"Nadin! Nadin! Keluar kamu, Nadin!"
Tiba-tiba ada seseorang yang menggedor pintu sambil memanggil-manggil namanya, Nadin dan Sintia spontan terkejut, Nadin tahu dengan jelas siapa yang menggedor pintu kamarnya, makanya mentalnya kini benar-benar terpukul.
Seorang wanita paruh baya dengan tubuh tambun dan bibir bergincu merah membara sudah membuka pintu dengan kasar, karena pintu kamar juga tidak terkunci.
"Nadin, ini sudah batas akhir pembayaran kost kamu. Sekarang cepat bereskan semua barangmu. Kau pikir aku tidak butuh makan? Aku darimana lagi punya uang buat makan kalau bukan dari pembayaran kost kalian? Sekarang cepat keluar dari kost ini, kamar ini sudah ada yang menyewa, orang itu bahkan sudah membayar biaya sewa selama satu tahun. Tempat ini bukan tempat tinggal gratisan ya, sekarang kukasih waktu setengah jam untuk membereskan barangmu, sejam lagi yang nyewa mau menempati kamar ini!" Wanita itu berbicara dengan lugas dan sinis, kedua tangannya bahkan bertengger di kedua pinggangnya.
"Iya, Bu Rumintang. Maaf jika selama ini saya punya salah sama ibu."
"Tidak usah basa-basi, cepat bereskan barangmu!"
Dengan langkah arogan, Bu Rumintang yang selama ini bersikap ramah dan baik hati pada anak kost-nya, kini wajahnya tampak masam dan menyeramkan, semua keramah tamahannya luntur entah kemana, dia hanya akan bersikap ramah pada mahasiswa yang tidak pernah telat membayar kost, uang memang bisa mengendalikan kebaikan dan keramahan seseorang.
Tanpa menunggu lagi, Nadin segera membereskan barang-barangnya. Sintia yang juga berada di sana juga turut membantu, gadis itu bahkan segera berlari ke toko sembako dekat kost mereka untuk membeli kardus kosong untuk tempat barang-barang Nadin.
Semua barang Nadin sudah di masukkan ke dalam kardus, ada lima kardus bekas bungkus mie instan yang sudah dibawa ke kamar Sintia untuk sementara. Tidak butuh waktu lama membereskan barang-barang gadis itu, karena barangnya juga sedikit.
Semua pakaian Nadin yang sedikit itu cukup dimasukkan dalam dua kardus, terus terang, gadis miskin itu bahkan tidak memiliki koper untuk tempat pakaiannya, satu kardus berisi diktat dan buku kuliah, satu kardus untuk alat tulis dan perlengkapan mandi dan cuci, satu kardus lagi peralatan makan, dua piring, dua gelas dan dua sendok, ada beberapa mangkun dan baskom kecil terbuat dari plastik.
Selama ini Nadin memang memasak sendiri untuk makanannya sehari-hari, tetapi kompor, wajan dan kuali meminjam milik Sintia, gadis itu yang memiliki peralatan memasak justru jarang masak, dia lebih suka memakan lauk pauk yang dibelinya di rumah makan.
"Jadi kau menemui Zaki?" tanya Sintia
"Ya, jadi."
"Kau serius mau menerima tawarannya untuk menikah dengannya?"
"Ya, mau bagaimana lagi. Cuma itu jalan satu-satunya, kalau ada jalan lain aku gak bakalan menerima tawarannya."
"Tapi, Din. Menikah itu bukan mainan, menikah itu sesuatu yang serius dan sakral."
"Kau ini gimana sih, Sin? Dari kemarin perasaan kamulah yang terus ngomporin aku agar mau menerima lamaran Zaki. Kok sekarang malah kamu yang ragu-ragu?"
"Iya, aku hanya mengkuatirkan dirimu, Bestie. Aku hanya bisa berdoa semoga kamu bahagia."
"Iya, aku pergi dulu, lelaki itu mungkin sudah menungguku, ini sudah lebih dari sejam."
****
"Kau terlambat. Kau pikir aku tidak punya kerjaan? Menunggumu kayak orang bego di sini," ujar Zaki terlihat kesal.
"Kalau gak mau nunggu ya udah pergi aja sana, lagian siapa sih di sini yang butuh bantuan? Kayaknya bukan akulah!"
Zaki menghembuskan napasnya dengan berat, dia harus mengatur emosinya, dia tidak boleh mudah marah seperti ini, bisa-bisa gadis ini tidak Sudi menikah dengannya. Lelaki itu menatap Nadin yang masih berdiri di hadapannya dengan mendongakkan kepalanya.
"Duduk di sini, kenapa berdiri terus?" Lelaki itu mengarahkan dagunya ke samping.
Dengan berat hati, Nadin duduk di samping lelaki itu, duduk di undaan tangga perpustakaan, sungguh tempat yang jauh dari kata elegan, bahkan jauh dari kata pantas untuk membicarakan lamaran, apalagi pernikahan. Tapi apalah daya, Nadin memang hanyalah gadis miskin sekarang, walau ayahnya memiliki poperty dan kekayaan yang tidak sedikit, tetapi kekayaan itu hanya dinikmati oleh istri barunya dan anak-anak wanita itu, bukan untuk Nadin yang notabene anak kandungnya.
"Bagaimana? Sudah kaupukirkan penawaranku kemarin?" tanya lelaki itu dengan nada yang serius.
"Ya, sudah."
"Terus, apa keputusanmu!"
"Ya, kuterima tawaranmu untuk menikahiku. Sepertinya hubungan ini cukup membuat kita menguntungkan satu sama lainnya."
"Baiklah kalau gitu, kita buat perjanjian pranikah. Kita hanya menikah selama setahun saja, sudah itu kita berpisah dan hidup masing-masing."
"Apa? Kau serius? Jadi kita hanya nikah kontrak? Kau tahu ajaran agama nggak sih? Nikah kontrak itu haram hukumnya!"
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas