Home / Fantasi / Satu Malam dengan Raja Naga / Bab 126: Cermin Tanpa Bayangan

Share

Bab 126: Cermin Tanpa Bayangan

Author: Ragil Avelin
last update Last Updated: 2025-08-04 12:30:07

Langkah-langkah mereka menuruni tangga batu terasa berat, bukan karena lelah, tapi karena hawa tempat itu menghisap semangat. Semakin dalam mereka turun, semakin dingin dan sunyi segalanya. Tak ada suara. Tak ada gema. Bahkan napas mereka sendiri terdengar seperti dicuri oleh kegelapan.

Setelah entah berapa menit—atau jam—akhirnya mereka sampai di dasar. Sebuah aula luas menyambut mereka. Dindingnya dipenuhi ukiran naga yang berbeda dari sebelumnya. Kali ini, naga-naga itu bukan terbang atau bertarung… melainkan menunduk, berlutut di hadapan satu sosok bercahaya di tengah lingkaran suci.

Ren mencolek lengan Auren. “Kau yakin ini bukan kuil pemujaan yang nyasar?”

Auren menatap simbol di lantai. “Ini... bukan tempat biasa. Ini ruang pengadilan naga pertama.”

Liora maju mendekati lingkaran itu. Di dalamnya, terdapat sebuah cermin besar—tinggi menjulang, seolah terbuat dari kabut beku dan cahaya bulan. Namun, anehnya, saat mereka berdiri di hadapannya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 159 – Pertarungan di Ambang Kegelapan

    Suara dentingan senjata bergema di udara malam, memecah kesunyian yang sebelumnya hanya diwarnai desiran angin dari puncak tebing. Api unggun yang menyala di tengah lingkaran batu hanya memberi penerangan samar, namun cukup untuk memperlihatkan dua sosok yang berdiri saling berhadapan.Aeryn menggenggam tombaknya erat, matanya terfokus pada sosok tinggi bersayap hitam di hadapannya. Raja Naga itu berdiri dengan ekspresi sulit terbaca, seakan sedang menilai apakah ia berhadapan dengan musuh… atau calon sekutu."Kenapa kau memanggilku ke sini, Aeryn?" suaranya berat, namun tenang, bagaikan gemuruh jauh di langit."Aku butuh jawaban, bukan ancaman," jawab Aeryn, nadanya mantap. "Tentang bayangan yang kulihat di balik gerbang dunia. Tentang kekuatan yang kau sembunyikan."Raja Naga menatapnya lama, lalu mengibaskan sayapnya pelan. Debu dan kerikil beterbangan, membuat api unggun berderak."Bayangan itu… adalah sesuatu yang tak seharusnya kau kejar," uj

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 158 – Bayangan yang Mengguncang

    Benturan kedua naga mengguncang lantai batu hingga retakan kecil mulai menjalar dari tepi kolam. Suara riak air yang terciprat berubah menjadi deru bising, bercampur dengan gemuruh rendah dari dada kedua makhluk itu.Raga melayang rendah di udara, sayap peraknya mengepak kuat, menciptakan hembusan angin dingin yang membuat obor di dinding bergoyang liar. Ia meluncur maju, cakarnya memotong udara, namun Zerath berkelit dan memutar tubuhnya, ekor hitam panjang itu menghantam lantai hingga bebatuan beterbangan."Aku tidak mencari masalah denganmu malam ini, Zerath," Raga menggeram, suaranya berat dan bergema. "Pergilah sebelum kau menyesal."Naga hitam itu tertawa—suara yang lebih mirip desisan ular raksasa bercampur baja yang beradu. "Menyesal? Oh, Raga, kau lupa. Malam ini bukan tentang aku dan kau saja. Ini tentang dia." Matanya berkilat merah, dan tatapan itu tertuju lurus pada Arletta.Arletta mundur dua langkah, punggungnya menempel pada dindin

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 157: Darah dan Api di Bawah

    Debu dan percikan api menari di udara. Setiap kali kapak obsidian itu menghantam tanah, gelombang kejut menyapu seperti badai, menghantam pasukan dan membuat para pemanah kehilangan keseimbangan.Aria tidak lagi menyerang secara terburu-buru. Ia menunggu, memanfaatkan setiap celah kecil ketika sang naga hitam—yang kini jelas seorang panglima perang—kehilangan sedikit keseimbangan akibat luka di lengannya.Ryn berusaha menerobos lingkaran monster, pedangnya berkilat-kilat memantulkan cahaya merah langit. Tapi jumlah mereka tidak berkurang. Monster-monster itu bertindak seolah Ryn adalah ancaman yang harus ditahan mati-matian, agar Aria tetap sendirian.Di atas menara, pemanah berjubah putih menarik busurnya lagi. Tapi kali ini panah yang ia lepaskan berlapis energi biru pekat, menandakan sihir tingkat tinggi. Panah itu meluncur bagai kilat, menghantam sisi kapak naga hitam, membuat senjata itu terlempar beberapa meter.Sorak kecil terdengar dari pr

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 156: Pengepungan di Gerbang

    Kabut tebal menelan pandangan, menyisakan hanya bayangan-bayangan besar yang bergerak di dalamnya. Mata-mata merah itu semakin banyak, berderet tak terhitung jumlahnya, seolah setiap pohon di hutan mengandung seekor monster.Aria merasakan bulu kuduknya meremang. Tangan kanannya menggenggam pedang, tangan kirinya masih bergetar sisa dari serangan terakhir. Ryn berdiri di sampingnya, meskipun napasnya berat, tatapan matanya tetap tajam.“Formasi bertahan! Bentuk perisai di depan, tombak di belakang!” teriak komandan manusia dari menara kecil di gerbang. Suaranya memantul di antara dinding benteng, tapi nada tegangnya tak bisa disembunyikan.Dari kabut, langkah berat semakin dekat. Tanah mulai bergetar. Bukan gempa, melainkan hentakan ratusan kaki yang bergerak serentak.Pemanah berjubah putih mengangkat busurnya, jarinya menarik tali dengan ketenangan yang mencurigakan. “Jangan takut pada jumlah mereka,” ucapnya lirih, “takutlah pada yang memimpin

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 155: Titik Balik di Tengah Kobaran

    Udara malam berubah panas, seakan api yang melahap perkemahan ikut menghisap oksigen di sekitarnya. Aria berdiri di tengah lingkaran cahaya ungu yang berdenyut dari tubuhnya, sementara makhluk bertanduk itu menatapnya penuh kebencian.Ryn, dengan napas terengah, memimpin sekelompok prajurit menahan pasukan makhluk lain agar tidak mendekat. Pedangnya terus bergerak, menghalau setiap serangan, tapi matanya tak pernah lepas dari Aria. Ia tahu, jika makhluk bertanduk itu tak dilumpuhkan, mereka semua akan binasa.Makhluk itu mengangkat kedua tangannya, dan langit seolah retak. Dari celah retakan hitam, tangan-tangan raksasa yang terbuat dari asap pekat muncul, berusaha meraih Aria.Aria merasakan bisikan itu kembali, kali ini lebih jelas. Lepaskan semua… kalau kau ingin hidup. Dadanya bergemuruh, pikirannya terombang-ambing antara ketakutan dan dorongan untuk melepaskan kekuatan yang bahkan ia sendiri tak mengerti.Tiba-tiba, sebuah anak panah melesat

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 154: Api yang Menyulut Malam

    Ryn menatap Aria lama, matanya mencari jawaban yang tidak terucap. Sorot ungu samar di mata Aria memang sudah menghilang, tapi kesan dingin yang tertinggal membuat punggung Ryn merinding.“Ada sesuatu yang ingin kau jelaskan?” tanya Ryn akhirnya, suaranya tenang tapi penuh tekanan.Aria hanya mengangkat bahu. “Tidak ada. Aku hanya… keluar untuk menenangkan pikiran.”Ryn mendengus pelan. “Menangkan pikiran atau bicara dengan sesuatu yang bukan manusia?”Aria menghentikan langkahnya, menatap Ryn tajam. “Kau mulai terdengar seperti mereka,” ucapnya pelan, nyaris berbisik, tapi tajam seperti pisau yang menyentuh kulit.Mereka saling diam beberapa detik. Hanya suara angin yang merayap di sela pepohonan. Ryn akhirnya menghela napas panjang. “Baiklah, aku tidak akan memaksamu bicara sekarang. Tapi Aria… jika kau melewati batas, aku akan menghentikanmu. Apa pun yang harus kulakukan.”Aria tidak menjawab. Ia hanya berjalan melewati Ryn, m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status