Beranda / Rumah Tangga / Setelah Kamu Pilih Dia / Surat yang Tak Pernah Sampai

Share

Surat yang Tak Pernah Sampai

Penulis: Lina Astriani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-04 10:16:30

Hujan turun deras di luar jendela saat Dinda membuka kotak kayu yang diserahkan Livia sore itu. Kotaknya kecil, sederhana, dengan ukiran nama Arsen di sisi dalam tutupnya. Di dalamnya, terselip sebuah buku catatan bersampul cokelat tua, beberapa foto lama… dan satu amplop krem yang bertuliskan tangannya sendiri:

Untuk Dinda — jika kamu masih mau membaca.

Jemari Dinda gemetar saat menyentuh kertas itu. Amplopnya sudah sedikit menguning, seolah waktu pun ikut meresapi beratnya isi yang tak pernah terkirim.

Ia membuka perlahan.

Din,

Kalau kamu baca ini, mungkin aku udah jadi kenangan. Tapi aku nggak mau dikenang sebagai seseorang yang hanya meninggalkan luka.

Aku nggak tahu dari mana harus mulai. Tapi aku pengin kamu tahu: mencintaimu adalah satu-satunya hal yang nggak pernah aku sesali, bahkan di tengah semua hal yang aku hancurkan.

Kamu pernah jadi tempat paling hangat yang aku kenal. Dan aku? Mungkin aku cuma badai yang singgah sebentar lalu pergi meninggalkan rusak. Tapi kamu tetap
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Cinta yang Diuji Bukan Oleh Luka, Tapi Perubahan

    Pagi itu, Dinda membuka email seperti biasa. Tapi matanya langsung terpaku pada satu pesan dari sebuah agensi media digital besar.Subject: Undangan Menjadi Narasumber Tetap – Program “Hidup dan Luka”Ia membaca ulang isi email itu tiga kali. Mereka menawarinya posisi sebagai kontributor tetap di program talkshow tentang mental health dan relasi, dengan kontrak selama enam bulan dan opsi perpanjangan. Gajinya jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan untuk pekerjaan berbasis menulis dan bicara.Rayhan yang duduk di seberang meja makan sambil mengoles selai di roti tawarnya, memperhatikan wajah Dinda yang mendadak terdiam.“Ada apa?” tanyanya ringan.Dinda menoleh, setengah bingung. “Aku baru dapet email… dari LightSpace Media. Mereka mau ajak aku jadi narasumber tetap. Program TV streaming gitu. Topiknya tentang luka, relasi, trauma. Dan—ini gila banget, Han. Aku ditawarin kontrak tetap.”Rayhan terbelalak, lalu berdiri, menghampiri Dinda. “Serius? Itu kabar bagus dong!”Dinda me

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Surat yang Membuka Luka, Tapi Menutup Dendam

    Tiga hari setelah Dinda membaca surat itu di balkon bersama Rayhan, ia menatap layar laptopnya dengan tangan gemetar. Di blog pribadinya yang sempat vakum berbulan-bulan, ia mengetik pelan judul baru:Untuk yang Pernah Meninggalkan, dan yang Akhirnya MerelakanTulisan itu tak seperti postingan-postingan Dinda sebelumnya yang penuh refleksi manis atau catatan harian ringan. Kali ini, ia membagikan kisah paling pribadi: tentang luka yang tak selesai, tentang seseorang yang mencintai tapi tak tahu cara mempertahankan, tentang kepergian yang membawa amarah sekaligus kerinduan.Dan untuk pertama kalinya… ia membagikan isi surat Arsen.Tanpa menjelaskan semua latar belakang secara detil, Dinda menulis:“Surat ini ditulis oleh seseorang yang dulu sangat aku cintai. Ia pergi sebelum sempat aku maafkan. Tapi surat ini membuatku sadar, kadang kita tak butuh penjelasan panjang. Kita hanya butuh keberanian untuk menerima.”Di akhir tulisan, ia menutup dengan kalimat sederhana namun kuat:“Semoga

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Tatap Mata yang Pernah Menangisi Putranya

    Sabtu pagi, udara Jakarta terasa lebih segar dari biasanya. Langit biru cerah dan angin lembut membuat hari itu cocok untuk acara luar ruangan. Dinda berdiri di antara puluhan booth pameran kreatif yang digelar di pelataran Galeri Nasional. Hari itu adalah hari pertama Festival Karya Tangan Nusantara—sebuah ajang tahunan yang mewadahi seniman dan pengrajin lokal.Booth HatiKayu berada di baris tengah, berdampingan dengan produk anyaman dari Kalimantan dan pembatik dari Jogja. Rayhan sibuk menyusun produk di atas rak kayu kecil: papan kutipan, tatakan gelas, hingga pajangan dinding dengan kaligrafi dari potongan kayu bekas. Semua dengan sentuhan tangan mereka sendiri.Dinda duduk di bangku kecil, menata kartu nama dan buku kecil berisi catatan kutipan yang ditulis tangan. Ia mengenakan blouse putih dan celana kain biru tua, rambutnya dikuncir rapi. Hari itu, ia tampak siap menghadapi dunia. Atau setidaknya… ia pikir begitu.Hingga sebuah suara pelan memanggilnya dari sisi kanan booth.

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Antara Kata dan Nama

    Sudah dua minggu sejak Dinda dan Rayhan meluncurkan akun @HatiKayu, tempat mereka menjual berbagai pernak-pernik buatan tangan dari kayu bekas, dipadukan dengan kutipan tulisan Dinda yang hangat dan penuh makna.Salah satu produk mereka—tatakan gelas bundar bertuliskan: “Yang sembuh bukan yang kuat, tapi yang mau pelan-pelan berdamai”—tiba-tiba viral di media sosial setelah seorang influencer lokal mengunggahnya. Pesanan masuk ratusan dalam semalam.Rayhan sampai harus lembur membuat potongan kayu, sementara Dinda mengatur packing dan pengiriman. Mereka kewalahan, tapi juga bahagia. Ini lebih dari sekadar bisnis kecil. Ini adalah ruang di mana cinta dan proses pulih mereka hidup dalam bentuk nyata.Suatu pagi, Dinda membuka Instagram dan mendapati sesuatu yang membuat dahinya mengernyit. Sebuah akun dengan jutaan pengikut memposting foto tatakan gelas buatan mereka, lengkap dengan kutipan miliknya… tapi tanpa mencantumkan nama Dinda atau HatiKayu.Lebih dari itu, caption-nya menulis:

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Panggung yang Baru

    Matahari pagi mengintip malu-malu dari balik tirai kamar. Dinda sudah terbangun lebih dulu dari Rayhan. Ia duduk di meja kerjanya, membalas beberapa email sambil menyeruput kopi hangat.Satu notifikasi masuk, dengan subjek: “Undangan Menjadi Pembicara – Festival Literasi Perempuan Nasional 2025.”Dinda mengerutkan kening. Ia membuka email itu perlahan.“Halo Kak Dinda,Kami dari tim Festival Literasi Perempuan Nasional ingin mengundang Kak Dinda menjadi salah satu pembicara utama di panggung Inspirasi. Kami terinspirasi oleh karya-karya Kakak di Ruang Kata, serta perjalanan penyembuhan emosional yang Kakak bagikan dengan jujur dan penuh harapan…”Dinda terdiam. Matanya menelusuri paragraf demi paragraf dengan jantung berdebar. Ini bukan sekadar undangan. Ini pengakuan. Panggung itu bukan lagi milik mereka yang bersuara lantang saja—tapi juga milik mereka yang pernah diam karena luka, dan kini memilih bicara.Rayhan datang dari dapur, menguap kecil sambil membawa dua piring roti pangga

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Ruang yang Terbuka

    Sudah dua bulan sejak Dinda membaca buku catatan Arsen. Dua bulan sejak ia benar-benar merasa bebas dari bayang-bayang yang dulu mengikat langkahnya.Ruang Kata tumbuh perlahan tapi pasti. Peserta makin banyak, komunitasnya makin aktif, dan kini sebuah tawaran baru datang—yang tak pernah Dinda bayangkan sebelumnya.Penerbit besar mengirim surel, menawarkan kerja sama untuk menjadikan salah satu rangkaian tulisannya sebagai buku cetak.Dinda membaca email itu sambil duduk di teras belakang rumah kontrakan mereka. Tangannya masih gemetar sedikit, bukan karena ragu, tapi karena tak percaya.Dulu, ia hanya menulis untuk bertahan. Kini, tulisan itu justru membuka pintu-pintu yang baru.Tak lama, Rayhan pulang dari kantor. Wajahnya terlihat letih, dasi setengah terlepas, tapi senyumnya tetap hadir saat melihat Dinda.“Kamu kayak abis lihat kabar viral,” godanya.Dinda tertawa pelan, lalu menyodorkan layar ponsel. “Lihat ini. Penerbit Nara Books nawarin aku kerja sama buat bukuin sebagian ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status