Share

Bab 2

Author: Merisa storia
last update Last Updated: 2025-05-31 20:21:04

"Tidak. Itu tidak mungkin."

Suara Asih bergetar hebat, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Kamu pasti sedang berbohong. Iya, kan?" Ada permohonan dalam nada suaranya, meminta Ardy untuk menyangkal kata-katanya sendiri.

Tapi Ardy hanya menggeleng lemah. "Aku serius, Asih. Aku sudah punya istri," ucapnya lirih. "Aku memang salah sudah membohongimu, tapi aku benar-benar tidak bisa menikahimu." Ia mengusap air mata yang mulai mengalir di pipi Asih dengan ibu jarinya. "Tapi tidak usah khawatir, aku akan tetap bertanggung jawab membiayai anak kita. Aku berjanji."

Air mata Asih akhirnya tumpah tak terbendung. Dadanya sesak oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Seluruh tubuhnya gemetar hebat menahan isak tangis yang ingin meledak. Ia merasa dikhianati, dibodohi dan dipermainkan. Hubungan yang dibangun atas dasar kepercayaan hancur berkeping-keping dalam hitungan detik.

Asih menjauhkan tangan Ardy dari wajahnya, matanya yang basah menatap tajam pria yang masih dicintainya itu. Cinta dan benci bercampur aduk dalam hatinya yang remuk.

"Aku bisa membesarkan anak ini sendirian," ucapnya dingin. Harga dirinya yang terluka menolak untuk menerima belas kasihan dari pria yang telah menghancurkan hatinya. "Aku tidak butuh uangmu. Aku tidak butuh apapun darimu!"

Dengan langkah gontai, Asih beranjak pergi, meninggalkan Ardy yang masih terpaku di tempatnya. Air matanya berjatuhan di sepanjang jalan setapak berbatu, sementara kedua tangannya memeluk perutnya sendiri.

"Asih! Tunggu!" Ardy berteriak, tapi Asih tetap melangkah pergi tanpa menoleh.

Ardy mengumpat keras, tangannya memukul batang pohon terdekat hingga buku jarinya berdarah. Ia jatuh berlutut, menyesali kebodohan dan keegoisannya yang telah menghancurkan hidup wanita yang benar-benar mencintainya dengan tulus.

"Apa yang telah kulakukan?" bisiknya pada diri sendiri.

©©©

Asih berlari sekuat tenaga, tidak peduli kakinya tersandung beberapa kali di jalan berbatu. Air matanya terus mengalir tanpa henti, memburamkan pandangannya.

Akhirnya, ia tiba di rumahnya, sebuah rumah sederhana khas pedesaan dengan dinding dari bilik bambu yang sudah menguning dimakan usia. Rumah itu mungkin tidak layak, tapi selama ini adalah tempat yang penuh kehangatan dan kasih sayang dari ibunya.

Asih masuk tergesa-gesa, tidak memedulikan tatapan heran tetangga yang kebetulan lewat. Ia langsung menuju kamarnya yang hanya dibatasi oleh tirai berwarna merah pudar. Tubuhnya ambruk di atas dipan bambu, wajahnya terbenam dalam bantal usang untuk meredam isak tangisnya yang semakin keras.

Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki mendekat. Tirai kamarnya tersibak perlahan, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan wajah teduh yang dipenuhi kerutan.

"Kenapa kamu, Nak? Kenapa menangis?" tanya Bu Darmi dengan nada khawatir. Ia duduk di tepi dipan, tangannya yang kasar oleh kerja keras membelai lembut rambut putrinya.

Asih tidak mampu menjawab pertanyaan ibunya. Isak tangisnya semakin menjadi-jadi, tubuhnya bergetar hebat menahan perih yang mengiris hati. Pembungkus alat tes kehamilan yang masih digenggamnya terlepas dan jatuh ke lantai semen.

Mata Bu Darmi yang tajam menangkap benda asing itu. Dengan penasaran, ia memungut dan menatapnya. Seketika, kedua matanya membelalak tak percaya saat menyadari apa yang sedang dipegangnya.

"Ya Tuhan ...," desahnya pelan.

Asih segera bangkit dan bersujud di kaki ibunya. Tubuhnya bergetar hebat dalam isak tangis yang memilukan. "Maafkan Aku, Bu. Aku sudah mengecewakan Ibu."

Bu Darmi terdiam beberapa saat. Tapi kemudian, sorot matanya melembut. Ia mengangkat wajah putrinya yang basah oleh air mata.

"Tidak apa-apa, Nak," ucapnya lembut, meski suaranya juga bergetar menahan tangis. "Siapa lelaki itu? Apa dia akan bertanggung jawab dan secepatnya menikahimu?"

Asih kembali terisak keras. Namun, kepalanya menggeleng pelan.

Dahi Bu Darmi berkerut dalam. "Apa dia tidak bertanggung jawab?" Bu Darmi penasaran, namun mencoba tetap tenang. "Atau ... kamu diperkosa?"

Asih lagi-lagi menggeleng.

Bu Darmi kebingungan. Ia menggenggam tangan Asih, mencoba memberikan dukungan. "Katakan, Nak. Tidak perlu takut."

"Dia ... Dia tidak bertanggung jawab, Bu."

"Ya Tuhan ... Tapi kenapa?"

"Dia ... Dia sudah beristri. Selama ini, dia membohongiku," jelas Asih sambil terisak.

Hati Bu Darmi remuk melihat putri semata wayangnya dipermainkan begitu kejam.

"Tapi ... Siapa, Nak? Siapa yang melakukannya?" tanya Bu Darmi penasaran. Walau bagaimana pun, ia harus tahu siapa ayah dari cucunya itu. "Ibu akan berusaha meminta pertanggung jawaban darinya."

Namun, lagi-lagi Asih menggeleng. Ia tidak bisa mengatakan kalau Ardy-lah pria yang menghamilinya. Pasalnya, siapa yang tidak mengenal keluarga Wijaya, keluarga kaya raya pemilik kebun itu terkenal angkuh dan sangat berkuasa di desa. Asih takut ibunya akan marah dan menuntut pertanggung jawaban pada Ardy. Demi keselamatan bersama, Asih memilih bungkam.

"Percuma saja, Bu. Dia bilang, dia tidak bisa menikahiku."

"Ya Tuhan ...."

Bu Darmi langsung memeluk Asih erat-erat. Air matanya ikut jatuh membasahi bahu putrinya. Mereka berdua larut dalam tangis kepedihan yang sama.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bisik Bu Darmi di sela isak tangisnya. Jika kamu mengandung tanpa suami, tentu orang-orang akan menggunjingmu."

Tiba-tiba, terdengar suara dari balik tirai.

"Saya akan menikahi Asih."

Asih dan Bu Darmi tersentak kaget. Mereka sontak menoleh ke arah sumber suara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Pengganti Untuk Gadis Desa   Bab 29

    "Gimana, Asih? Jangan malu-malu, kan sudah menikah," Bu Wati tersenyum, tapi senyumnya terkesan mencurigakan."Iya, berapa bulan hamilnya? Kok baru sebulan nikah udah hamil? Cepat banget ya," Bu Siti menambahkan dengan nada yang terdengar menyindir.Asih semakin pucat. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Jika mengaku hamil, pasti akan ada pertanyaan lanjutan yang sulit dijawab. Jika menyangkal, nanti jika kehamilannya terlihat jelas, ia akan dianggap pembohong."Saya ...," Asih mulai berucap, tapi kata-kata terasa tersangkut di tenggorokan."Kenapa diam? Jangan-jangan ...," Bu Wati dan Bu Siti saling pandang dengan tatapan penuh makna.Pak Bambang yang melihat Asih terlihat tidak nyaman, segera menyela. "Sudah, sudah. Ini berasnya sudah selesai ditimbang."Tapi Bu Siti belum puas. "Asih, jujur saja. Kamu hamil, kan? Coba lihat, perutmu agak buncit, wajahmu bulat, dan kulitmu glowing. Tanda-tanda hamil muda banget itu.""Iya, terus kalau hamil, berarti kamu hamil sebelum nikah, dong? Soa

  • Suami Pengganti Untuk Gadis Desa   Bab 28

    Suasana di ruang tengah menjadi hening setelah Ardy pergi. Galih duduk di samping Asih, matanya sesekali melirik ke arah pintu tempat motor Ardy tadi menghilang."Asih," Galih berkata pelan, "siapa pria tadi?"Asih terdiam. Jantungnya berdegup kencang. Haruskah dia jujur? Atau lebih baik berbohong saja? Pikirannya berkecamuk mencari jawaban yang tepat."Kenapa diam?" tanya Galih lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut. "Tapi aku tidak akan memaksa kalau kamu tidak ingin menjawabnya."Asih semakin bingung. Sikap pengertian Galih justru membuatnya merasa lebih bersalah."Yasudah, sebaiknya kamu masuk ke dalam kamar, istirahat saja," kata Galih sambil mengulurkan tangannya hendak membantu Asih bangkit."Dia adalah Ardy," Asih tiba-tiba berkata, menghentikan gerakan Galih. "Pria tidak bertanggung jawab yang mencampakkan aku begitu saja."Galih terdiam sejenak, kemudian duduk berhadapan dengan Asih. Wajahnya tenang, tidak menunjukkan kemarahan atau kekecewaan."Aku minta maaf, Galih.

  • Suami Pengganti Untuk Gadis Desa   Bab 27

    Motor milik Ardy melaju pelan di jalan desa yang berlubang. Asih duduk di belakang, kedua tangannya memegang pinggiran jok motor, berusaha menjaga jarak dengan Ardy."Asih, pegang bahuku. Nanti kamu bisa jatuh kalau hanya pegang jok," kata Ardy tanpa menoleh."Tidak apa-apa, aku bisa—"Tiba-tiba motor sedikit oleng karena lubang di jalan. Asih hampir terjatuh ke samping, refleks langsung memeluk pinggang Ardy dari belakang."Maaf," bisik Asih sambil segera melepas pelukannya."Tidak apa-apa. Kalau perlu pegang yang erat," jawab Ardy, hatinya berbunga merasakan sentuhan Asih sedetik tadi.Angin sore menerpa wajah mereka. Motor terus melaju pelan, Ardy sengaja tidak mempercepat laju motornya."Asih," Ardy berkata pelan. "Kamu harus menjaga diri dengan baik. Terutama ... anak yang ada dalam kandunganmu."Asih memilih tidak merespons kata-kata Ardy. Ia hanya menatap hamparan perkebunan kopi yang mereka lewati, berusaha menenangkan hatinya yang berkecamuk.©©©Motor Ardy memasuki halaman r

  • Suami Pengganti Untuk Gadis Desa   Bab 26

    "Juragan Ardy ...," Bu Darmi menganga. Mengapa pemuda ini datang di saat yang tidak tepat.Ardy melihat kondisi Asih yang hampir tidak sadarkan diri. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mendekati mereka."Kenapa Asih?" tanya Ardy."Dari malam demam," jawab Bu Darmi singkat."Ayo naik motor, saya antar ke mantri," tawar Ardy."Tidak usah. Kami bisa jalan sendiri," Bu Darmi menolak."Bu Darmi, ini emergency. Asih bisa kenapa-napa kalau terlambat ditangani," Ardy bersikukuh."Tidak apa-apa, kami bisa—"Belum selesai Bu Darmi bicara, tubuh Asih mendadak lemas dan pingsan. Bu Darmi panik dan hampir tidak sanggup menahan berat tubuh Asih."Asih! Asih!" panggil Bu Darmi sambil menepuk-nepuk pipi Asih.Ardy langsung bereaksi. Tanpa permisi, ia menggendong Asih dengan gaya bridal carry. Tubuh Asih terasa ringan di lengannya yang kekar."Juragan Ardy, turunkan Asih!" protes Bu Darmi."Maaf, Bu. Ini demi keselamatan Asih. Kita harus cepat ke mantri."Bu Darmi tidak bisa berbuat apa-apa. Keselama

  • Suami Pengganti Untuk Gadis Desa   Bab 25

    Menjelang siang, Bu Darmi memutuskan pergi ke warung untuk membeli sayuran. Ia berharap Asih sudah tidur nyenyak dan demamnya mulai turun.Di warung Pak Bambang, Bu Darmi memilih-milih kangkung yang masih segar. Daunnya hijau mengkilap, batangnya masih renyah. Ia juga mengambil sekotak tempe yang baru datang dari pabrik tahu tempe di ujung desa."Bu Darmi!" seru Bu Wati yang baru datang ke warung. "Kok jarang kelihatan? Biasanya pagi-pagi sudah jualan jamu.""Kaki saya baru sembuh dari terkilir, Bu. Belum bisa jalan jauh," jawab Bu Darmi sambil membawa belanjaan ke konter pembayaran."Oh, iya, kemarin Asih yang datang ke sini ya. Katanya Galih sudah bekerja di kebun karet," Bu Wati mendekat dengan mata berbinar-binar. "Betul ya Galih bekerja di sana?""Iya, kami sangat bersyukur akhirnya Galih mendapat pekerjaan," Bu Darmi menjawab singkat.Tidak lama kemudian, Bu Ima datang dengan langkah tergesa-gesa, seperti biasa penuh dengan energi untuk bergosip."Bu Darmi! Wah, lama tidakk bert

  • Suami Pengganti Untuk Gadis Desa   Bab 24

    Jalanan desa masih gelap gulita. Tidak ada lampu penerangan sama sekali. Hanya cahaya bulan separuh yang sesekali muncul dari balik awan yang menjadi penuntun jalan.Galih menyalakan senter kecil yang selalu dibawanya. Pancaran cahaya putih itu menerangi jalan tanah berbatu di depannya. Suara jangkrik dan katak sawah bersahut-sahutan di kegelapan.Tapi Galih sama sekali tidak merasa takut dengan kegelapan. Yang membuatnya was-was adalah bayangan Rio yang kemarin ia lihat melintasi kebun karet tempatnya bekerja. Apakah Rio masih ada di desa ini?Jika Rio memang diperintah kakaknya untuk mencarinya, berarti keberadaannya di desa ini sudah tidak aman lagi. Ia harus bersiap untuk kemungkinan terburuk.Tapi bagaimana dengan Asih? Bagaimana dengan Bu Darmi? Ia tidak mungkin meninggalkan keluarga barunya begitu saja. Belum lagi Asih sedang mengandung.Galih menggeleng, mencoba mengusir pikiran negatif itu. Mungkin Rio memang hanya berlibur biasa. Mungkin ia terlalu paranoid.Suara langkah ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status