Davin adalah putra Gerald. Dia putra sugar daddy Tania.
“Jadi, Ayah … ini adalah kejutan yang kubicarakan di telepon saat aku memintamu untuk hadir di sini,” Davin bercerita tanpa senyum terlepas dari wajahnya. “Gadis ini, Tania Wood, adalah kekasihku. Aku bermaksud mengenalkannya padamu.”
Hanya dalam waktu beberapa detik Tania merasakan lututnya melemah. Secara spontan ia meraih lengan Davin agar tak terjatuh.
“Kau baik-baik saja?” Davin berbisik cemas. “Kau tidak mau bersalaman dengan ayahku?”
Tania masih memandang Gerald, antara memastikan bahwa itu memang dia atau berharap penglihatannya salah. Tapi tidak, itu memang dia. Gerald Bentley. Davin sudah menyebutkan namanya. Gerald balas memandang Tania dengan ekspresi yang tak pernah ia kenali sebelumnya. Apa itu? Apakah itu ekspresi terkejut? Marah? Tidak percaya?
Entahlah. Ekspresinya sulit ditebak.
Namun, tak lama kemudian ia tersenyum.
“It’s nice to see you, Miss Tania Wood,” Gerald bersuara. Tania tertegun, tak pernah ia memanggil Tania seperti itu.
“Ayah, dia seorang model asal London yang terkenal! Aku sengaja tidak menceritakannya padamu karena, yah … ini kejutan!”
Gerald mengangguk dan lagi-lagi tersenyum sambil melihat perempuan di hadapannya. Tapi tentu saja, ada sesuatu yang berbeda di matanya.
“She's gorgeous, Dan.” Gerald melirik jam tangannya. “Oh, iya, Ayah harus menghadiri acara di London dalam tiga jam. Ayah akan berangkat sekarang, ya?”
“Tunggu, Ayah sudah akan pergi? Tapi Ayah bahkan baru saja tiba!” Davin kelihatan bingung. Tania hanya berusaha mengalihkan pandangan dari Gerald.
“Tapi Ayah sudah bertemu dengan Tania, kan? Itu artinya sudah selesai. Kau sudah memberikan kejutannya pada ayahmu ini.” Gerald tersenyum penuh arti lalu melangkah ke luar. “Sampai jumpa, Dan!”
“Ayah!” Davin berteriak memanggil tapi Gerald terus berlalu dan masuk ke mobilnya.
Davin dan Tania terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya Davin meraih tangan kekasihnya dan mereka duduk.
“Maafkan sikap ayahku, dia memang pria yang sangat sibuk dan hubungan kami sedikit kurang baik sejak aku memutuskan untuk pindah ke Paris bertahun-tahun lalu.” Davin menghela napas. “Atau mungkin lebih tepatnya, sejak dia meninggalkan kami.”
“Tidak masalah,” jawab Tania lirih.
“Kau tampak begitu pucat, apa kau sakit?” Davin menatapnya cemas. “Jika kau lelah aku akan mengantarmu ke rumahku agar kau bisa beristirahat.”
“Tidak, Dan. Aku baik-baik saja. Kurasa sebaiknya kau menyambut beberapa tamumu, aku akan tetap di sini.” Tania mengusap tangannya.
“Maaf semuanya tidak berjalan seperti yang kita harapkan.”
“Tidak sama sekali, ayahmu bahkan sudah sangat baik dengan menyempatkan diri untuk datang. Dia tampak begitu menyayangimu, ya?”
Davin tersenyum lalu mengecup kening Tania. “Aku akan segera kembali.” Ia pun beranjak untuk menemui para tamu yang datang.
Acara peresmian itu berjalan baik dan cukup banyak orang yang datang. Davin bercerita pada Tania bahwa dia sendiri yang memulai bisnis ini dengan membuka toko baju kecil dan menerima pakaian hasil desain dari teman-temannya maupun membuat desainnya sendiri.
Namun Tania tak bisa terus fokus mendengar cerita Davin sebab pikirannya masih terjebak dan berusaha mencerna apa yang baru saja dilihatnya, kenyataan yang harus ia hadapi. Gerald Bentley adalah ayah kekasihnya.
Bagaimana ia bisa menjalani hubungan mereka ke depannya?
“Aku sedikit heran kenapa kau tak memajang satupun fotomu bersama ayahmu di rumah.” Tania memberanikan diri bicara saat mereka sudah kembali ke rumahnya. Kenyataan ini begitu membuatnya marah. Marah pada Davin mengapa ia tak pernah bercerita tentang ayahnya sedikit saja atau sekadar memperlihatkan fotonya, marah pada dirinya sendiri yang tak terpikir untuk memaksanya agar bercerita tentang ayahnya.
Tapi hei, lagipula apa bedanya? Jika Davin memberitahu Tania sebelumnya, ia tetap akan terjebak pada situasi yang sama dan tak tahu harus melakukan apa. Ia dan Davin sudah begitu saling mencintai, dan tujuan Davin mempertemukan Tania dengan kedua orang tuanya adalah karena mereka berencana melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius.
Tinggal bersama dan menikah.
“Aku tidak terlalu ingin membahasnya.” Davin memandang Tania selama beberapa saat. “Menurutmu aku harus memajang fotonya di rumah ini?”
Tania menghela napas berat, enggan menjawab. Davin sama sekali tak mengerti apa yang terjadi.
“Baiklah, tunggu sebentar.” Davin tiba-tiba pergi ke salah satu ruangan dan kembali dalam beberapa menit. “Ini dia, fotoku bersama ayah.”
Davin menunjukkan sebuah foto berbingkai berukuran kecil dengan potret Gerald mengenakan setelan jas yang rapi seperti biasa, sedangkan Davin mengenakan kemeja putih. Keduanya duduk di sebuah meja makan yang tampak seperti berada di sebuah restoran.
“Ini adalah saat aku merayakan kelulusanku dari SMA, dia datang sebentar dan kami sempat berfoto.” Davin berjalan menuju salah satu meja di sudut ruangan. “Aku akan memajangnya di sini, ok?”
Tania memandang foto itu. Gerald dan Davin, ayah dan anak lelakinya. Mereka punya senyuman yang sama serta mata yang juga sama.
Inilah kenyataannya, yang tak pernah terpikir oleh Tania sama sekali.
Tania pernah ke Jerman beberapa kali, tapi ia tak pernah ke Munich. Hanya Berlin. Kini saat ia akhirnya menginjakkan kaki di kota itu, mendadak ia jadi begitu gugup. Bukan hanya karena akan menemui ibu Davin, tapi juga karena menyadari kenyataan bahwa ia akan bertemu Catherine, mantan istri dari sugar daddy-nya.“Ibuku orang yang menyenangkan, dia pasti akan sangat menyukaimu!” Davin menggandeng tangan Tania saat mereka keluar dari taksi menuju sebuah rumah sederhana dengan kotak pos berwarna coklat tua di halamannya.“Jangan cemas, ibuku tidak sesibuk ayahku. Dia tidak akan pergi begitu saja setelah kukenalkan kalian berdua,” lanjut Davin, “lagipula ini rumahnya, dia selalu tahu bagaimana menyambut tamu dengan baik.”Davin memencet bel beberapa kali dan pintu terbuka, menampakkan sosok wanita paruh baya yang cukup tinggi—kurang lebih sama dengan Tania, mengenakan kaus longgar dan celana panjang. Sekilas ia terl
Sudah lebih dari seminggu lamanya Tania tak menerima panggilan atau pesan apa pun dari Gerald. Mungkinkah Gerald begitu sibuk? Atau ia sangat marah?Catherine tidak ada di rumah hari ini. Ia bekerja sebagai salah satu tutor di sebuah kelas memasak yang tak jauh dari rumah dan mengajar setiap akhir pekan. Ia sudah berpesan pada Davin dan Tania bahwa mereka boleh pergi berjalan-jalan dengan mobilnya dengan catatan tetap membiarkan rumah terkunci, tapi sepasang kekasih itu sepakat bahwa mereka hanya akan bermalas-malasan di rumah seharian dan menghabiskan camilan yang memenuhi lemari.“Kau kelihatan gelisah, apa yang kau cemaskan?” Siang itu Davin menghampiri Tania yang sedang duduk termenung memandangi halaman belakang. “Apa kau bosan berada di sini?”“Tidak.” Tania menggeleng cepat.“Jangan khawatir, tiga hari lagi kita akan kembali ke Paris. Setelah itu kau bisa kembali ke London.”“Tidak, Dan.
“Ibu lega kau sudah mengenalkan Tania pada ayahmu, Dan.” Catherine memecah hening kala mereka menikmati makan malam. Tania memandangnya, mencoba untuk tersenyum. “Ayah Davin sangat kaku,” lanjutnya.“Dia sudah jauh lebih baik, sepertinya,” sambung Davin.“Mungkin dia sudah memiliki kekasih? Who knows?”“Ibu ....” Davin tampak tidak senang mendengar kalimat Catherine. Tania sendiri? Jantungnya berdetak lebih cepat. “Dia tak akan lakukan itu. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.”“Bagaimana kau tahu, Dan? Katakan, apa kau hanya berprasangka baik karena dia ayahmu?” Catherine bicara dengan lembut, di situasi ini Tania merasa bersalah, entah kenapa.“Well, maksudku, kurasa ayah tak akan mau repot-repot menikah lagi jika dia masih seperti itu. Semua orang yang mengenalnya tahu bahwa dia sangat dingin.&rdqu
Tania tiba di London dan segera menuju flat dengan pikiran yang kacau. Begitu banyak fakta yang harus ia terima dan ia bahkan tak tahu bagaimana harus menerimanya. Mungkin ia bisa menerima kenyataan bahwa sugar daddy-nya selama ini adalah ayah kekasihnya, tapi bagaimana ia bisa menjalani hidupnya sekarang dan setelahnya? Apa ia harus memilih di antara mereka berdua? Oh tentu, dalam hal ini, Davin adalah kekasihnya. Namun Gerald adalah orang yang telah memberi Tania kehidupan. Bisa dibilang, Gerald telah menyelamatkan Tania.Tania melangkah masuk ke dalam flat dan menyadari aroma marijuana. Segera ia melangkahkan kaki ke dapur dan benar, Gerald di sana. Duduk dengan selinting marijuana yang tinggal tersisa sedikit lagi di tangannya. Jasnya terletak di atas meja.“Kau sudah kembali, sweetheart,” suaranya terdengar berat, “dua minggu tanpa menelepon, rasanya lama sekali, ya?”Apa yang harus Tania katakan? Ia pun tak tahu.
Apa maksudnya ini? Apa tamu yang baru saja dibicarakan Gerald adalah Davin? Kenapa dia meminta Davin datang kesini? Apa dia sedang menyiapkan rencana untuk menjebak Tania? Jika ini memang rencananya, dia sungguh keterlaluan. Setidaknya itulah yang dipikirkan Tania.Davin terdiam di sana, sementara manajer restoran itu telah berlalu menuruni tangga. Tania dan Gerald saling berpandangan.“Tania? Kau ada di sini?” Davin mengangkat alis.“A-aku-”“Davin!” Gerald berseru tertahan lalu tertawa ceria. “Kau datang tanpa memberitahu?”“Ya, ini sangat mendadak. Aku sudah menghubungi Tania tapi dia tak menjawab telepon atau pesanku.” Jelas Davin masih dengan ekspresi bingung. “Kalian … sedang apa?”“Ahaha! Kau tahu? Ini kebetulan yang sangat gila. Ayah baru tahu ternyata Tania menjadi model di perusahaan agensi milik Ayah!” Gerald menghampiri putranya. Tania meng
Paris. Di kota inilah Tania akan menjalani kehidupan barunya, bersama Davin. Jelas ini bukan tempat yang buruk untuk memulai sebuah lembaran baru, meski Tania tidak yakin lembaran baru macam apa yang kini ia buka. Tampaknya bukan lembaran dari buku yang masih kosong, melainkan lembaran lama sebuah buku catatan berisi konflik tak berkesudahan.Walaupun panik, ia mencoba terlihat tenang dan berusaha untuk tak merepotkan Davin dengan membiarkannya terus-terusan bertanya apa Tania baik-baik saja karena sepanjang perjalanan Tania terus melamun. Ia terus-terusan membuka ponsel dan memeriksa media sosial, memastikan ia telah mengunggah foto bersama Davin dengan keterangan bahwa ia akan mulai tinggal di Paris hari ini.Beberapa teman-temannya berkomentar dan mengucapkan selamat, tetapi Tania sangat sibuk dalam dua minggu pertama karena selain harus beradaptasi, ia juga ikut membantu pekerjaan Davin dalam mengurus Casualads entah itu dalam hal perancangan atau mempromo
“Hei! Bagaimana jalan-jalannya?” Davin masih duduk di belakang meja kerjanya saat Tania kembali.“Tidak banyak jalan-jalan. Hanya mengobrol dan sedikit minum di bar,” jawab Tania seadanya. “Aku tidur duluan, ya?”“Tentu, selamat malam, sayang.”Pagi harinya, Tania melihat sebuah pesan di ponselnya. Dari Rob, yang dikirim jam 3 pagi. Ia mengirimkan sebuah lokasi dan meminta Tania agar datang saat jam makan siang dengan membawa akta kelahirannya.Inikah saatnya? Tania lebih penasaran dengan percakapan macam apa yang terjadi antara Rob dan istrinya malam tadi. Setelah sedikit panik saat Tania hampir tidak bisa menemukan secarik kertas bertuliskan nama serta tanggal lahirnya dan nama lengkap kedua orang tuanya, akhirnya ia berhasil menemukannya. Tania merasa dirinya cukup bijak dengan tidak menyepelekan benda itu walaupun ia hampir tak pernah berharap bisa menemukan petunjuk tentang keberadaan orang tuanya lagi.
Hari-hari Tania jadi jauh lebih sibuk ditambah lagi Davin yang melakukan renovasi besar di lantai tiga tokonya. Siang itu Tania sibuk membereskan dan mengatur ulang sebagian besar letak barang-barang yang ada di lantai satu dan dua. Davin sedang pulang ke rumah untuk memeriksa sesuatu dan para pekerja konstruksi masih belum muncul untuk memulai pekerjaan mereka setelah makan siang.Hanya kemudian kedatangan Gerald yang seketika membuatnya terkejut dan panik, bertanya-tanya untuk apa dia datang? Apa lagi rencananya?“Apa lagi yang kau inginkan?” Tania menyembunyikan rasa takutnya.“Ada yang harus kita bicarakan.” Gerald melangkah lebih dekat. Tania langsung menghindar tapi Gerald malah mengikutinya. Bahkan saat Tania mulai berlari ke lantai atas, Gerald masih terus mengikuti dengan langkah yang lebih cepat. “Tania! Tunggu!”Lantai tiga penuh dengan barang-barang konstruksi yang berantakan serta debu yang menyesakkan pern