Share

Simpanan Dosen Tampan
Simpanan Dosen Tampan
Author: semangkukramen

1

last update Last Updated: 2025-11-24 06:50:30

"Kalau mau mati, setidaknya jangan tinggalkan beban padaku, Ayah."

Gadis itu bersuara lirih, penuh dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata.

Felly Armany, seorang gadis cantik yang malang. Sejak usia empat belas sudah ditinggal mati ibunya, kini di usianya yang menginjak dua puluh satu, ayahnya menyusul sang ibu dan meninggalkan hutang sebesar dua ratus juta pada seorang lintah darat.

Dua ratus juta!     

Bayangkan!

Mau dapat pundi-pundi dari mana jika dirinya hanyalah mahasiswi semester lima yang hanya bekerja sambilan di minimarket depan gang rumah?

Felly menghela napas panjang, menatap kakinya yang terdapat luka-luka sebab pelariannya dari para penagih hutang. Dengan meringis ngilu, Felly menuju saung yang ada di sekitar makam.

"Malam ini tidur di makam dulu. Aku bisa mati jika pulang ke rumah dan ditemukan oleh para debt collector sialan itu."

Memasuki musim hujan, udara jadi panas, namun di malam hari akan sangat dingin. Felly menepuk-nepuk bangku panjang itu dan mulai merebahkan diri. Langit mulai menggelap, gelenyar jingga mulai tampak.

Namun, belum lima menit memejamkan mata, samar terdengar suara seseorang mendekat, membuat mata Felly terbuka lebar.

“Akhirnya ketemu juga kucing kecil yang kelaparan ini,” ujar salah satu debt collector dengan dandanan premannya itu.

Felly meneguk ludahnya kasar, tubuhnya sudah lemas, kabur pun sudah tidak mungkin dengan kondisi kakinya. Alih-alih, Felly mendongak dan memohon ampun.

“T-tolong sekali ini saja, ampuni say—”

Preman itu hanya tersenyum miring, tak peduli. Tangan Felly sudah diikat dan sedang diarak menuju kamar di sebuah klub yang bising. Dentuman musiknya membuat jantung Felly berdegup kencang.

"Ingat! Layani orang di dalam kamar itu dengan baik. Kamu hanya butuh melayani tiga puluh orang, dan hutang ayahmu akan lunas. Ah, kalau kamu bisa memuaskan orang di dalam sana, maka kamu tidak perlu melayani tiga puluh orang karena orang di dalam sana sangat spesial."

Bisikan salah seorang preman di telinganya membuat bulu kuduk Felly merinding. Jantungnya berdegup kencang membayangkan orang di dalam sana yang akan menikmati tubuh perawannya.

'Aku sudah menjaga diriku sendiri selama ini, namun harus merelakan tubuhku pada pria bangkotan?' batin Felly meringis sedih. 

"Di dalam sana nanti, kau hanya harus mendesah saja. Jangan berkata apapun. Ah, orang itu masih muda, baru berumur empat puluh tahun. Jangan khawatir," ujar preman lainnya dengan nada yang mengejek.

Gila. Empat puluh tahun? Setengah dari umur Felly saat ini. Menjadi ayahnya pun bisa. Felly benar-benar ingin menangis, tapi air mata benar-benar tak bisa keluar lagi dari matanya karena sudah terlalu banyak menangis belakangan ini.

Hingga langkah mereka sampai pada sebuah pintu berwarna merah maroon di pojok ruangan. Ada tulisan VVIP di sana, membuat Felly meneguk ludahnya kasar. 

Pantas saja dirinya diumpankan, laki-laki VIP memang sukanya daun muda yang masih segar.

"Kalau kamu bisa memuaskan orang di dalam sana, hutangmu bisa dikurangi setengahnya. Pintar-pintarlah bertindak, selama ini tidak ada yang bisa memuaskannya. Benefitnya, kami tidak akan mengganggumu selama enam bulan penuh. Dan dalam kurun waktu itu, kamu bisa mencari uang untuk membayar sisa hutangnya."

Setelah mengatakan itu, preman-preman itu mendorong Felly masuk ke dalam kamar, dan menguncinya dari luar.

Bruk!

Felly terjatuh di lantai marmer yang keras. Lututnya sedikit ngilu.

"Sshh, sakit," desisnya.

Tap tap tap.

Mata Felly menatap bayangan sepatu pantofel yang berkilat di antara remangnya ruangan. Ia meneguk ludahnya kasar, perlahan mendongak. Ada sebuah siluet manusia yang tak bisa ia lihat jelas wajahnya. 

"Berdiri!" titah laki-laki itu.

Suaranya berat, sarat akan intimidasi yang membuat Felly sekali lagi meneguk ludahnya. Ini ... terlalu menakutkan.

Dengan kesulitan, Felly berdiri. Ia berhadapan dengan lelaki itu. Rahang yang tegas, membuat siluet lelaki itu tampak sempurna. 

"Kamu gadis untukku malam ini?" tanya lelaki itu tanpa basa-basi.

Meski enggan, Felly tetap mengangguk. Dari suaranya, entah kenapa ia merasa familiar. Tapi ia tak pusingkan itu, ia hanya ingin semuanya cepat selesai dan ia akan pergi dari kegilaan ini.

Tangan kasar pria itu membuka simpul tali di tangan Felly hingga terlepas.

Felly sontak mundur satu langkah, namun pinggangnya ditahan oleh tangan besar itu dengan mudahnya.

"Mau ke mana?" lelaki itu bertanya dengan nada yang sangat dingin. "Puaskan aku."

Lalu tubuh Felly diangkat dengan satu tangan seolah tiada beban. Felly memekik tertahan saat tubuhnya dilemparkan ke atas ranjang yang empuk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Simpanan Dosen Tampan   6

    Perkuliahan selesai lebih cepat dari biasanya, Felly dengan cepat merapikan mejanya dan bergegas pergi setelah berpamitan pada Gista. Sahabatnya itu tidak curiga apapun, mengira dirinya akan bekerja di minimarket seperti biasanya.Padahal di sinilah Felly berada. Di depan sebuah gedung apartemen mewah yang sesuai dengan alamat yang Marvin kirimkan semalam.Dengan menarik napas panjang, Felly melangkah menuju meja resepsionis, bertanya pada perempuan yang tengah berjaga di sana.“Uhm, maaf. Saya sudah ada janji dengan Pak Marvin dari lantai sembilan belas unit nomor tujuh.”Perempuan itu tersenyum, “Pak Marvin sudah menitipkan pesan tentang anda. Ini passcard, silakan menggunakan lift nomor tiga dari kiri.”Felly mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Lantas kemudian bergegas menaiki lift dan menuju lantai sembilan belas.“Ini langsung masuk atau bagaimana, ya?” gumam Felly.Sebab sudah tiga kali ia menekan bel, tapi tidak ada yang keluar membukakan pintu untuknya. Lama menimbang, ak

  • Simpanan Dosen Tampan   5

    Seakan seluruh udara di dadanya tersedot habis.Felly merangsek maju, suara gemetar keluar dari mulutnya. “Pak, ini maksudnya apa? Kenapa rumah saya ditempeli ini?”Salah satu pria menoleh. Formal, rapi, ekspresinya datar, bahkan terlalu datar untuk berita yang bisa meruntuhkan hidup seseorang.“Selamat siang, Nona. Kami dari pihak bank. Apakah Anda keluarga dari almarhum Pak Herman?”Felly mengangguk cepat, tak sempat menata napas. “Iya, saya anaknya. Tapi ... tapi baru dua minggu Ayah meninggal. Kenapa kalian langsung menyita?”Pria itu membuka map coklat, menunjukkan berkas-berkas yang tertata rapi namun terasa seperti vonis.“Kami turut berduka, Nona. Namun cicilan kredit rumah ini sudah menunggak hampir sepuluh bulan sebelum almarhum wafat. Bank sudah mengirimkan surat peringatan berkali-kali, termasuk menawarkan restrukturisasi. Karena tidak ada pembayaran hingga batas waktu terakhir, proses penyitaan sudah dijadwalkan sebelum beliau meninggal.”Felly terpaku. Suaranya patah.“S

  • Simpanan Dosen Tampan   4

    “Tutup pintunya,” titah Marvin begitu keduanya sampai di ruangan yang cukup luas itu. Felly baru tahu pagi ini setelah mencari tau di internet tentang siapa itu Marvin Lee dan apa hubungannya dengan kampusnya.Marvin Lee adalah pimpinan yayasan dari kampusnya, sebab itulah ia memiliki ruangan khusus yang berbeda dari dosen-dosen lain.Dengan tangan bergetar, Felly menutup pintu kayu itu dengan pelan, ia berbalik takut-takut dan menunduk dalam-dalam.Hal ini tak luput dari pandangan Marvin. Pria itu tersenyum tipis dan kemudian menekan pipinya menggunakan lidah dari dalam."Duduk," ujar Marvin yang kini sudah duduk terlebih dahulu di single sofa yang berada di depan meja kerjanya.Felly meneguk ludahnya dengan kasar, lalu duduk di ujung sofa panjang sehingga jarak mereka cukup jauh."Kamu ke mana selama dua minggu ini tidak masuk?" tanya Marvin sembari menatap Felly dengan intens.Yang ditatap begitu tentu saja salah tingkah bukan main. Felly gelisah sambil memilin jemari di atas pang

  • Simpanan Dosen Tampan   3

    Di ruang kelas yang ramai.Felly sudah mengetap kursi di sampingnya, berada di pojok ruangan sementara Gista belum juga datang."Katanya dosennya killer, tapi masih saja terlambat." Gumam Felly sembari menatap nanar pada kursi di sampingnya.Dap dap dap.Bunyi pantofel mengetuk lorong kampus yang sedikit sepi di pagi itu. Seluruh mahasiswa di dalam kelas menghentikan obrolan mereka, membuat suasana kian hening.Felly jadi penasaran, se-killer apa dosen satu ini sampai-sampai kelasnya yang dikenal begitu berisik memilih untuk diam tanpa kata sedikitpun.Pintu terbuka, pandangan Felly tertuju pada pintu itu, membuatnya harus bertatapan dengan mata tajam yang mengerikan. "D-dia, bukannya laki-laki malam itu?"Wajah Felly memucat, matanya melotot dan menatap tak percaya pada apa yang dilihatnya.Dosen bernama Marvin Lee itu, adalah pria yang sama yang harusnya Felly puaskan malam itu!Wajah tampan itu begitu sulit lepas dari kepalanya, sampai-sampai dengan mudahnya ia bisa mengenali waja

  • Simpanan Dosen Tampan   2

    Tangan besar laki-laki itu mulai melucuti kancing baju Felly perlahan, melemparkan pakaian gadis itu ke sembarang arah. Sentuhan yang entah sengaja atau tak sengaja dari jemari kasar itu membuat bulu kuduk Felly meremang hebat. Tanpa sadar, tubuh atas Felly sudah terekspos dengan jelasnya. Kemejanya entah sudah terbang ke mana, menyisakan bra putih yang polos.Asetnya tidak sebesar milik selebriti terkenal di negaranya, pun tak sekecil itu. Pas untuk ukuran tubuhnya tanpa perlu menyiksa ataupun insecure dibuatnya."Cantik," bisik lelaki itu yang kini bibirnya sudah menjelajahi leher Felly dengan lihainya."A-nghh, j-jangan digigit," balas Felly dengan pelan.Ada gelenyar aneh yang tak bisa ia jelaskan. Bagian bawahnya sudah berkedut hebat. Ia belum pernah merasakan ini sebelumnya."AAHHH, j-jangan di situ!" tangan Felly menahan tangan laki-laki itu yang bergerak di atas kemaluannya yang masih terbungkus dengan celana jeans ketat."Sssttt, nanti juga enak," bisik laki-laki itu yang ke

  • Simpanan Dosen Tampan   1

    "Kalau mau mati, setidaknya jangan tinggalkan beban padaku, Ayah."Gadis itu bersuara lirih, penuh dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata.Felly Armany, seorang gadis cantik yang malang. Sejak usia empat belas sudah ditinggal mati ibunya, kini di usianya yang menginjak dua puluh satu, ayahnya menyusul sang ibu dan meninggalkan hutang sebesar dua ratus juta pada seorang lintah darat.Dua ratus juta! Bayangkan!Mau dapat pundi-pundi dari mana jika dirinya hanyalah mahasiswi semester lima yang hanya bekerja sambilan di minimarket depan gang rumah?Felly menghela napas panjang, menatap kakinya yang terdapat luka-luka sebab pelariannya dari para penagih hutang. Dengan meringis ngilu, Felly menuju saung yang ada di sekitar makam."Malam ini tidur di makam dulu. Aku bisa mati jika pulang ke rumah dan ditemukan oleh para debt collector sialan itu."Memasuki musim hujan, udara jadi panas, namun di malam hari akan sangat dingin. Felly menepuk-nepuk bangku panjang itu dan mulai mer

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status