Di kantor, Axel begitu sibuk dengan pekerjaannya, tapi tiba-tiba saja pintu ruang kerjanya telah diketuk dari luar.
Tok, tok, tok. “Masuk!” titah Axel, tanpa mengalihkan pandangannya dari laptopnya. Pintu terbuka dan tampaklah David masuk dan duduk dihadapan Axel tanpa disuruh terlebih dahulu. “Ada apa?” tanya Axel, yang sudah menghentikan pekerjaan. “Saya sudah mendapatkan semua informasi tentang gadis remaja yang Anda inginkan.” “Siapa dia?” tanya Axel, penuh rasa penasaran. “Namanya Giselle Anastasia, usia 18 tahun, masih sekolah SMA kelas lll, kedua orang tuanya pengusaha sukses, tapi mereka bercerai dan dia kadang tinggal di rumah ibunya, tapi sering di rumah ayahnya …..” David menceritakan semua tentang Giselle secara detail. “Jadi dia belum punya kekasih?” tanya Axel, setelah mendapatkan penjelasan dari David. “Belum.” “Oke, kalau begitu mulai hari ini aku akan mendekatinya.” Axel begitu antusias, saat mengetahui dirinya memiliki peluang besar untuk mendapatkan hati gadis incarannya. “Anda harus berhati-hati, karena dia putri dari salah-satu pengusaha terkenal di negara kita ini," ujar David mengingatkan. “Aku tau apa yang harus aku lakukan, kamu tidak usah cemas. Akan aku pastikan kalau semuanya baik-baik saja, sampai apa yang aku inginkan terwujud. Sekarang aku pergi dulu.” Axel beranjak dari duduknya dan akan melakukan pendekatan pada Giselle. Ia berpikir semakin cepat semakin baik dan apa yang diinginkan bisa segera terwujud. *** Di kantin sekolah, Giselle melamun, sambil mengaduk-aduk minumannya, memikirkan tentang Axel yang sudah mengambil kesuciannya. “Apa kamu masih memikirkan kejadian itu?” tanya Kiara sambil mengaduk-aduk jus jeruknya, sedangkan tatapannya tidak beralih.dari Giselle. “Ya jelas aku memikirkan semua itu, bagaimana kalau sampai aku tedung gara-gara dia? Siapa yang mau tanggung jawab?” sahut Giselle dengan pelan supaya tidak ada yang mendengar. “Ya udah cari aja dia dan minta pertanggung jawaban sama dia, lagian dia sepertinya tipe pria idaman mu.” Kiara tersenyum menggoda. “Dia memang tipe pria idaman aku, tapi kan aku belum kenal dia.” Kiara menarik nafasnya dalam dan membuangnya kasar, biasanya Giselle sangat agresif dengan pria dewasa, tapi ini justru malah panik. “Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, sekarang ayo kita balik ke kelas, dua menit lagi kita masuk," ajak Kiara. “Iya," jawab Giselle, yang tak bersemangat Keduanya melangkah pergi dari kantin menuju ruang kelas dan kembali mengikuti pelajaran hingga pelajaran terakhir. Jam pulang sekolah telah tiba, keduanya keluar dari pintu gerbang sekolah menunggu jemputan datang, karena semua siswa tidak diperbolehkan membawa kendaraan roda empat dan hanya boleh memakai kendaraan roda dua. Namun tiba-tiba saja sebuah mobil mewah berwarna hitam telah berhenti tepat di depan mereka berdua. Tampak seorang pria dengan usia sekitar 35 tahun, memakai setelan jas berwarna hitam, telah keluar dari mobil mewah tersebut. Giselle langsung menegang, saat melihat siapa pria yang keluar dari mobil dan melangkah menghampirinya. “Kamu kenapa?” tanya Kiara, yang mulai menyadari perubahan sang sahabat. “Dia pria yang aku maksud.” bisik Giselle. “Astaga, mau apa dia?” Giselle hanya menggelengkan kepalanya, karena Axel sudah berdiri di hadapannya dengan tersenyum manis, membuatnya seolah-olah terhipnotis dengan senyumannya itu. “Hai, senang kita bisa ketemu lagi,” ujarnya, masih dengan tersenyum dan menatapnya aneh. “Om mau apa?” “Mau ketemu sama kamu? Bisa kita ngobrol sebentar?” “Ngapain?” tanya Giselle, yang mengerutkan keningnya. “Biar lebih dekat lagi, kemarin kan kita belum sempat ngobrol dan kamu malah langsung main kabur aja.” Giselle terdiam dan justru memandang sang sahabat yang ada di sampingnya, seolah-olah minta pendapatnya. “Udah ikut aja. Ini kesempatan kamu buat minta pertanggungjawaban dia atas apa yang dilakukan,” bisik Kiara, yang seolah-olah mengerti arti tatapan Giselle. "Hemmmm ...." Dengan rasa ragu akhirnya Giselle mengikuti apa yang disarankan Kiara dan sekarang ia sudah ada di dalam mobil Alex, meninggalkan Kiara sendirian. ‘Aku pikir sulit membujuk dia biar mau aku ajak pergi bareng, ternyata tidak. Dasar cewek gampangan, tapi ya sudahlah itu gak penting. Pokoknya sekarang aku harus bisa membuat dia masuk dalam perangkapku,’ batin Axel, yang tersenyum tipis nyaris tidak terlihat. Ia mengarahkan mobilnya menuju sebuah restoran ternama di kota itu. Sesampainya disana, ia membawa Giselle menuju ruang VIP supaya tidak ada yang melihat dirinya tengah jalan dengan gadis ABG. “Kita kesini cuma mau makan aja, kan?” tanya Giselle, yang duduk di depan Axel. “Kita makan sambil ngobrol biar saling mengenal satu sama lain.” “Iya, tapi nggak perlu memakai ruang VIP juga kali.” Giselle merasa tidak nyaman, apalagi bersama dengan pria yang baru dikenalnya. “Aku nggak suka orang lain mendengar obrolan kita dan lebih tepatnya aku nggak mau kebersamaan kita diganggu sama kebisingan pengunjung lain," jawab Axel beralasan. Giselle mengangguk, berusaha menerima alasan Axel, tidak lama kemudian beberapa pelayan restoran telah masuk dan menyajikan makanan yang sudah di pesan oleh Axel. “Nona, Tuan, silahkan dinikmati. Semoga Anda menyukai menu masakan di restoran kami,” ujar salah satu pelayan, setelah selesai menyajikan semuanya. “Terima kasih, Mbak,” jawab Giselle, sambil tersenyum ramah, sedangkan Axel tidak menjawab dan sibuk memperhatikannya. Kini di tempat itu hanya tinggal mereka berdua dan Giselle hanya memandangi semua makanan yang ada di hadapannya. “Kenapa tidak dimakan dan cuma diliatin aja? Apa kamu tidak suka?” tanya Axel, yang telah menyipitkan matanya. “Jujur aku bingung, karena kebanyakan makanan yang Om pesan adalah kesukaanku? Emangnya Om tau dari mana?” heran Giselle, sambil memandang semua makanan yang tersaji di atas meja. “Sebenarnya ini semua cuma filing aku aja dan nggak taunya beneran makanan kesukaanmu?” jawab Axel yang terus saja memberikan alasan. “Iya, tapi tetap aneh aja ….” “Udah jangan berpikir buruk sama aku. Aku cuma ingin mengenalmu lebih dekat aja,” pungkas Axel yang mengalihkan pembicaraan supaya tidak mencurigai dirinya yang sudah mengetahui semua tentang Giselle. Giselle mengangguk dan mempercayainya begitu saja. Kini pelan-pelan ia mulai makan apa yang sudah disajikan, sambil memikirkan bagaimana caranya menanyakan tentang kejadian malam itu. “Oh, iya. Nama kamu siapa?” tanya Axel, yang pura-pura tidak tau nama gadis incarannya itu. “Panggil aja Giselle.” “Oke, udah punya pacar?” Giselle yang tadinya sibuk dengan makanannya, kini telah menatap Axel. “Belum, memangnya kenapa?” “Baguslah, itu artinya aku bisa mendekatimu, jujur sejak pertama kali aku lihat kamu di klub malam itu, aku mulai tertarik sama kamu dan pengen banget deket sama kamu. Maaf kalau aku lihat kartu pelajar mu pas kamu ada di apartemenku, biar aku bisa menemuimu.” Axel mulai mengeluarkan jurus-jurus rayuannya supaya Giselle merasa dicintai oleh dirinya. Giselle menelan ludahnya dengan susah payah atas apa yang dikatakan Axel barusan. Ia berpikir kalau Axel merupakan bujang lapuk atau duda yang kembali jatuh cinta pada pandangan pertama. Ada rasa bahagia dalam hati Giselle mengetahui jika dirinya dicintai oleh pria seperti Axel. Namun ia tidak boleh menunjukan rasa senangnya sebelum benar-benar mengetahui siapa sebenarnya Axel. “Om serius?” tanya Giselle. “Ya, aku serius dan kayaknya aku jatuh cinta pada pandangan pertama deh.” Axel berusaha meyakinkan Giselle. “Nggak usah gombal, mana ada pria sepertimu nggak punya pasangan. Pasti banyak wanita yang sudah kena jeratan cinta Om.” “Jangan salah, aku ini bukan tipikal pria yang suka gonta-ganti pasangan. Ya aku akui kalau aku pernah jajan di luar, tapi bukan berarti aku mengkhianati pasanganku.” “Jadi benarkan kalau Om udah punya pasangan?” tanya Giselle dengan sedikit kecewa. ‘Duh, kenapa aku jadi keceplosan gini sih, semoga aja dia gak curiga,’ batin Axel. Ia menarik nafasnya dan membuangnya kasar, berusaha untuk tidak panik supaya Giselle tidak curiga, kalau dirinya sudah memiliki istri. Ini belum waktunya Giselle mengetahui semua itu.Kiara duduk di atas ranjang, memandang Giselle dengan sangat serius dan penuh rasa penasaran. Ia sudah tidak sabar ingin mengetahui cerita tentang kebersamaan sahabatnya dengan Axel tadi. “Gimana tadi? Ayo dong cerita sama aku, tentang kebersamaanmu sama om-om itu. Terus kalian pergi kemana aja? Apa dia mau tanggung jawab tentang kejadian malam itu atau tidak?” Sederek pertanyaan telah keluar dari bibir Kiara. “Huh, kebiasaan banget sih, coba kalau tanya itu satu-satu!” kesal Giselle, yang diberondong dengan sejumlah pertanyaan oleh Kiara. “Oke, kalian tadi pergi kemana?” tanya Kiara dengan gaya kemayu. “Cuma makan di restoran dan nggak kemana-mana," jawab Giselle, sambil senyum-senyum. “Terus dia ngomong apa? Apa dia mau tanggung jawab atas apa yang dilakukannya?” tanya Kiara, yang begitu kepo-nya. “Aku belum sempat ngebahas soal itu, otak ku tiba-tiba ngeblank, saat dia mengatakan cinta dan dia bilang suka sama aku, sejak pertama kali lihat aku di klub malam kemarin,"
Di kantor, Axel begitu sibuk dengan pekerjaannya, tapi tiba-tiba saja pintu ruang kerjanya telah diketuk dari luar. Tok, tok, tok. “Masuk!” titah Axel, tanpa mengalihkan pandangannya dari laptopnya. Pintu terbuka dan tampaklah David masuk dan duduk dihadapan Axel tanpa disuruh terlebih dahulu. “Ada apa?” tanya Axel, yang sudah menghentikan pekerjaan. “Saya sudah mendapatkan semua informasi tentang gadis remaja yang Anda inginkan.” “Siapa dia?” tanya Axel, penuh rasa penasaran. “Namanya Giselle Anastasia, usia 18 tahun, masih sekolah SMA kelas lll, kedua orang tuanya pengusaha sukses, tapi mereka bercerai dan dia kadang tinggal di rumah ibunya, tapi sering di rumah ayahnya …..” David menceritakan semua tentang Giselle secara detail. “Jadi dia belum punya kekasih?” tanya Axel, setelah mendapatkan penjelasan dari David. “Belum.” “Oke, kalau begitu mulai hari ini aku akan mendekatinya.” Axel begitu antusias, saat mengetahui dirinya memiliki peluang besar untuk mendapa
Axel baru saja tiba di rumah, dilihat istrinya sudah menyambutnya dengan wajah dilipat, hanya karena semalaman dirinya tidak pulang. “Sayang, kenapa wajahmu kelihatan kesal gitu? Apa kamu nggak suka suamimu pulang?” tanya Axel, yang tersenyum mentoel hidung istrinya. “Suka, tapi aku kesal. Masa malam Minggu juga kamu ada pekerjaan, terus kapan ada waktu buat aku?” protes Alina, masih dengan wajah dilipat. “Maaf, ini memang diluar dugaanku. Tadinya aku habis keluar bareng David mau langsung pulang dan malam mingguan bareng kamu, tapi malah ada kerjaan mendadak. Aku janji seharian ini waktuku hanya buat kamu.” Axel sebisa mungkin memberikan alasan yang masuk akal, supaya Alina tidak marah dan cemburu mengetahui dirinya bersama wanita lain. “Tau ah, aku kesel sama kamu, Mas!” Alina melangkah meninggalkan Axel begitu saja, menuju kamar pribadinya. Axel menarik nafasnya dan membuangnya kasar, kemudian ia mengejar Alina. Dalam kamar ia memeluk istrinya dari belakang. “Maaf, lai
Silaunya sinar matahari pagi yang menerobos masuk melalui kaca jendela kamar, membuat Giselle pelan-pelan mulai membuka matanya. Ia menggeliat dan belum menyadari dimana dirinya berada. Ia duduk bersandar di kepala ranjang, sambil menguap merasakan ngantuk dan kepala yang masih terasa sakit akibat kebanyakan minuman memabukkan semalam. “Ah, sepertinya semalam aku kebanyakan minum, sampai pusingnya belum juga hilang," keluh Giselle, yang memijat keningnya. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar yang tidak ada siapapun kecuali dirinya. Ia baru sadar kalau kamar itu bukanlah kamarnya, ataupun kamar sahabatnya. “Astaga, ini kamar siapa? Kalau Kiara bawa aku pulang ke rumahnya, ini bukan kamar dia?” Giselle kebingungan hingga turun dari tempat tidurnya dan mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi Kiara dan tidak lama kemudian panggilannya pun telah diangkat. “Halo," jawab Kiara dari seberang telepon sana. "Ki. Kamu dimana?” tanya Giselle, tanpa basa-basi. “A
Axel keluar dari mobil mewahnya dan dengan gagahnya masuk dalam sebuah klub malam diikuti oleh asisten pribadinya dari belakang. Ini merupakan hal yang biasa baginya, saat ia sudah mulai jenuh dengan semua kesibukannya sebagai seorang pimpinan perusahaan terbesar di kota tersebut. Dengan menyilangkan kakinya, ia duduk di sofa ruang VIP, sambil menikmati minuman memabukkan dan suara musik DJ yang memecah keheningan klub malam tersebut. Seorang wanita malam telah datang menghampirinya dan mencoba menggodanya. Namun nampaknya Axel kurang nyaman dengan kehadiran wanita tersebut. hingga ia menyuruh asisten pribadinya agar membawanya jauh-jauh dari dirinya. “David, singkirkan wanita ini dariku!” titah Axel yang sedikit sedikit menggeser duduknya. David pun mengangguk. “Baik, Tuan.” David beranjak dari duduknya dan sedikit menarik tangan wanita itu dengan perasaan heran, karena biasanya tuanya itu senang bermain-main dengan wanita malam. Mau tidak mau wanita itupun mengikuti D