta pertunangannya?" Pak Hans diam tak langsung menjawab. Namun ketika mulutnya sudah terbuka akan menjawab pertanyaan itu, Leon yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya sedikit berseru membuat semua pasang mata beralih ke arahnya. "Wah, bagaimana bisa semua artikel tentang pertunangan itu hilang semuanya?" Leon mendec
Ghatan menggendong Anjeli yang tak sadarkan diri untuk dipindahkan ke tempat tidur. Baru saja beberapa langkah Anjeli membuatnya sedikit resah, dalam keadaan mabuk Anjeli meraba dadanya dan terus melenguh. "Ngh, k-kau..." Ghatan berhasil membaringkan Anjeli di kasur dan menyelimuti istrinya itu, tetapi usahanya sia-sia karena Anjeli menyibaknya dengan kasar. "Ugh ... panas!" Anjeli menggumam, keningnya dipenuhi oleh keringat. "Kenapa kau minum banyak sekali, sih?" Ghatan sedikit kesal mengingat isi botol alkohol tersisa setengahnya lagi. "Jika kau sudah tahu tentang pertunangan itu kenapa tidak marah padaku?" tanya Ghatan frustrasi. "Lebih baik kau marah padaku daripada bersikap seperti ini, An." Ghatan duduk di pinggir kasur, memandangi wajah penuh keringat itu. Tangannya menjulur lalu mengusap keringat di pelipis Anjeli, perlahan ia usap lembut surai legam itu. Ghatan terus memerhatikan wajah Anjeli, tanpa merasa bosan ia usap surai itu dengan penuh perasaan. Namun kala
Ghatan pulang ke apartemen dengan panik, begitu masuk ke dalam hal pertama yang dicari adalah keberadaan Anjeli dan sedikit tenang saat melihat Anjeli sedang menonton tv. Dia bernapas lega, memandang lurus punggung itu. Perlahan Ghatan mendekati Anjeli. Duduk di samping Anjeli, meraih tangan Anjeli lalu menggenggamnya. Anjeli tidak merespon, bahkan kedua matanya lurus ke depan tak menoleh ke arah Ghatan. Dia pasrah setiap Ghatan melakukan apa pun kepadanya. Saat Anjeli merasa wajah Ghatan mendekati wajahnya, ia langsung menoleh dan bertanya, "Sudah pulang?" Sambil tersenyum seakan tidak ada berita yang terdengar ke telinganya. Ghatan menjauhkan wajahnya dan menatap Anjeli heran. "Aku ingin menghubungi mu tapi aku lupa menyimpan ponsel, jadi aku menunggumu di sini." Setelah mendengar laporan itu Ghatan merasa tenang. Rupanya Anjeli tidak melihat ponselnya, berarti berita pertunangannya dengan Karina belum Anjeli ketahui. Ghatan tahu Gama menyebar berita pertunangan itu. Men
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires