Share

Suamiku Bukanlah Milikku
Suamiku Bukanlah Milikku
Author: Ratu Halu

Bab 1 - Pengkhianatan

Di sudut kamar, aku menatap dia yang senyum-senyum sendiri padahal dia hanya menatap ponselnya. Memang akhir-akhir ini hubungan antara kami kurang baik, bahkan di saat aku mengajaknya bercinta dia selalu menolak berbagai alasan, seperti kemarin malam yang membuatku kesal tetapi harus bisa selalu mengerti.

“Mas, malam ini, ya. Lihat deh Adek udah rapi dan cantik untuk Mas seorang, cantik, ya, kan?” tanyaku waktu itu.

Dia menoleh ke arahku saja tidak, bahkan dia hanya menjawab simple dan menyakitkan bagiku seorang istri yang teramat sangat menyayanginya.

“Ya, nanti saja,” jawabnya hanya itu.

“Kok gitu terus, sih, Mas? Kenapa selalu menundanya padahal Mas sendiri yang menginginkan seorang anak dalam rumah tangga kita,” ucapku sedikit merajuk.

“Aku bilang nanti saja! kamu tuli hah? Perbaiki wajahmu itu sudah seperti badut di Ancol,” tukasnya dengan meninggalkan aku begitu saja.

Aku tidak bisa menahan bulir air mata ini lagi, membiarkan bulir-bulir air mata terus menetes membasahi bantal yang saat ini aku genggam.

Suamiku bernama Wijaya Kusuma, dia seorang direktur utama di perusahaan Pratama Group. Dulu sebelum dia berhasil dalam karirnya, dia bekerja sebagai tukang asin di pasar, kedua orang tuaku lah yang mewarisi semua harta untuk suamiku, setelah kedua orang tua meninggal, suamiku benar-benar sudah berubah.

Tepat hari ini, aku menatapnya dengan lekat di sudut ruangan yang lumayan luas, aku sebut kamar surgawi, dia selalu tersenyum bersama ponselnya. Dulu di dalam kamar ini banyak canda tawa tetapi kini berubah menjadi tangisan air mataku.

***

Aku nekat untuk menyelidiki kenapa suamiku berubah sudah satu bulan, naik ojek online untuk mengikuti jejaknya yang pada akhirnya mobil suamiku berhenti di salah satu hotel bintang lima di kota hujan ini.

“Sayang, lama banget, sih, datangnya aku nggak sabar tahu!” rengek seorang wanita.

“Iya Sayang maaf, ya, biasa tadi ada problem sedikit di rumah,” jawab laki-laki yang ku kenal itu pasti suamiku.

Aku terus mendengarkan percakapan mereka, yang pada akhirnya aku mendengar langsung ucapan kali ini yang berhasil menyayat hati.

“Pasti kamu dibikin ribet sama istri tua bangka itu, ya? ih, nyebelin. Sudah buang saja dia ke tong sampah lagian, kan, sudah ada aku,” rengek wanita itu lagi.

“Iya Sayang pasti aku buang dia secepatnya! Kamu sabar dulu makanya.”

Saat wanita itu membalikkan badannya, aku syok setengah ingin mati rasanya saat melihat wanita itu, yang tak lain adalah adik kandungku sendiri.

Aku tak akan pernah memaafkan mereka! Sungguh tak adil, ini sudah seperti cerita di sinetron yang sering aku tonton tetapi nyata dan ini terjadi pada hidupku.

Berjalan saja rasanya sulit tetapi aku harus melakukannya, harus terus berjalan mendekati mereka berdua. Aku tidak bisa diam saja saat diriku mereka khianati begitu saja.

Saat ini, tepat berada di belakang mereka berdua dan aku tak tinggal diam, aku jambak rambut panjang adikku yang bernama Ayu. Namanya Ayu tetapi tidak seperti akhlaknya, beda denganku walaupun namaku Mawar tetapi aku tak berduri.

Aku pun berhasil menjambak rambut adikku dengan kasar.

“Aw! Siapa, sih? Hah? Kakak?”

“Mawar? Ngapain kamu di sini?”

Suamiku memang tak ada akhlak bisa-bisanya dengan nada santai dia bertanya aku ngapain di sini. Sungguh memalukan ternyata suamiku menyukai daur muda dibandingkan istrinya yang sudah berusia lanjut menuju kepala tiga.

Belum dikaruniai anak apakah harus selingkuh dengan adik kandungku sendiri? Ini tidak adil ya Allah, aku ingin berpisah dan merelakan laki-laki macam suamiku.

“Kamu tanya aku ngapain di sini? Kalian manusia yang enggak punya hati, bisa-bisanya kalian berselingkuh di belakang aku. Kurang apa aku ini, Mas?” tanyaku dengan nada tinggi, gemetaran dan dituntut untuk tegas.

“Syukur kalau kamu sudah tahu sendiri. Jadi, aku gak harus capek-capek kasih tahu dan jelasin, iya kita berdua memang sudah bercinta dua tahun lamanya. Kenapa?” Suamiku malah balik tanya.

Plak! Ku tampar suamiku, tak berani menampar adik kandungku maka dari itu hanya jambak rambutnya saja.

“Kakak sadar diri dong sudah tua juga, ngaca Kak ngaca! Aku dan Mas Wijaya saling mencintai dan Kakak nggak ada hak untuk mengatur bahkan melarang,” ucap Ayu.

Bahkan saat ini suamiku mencium kening Ayu di hadapanku, sungguh mereka memang menyedihkan dan menjijikan.

“Aku ingin pisah, Mas! Lepaskan aku jika kamu lebih memilih adikku,” ucapku lebih tegas lagi.

“Baik! Tanpa kamu minta pun aku akan menalak kamu, mulai saat ini kamu bukan istriku lagi, aku talak kamu Mawar,” tutur suamiku dan ku lihat rahangnya sudah begitu mengeras mungkin dia sangat membenciku dan lebih mencintainya.

Seorang wanita meminta cerai bukan berarti serius tetapi dia sebagai suami tak ada memperjuangkan aku sama sekali.

“Kamu jahat, Mas! Kamu juga jahat Ayu! Kalian berdua pengkhianat,” ucapku lemah tak berdaya lagi.

Daripada harus menanggung malu ditalak di depan umum seperti ini, lebih baik aku pergi walaupun melangkah saja terasa sulit, langkah kaki ini seperti berat.

Aku tak tahu mereka membicarakan ku atau tidak setelah aku pergi dari hotel itu, memutuskan untuk pulang ke rumah dan membereskan semua pakaian mantan suamiku, karena aku sudah tak sudi satu atap dengannya lagi setelah kejadian ini.

Untung saja aku tidak sempat memergoki mereka bermesraan, langsung ku labrak mereka seperti tadi karena tak ingin berlama-lama menderita seperti sinetron yang sering aku tonton.

Sesampainya di rumah.

“Aku benci kamu, Mas! Mudah sekali kamu menjatuhkan talak itu padaku, pernikahan kita sudah 10 tahun lamanya sama sekali tak ada artinya bagi kamu.”

Aku memasukkan semua pakaian dan barang-barang milik suamiku yang lebih tepatnya sudah menjadi mantan suami. Ku masukkan semuanya ke dalam koper miliknya, karena sudah tak tahan lagi.

Tak lama, diriku pun tak menyangka ternyata mereka berdua mengikutiku pulang ke rumah ini. Untuk apa adik pengkhianat itu ikut ke rumah ini?

“Heh! Mau kamu apakan semua barang-barang milikku,” bentak Wijaya.

“Pergi kamu, Mas. Pergi kamu dari rumahku! Aku sudah tak sudi melihat wajahmu lagi,” ucapku sembari menahan tubuh yang mulai bergetar menahan sakitnya hati ini.

“Harusnya Kakak dong yang pergi! Ini, kan, rumah yang akan dijadikan harta gono gini yang tentunya akan dijual dan dibagi dua.”

“Ayu Sayang, sudah jangan diributkan hanya rumah kecil seperti ini. Nanti kita beli yang baru, ya, biarkan saja rumah ini menjadi miliknya kasihan dia nggak punya apa-apa ha ha,” cicit Wijaya yang terlihat sangat meremehkan diriku.

Wijaya tertawa bahkan adikku sendiri ikut melemahkan hati nurani yang sedari tadi aku jaga. Aku tak segan-segan membuang koper itu ke luar rumah, biarkan saja koper itu tergeletak di tanah.

“Keterlaluan kamu, Mawar! Beruntung aku sudah menalak kamu! Wanita nggak ada akhlak. Sayang ayo, kita pergi dari sini ayo, kita cari rumah baru yang lebih bagus.”

“Iya ayo, Sayang, biarkan saja dia kesepian di sini ha ha, selamat tinggal kakakku yang malang,” ucap Ayu.

“Pergi sana … pergi kalian! hiks kalian tega.”

Setelah mereka benar-benar sudah pergi, entah ini hanya kebetulan atau memang mewakili perasaanku malam ini, langit mendung dan akhirnya air hujan mengguyur bumi dan membasahi seluruh tubuhku.

Aku menangis sesenggukan di luar rumah, di saat hujan turun ikut membasahi bumi, tak'kan ada yang tahu kalau saat ini aku menangis karena air hujan ikut serta menutupi kesedihan hati ini.

Comments (64)
goodnovel comment avatar
Tiara Yuniar
aduh aduh aduh ko begini amat ya hidup nya si mawar, seperti bunga bnyk duri nyaaa
goodnovel comment avatar
Ratu Halu
Ngakak Kak...
goodnovel comment avatar
Ning Ayu Rodlia
Baca scene ini aku pingin makan seblak level paling pedess.. kalau Wijaya ada di bawah dan posisi aku ada di atas langit bisa itu aku kasih hujan seblak pedas pas di wajahnya.. biar mantabb
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status