Share

Bab 5

"Apa? Kau serius? Jadi kita hanya nikah kontrak? Kau tahu ajaran agama nggak sih? Nikah kontrak itu haram hukumnya!"

Nadin menatap lelaki itu dengan serius, tetapi lelaki itu justru menaggapinya dengan acuh tak acuh.

"Menikah kontrak itu haram karena mereka tujuannya hanya untuk berhubungan badan, nah hubungan badan itulah yang haram. Kalau kita kan cuma mencari legalitas hidup bersama, kamar kita juga terpisah, kita buat juga surat perjanjian bahwa kita tidak akan berhubungan badan, bagaimana?"

Nadin hanya mencebikkan bibir, pernikahan macam apa yang akan dia lalui nanti? Sungguh tidak bisa dia bayangkan.

"Mau berhubungan badan atau tidak, setelah pernikahan ini selesai tetap aku yang dirugikan, aku akan menyandang gelar janda, gelar yang sangat kontroversi di kalangan masyarakat."

"Bukan cuma kamu saja yang bergelar janda, aku juga bergelar duda. Percayalah, asal kau masih perawan, masih banyak pria yang berminat denganmu."

Nadin hanya melirik lelaki itu sekilas dengan muka masam, statusnya nanti menjadi seorang istri, tetapi mereka akan hidup masing-masing, bahkan mungkin dia tidak mendapatkan nafkah dari lelaki ini, perjanjian macam apa ini? Mungkin menikah siri dengan om-om dan menjadi simpanan akan lebih menguntungkan daripada menjadi istri bohongan lelaki kere ini.

"Kalau gitu, cari orang lain saja! Aku tidak tertarik menikah bohong-bohongan seperti ini. Coba kau sebut apa keuntunganku melakukan pernikahan ini?"

"Mau masih bilang untung-untungan? Kita hanya kerjasama agar mendapat tempat tinggal, maka pernikahan itu jadi solusinya agar kita tidak digrebek warga. Ekspektasimu jangan terlalu tinggi, apakah kau berharap agar aku menyentuhmu dan menyetubuhimu? Kau saja tidak bisa membangkitkan gairahku sebagai pria, kau bukan seleraku."

Nadin spontan menatap pria itu dengan tatapan tajam, lelaki ini ... Enteng sekali menghinanya?

"Kau pikir, kau dapat membuatku naksir? Kau bahkan tidak masuk kategori ku dalam mencari teman pria, sudah kere, wajah pas-pasan lagi. Apa yang bisa kau banggakan? Nyewa rumah saja kau masih sempat-sempatnya memanfaatkan seorang cewek seperti diriku."

Kini Zaki yang kembali menatap Nadin, keduanya bertatapan dengan pandangan bermusuhan, sejak pertemuannya dengan gadis ini, harga dirinya selalu saja terbanting. Mungkin karena naluri kebencian yang sudah mengakar di dalam diri pemuda itu, maka ketika berbicara dengan Nadin juga selalu ngegas. Tidak bisakah dia membujuk gadis itu dengan cara yang sedikit lembut?

"Sebaiknya kita akhiri pembicaraan yang tidak penting ini, aku pergi. Aku bisa mencari tempat tinggal tanpa bantuanmu." Nadin segera bangkit dari duduknya setelah keduanya terdiam cukup lama.

"Kamu yakin? Bukankah kau sudah diusir dari kost? Kau mau tinggal di mana?" ucap Zaki sambil mencibir meremehkan.

"Bukan urusanmu!"

Nadin bersikap acuh, dia segera pergi dari tempat itu. Namun baru beberapa langkah, lengannya dicekal seseorang.

"Nadin! Tunggu, please. Oke ... Oke ... Kita buat surat perjanjian yang saling menguntungkan, oke? Ayo kita ke dalam, kita rundingkan keuntungan masing-masing. Kau mau jadi gelandangan dan tidur di jalanan?"

Nadin sudah cukup lelah dengan semua ini, lelaki di sebelahnya memang menyebalkan dan membuatnya muak, tetapi dia memang sudah tidak memiliki jalan keluar lagi, dia bangkrut sebangkrut bangkrutnya! Kerjaan tidak punya, kebutuhan terus berjalan, setidaknya dia perlu ruang untuk bernapas, agar bisa menata hidupnya ke depan dengan lebih baik.

****

"Coba kamu baca, kalau setuju segera tanda tangani." Zaki menyodorkan surat yang sudah ditulis tangan dengan rapi ke hadapan Nadin.

Nadin membaca surat perjanjian itu dengan seksama, matanya mengernyit menatap poin demi poin tulisan diatas kertas tersebut.

"Bagaimana? Apa ada yang perlu ditambahkan? Poin pertama, selama kita menikah, kita tidak boleh ada hubungan asmara dengan siapapun, yang kedua, tidak ada kontak fisik diantara kita, kecuali kamu menghendakinya, yang ketiga, biaya sewa rumah dan kebutuhan rumah tangga sehari-hari kita bagi dua. Yang keempat, perjanjian ini berlaku jika kita berdua telah lulus kuliah, jika salah satu belum lulus maka perjanjian masih berlaku, boleh diperpanjang jika kedua belah pihak mencapai kesepakatan baru, bagaimana? Setuju? Cepat tandatangi!"

"Sebentar, ini poin dua apa maksudnya? Tidak ada kontak fisik kecuali jika aku menghendaki, apa maksudmu aku cewek yang kegatelan gitu, menghendaki itu?" 

Zaki malah tersenyum jahil menatap Nadin dengan seringai. Gadis itu semakin menatap tajam ke arahnya, giginya bahkan gemeratuk menahan amarah.

"Nadin ... Nadin ... Kamu ini jangan sok lugulah, sebelum aku memintamu menikah denganmu aku sudah menyelidiki latar belakangmu, kau pernah berpacaran dengan kakak tingkatmu, kan? Hubunganmu bahkan sudah kayak suami istri."

"Hei, apa maksudmu hubunganku sudah seperti suami istri? Kau benar-benar menganggapku cewek murahan, iya?" Nadin sudah benar-benar sewot menghadapi makhluk tengil di hadapannya.

"Please, kalem aja. Gak usah pake marah-marah, kamu itu salah paham, makanya dipahami dong maksud poin kedua itu, maksudnya, kontak fisik bisa terjadi kalau kamu mengijinkan. Kalau nggak, ya nggak ada!"

"Lah, kamu sendiri memangnya mengijinkan?"

"Oh, ya jelas! Siapa sih yang gak mau di kasih rezeki?"

"Ish, Dasar!"

Zaki tertawa lebar melihat rona wajah Nadin yang sudah merah jambu, dengan bibir yang menahan senyuman. Ternyata Nadin cukup manis jika pipinya yang kuning Langsat itu bersemu merah, pantas saja nabi Muhammad  memanggil istrinya Aisyah dengan sebutan Humairah, atau si pipi kemerah-merahan, ternyata memang cantik kalau pipi cewek itu bersemu merah, batin Zaki.

"Ya, sudah. Deal, ya?"

"Deal, ayo tanda tangani!" Zaki segera mengulurkan pena.

Nadin segera menandatangi berkas itu dengan cepat, ternyata Zaki sudah membuat salinannya.

"Ini, satu untukku, satunya kamu yang nyimpan," ujar Zaki.

"Ya, sudah. Ayo kita bayaran rumah, biar aku bisa pindah hari ini," ujar Nadin.

"Ayo, cuma rumah itu kamu tahu sendiri kan? Kondisinya masih berantakan kayak gitu, belum layak untuk ditempati, nanti kita bersihkan dulu baru kamu pindah."

"Tidak apa-apa, bersihkan dulu apa adanya, aku tetap akan pindah hari ini."

"Ya, sudah kalau kamu maunya begitu. Ayo, kita ke parkiran, aku mau ngambil motor."

Setalah sampai parkiran, Nadin benar-benar terpaku, di pikirannya berkata, jika Zaki memang benar-benar mahasiswa tidak mampu. 

"Hei, jadi ini kendaraanmu? Apa ini masih bisa jalan?"

Di parkiran itu, motor Zaki paling jadul dan paling jelek, sebuah motor merk Legenda yang sudah begitu tua, mungkin usia motor itu lebih tua dari usianya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nainamira
lanjutannya mana Thor?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status