Share

Tangkap Aku (if you can)
Tangkap Aku (if you can)
Penulis: Mee Chasanah

BAB 1

Pernah merasa bosan hidup?

Sepertinya aku sedang mengalaminya sekarang. Entah mengapa hari-hari yang aku jalani terasa hambar, meskipun aku tidak pernah berjalan sendirian.

Bisa dibilang aku memiliki teman-teman yang mengisi hari-hari membosankanku di sekolah. Kami berteman sejak hari ketiga masa orientasi siswa atau disingkat dengan MOS. Hari itu kami hanya mengobrol untuk mendapatkan teman, karena dirasa kami memiliki banyak kesamaan dan merasa cocok, jadilah kami berteman sampai sekarang. Namun aku tidak pernah menganggap mereka benar-benar teman, jujur saja aku hanya membutuhkan mereka karena rasa kesepianku. Terdengar kejam memang, namun itulah yang aku rasakan.

Memangnya apa yang kalian harapkan dengan pertemanan? Kita berteman hanya karena kita membutuhkannya dan itulah faktanya.

Aku berteman dengan mereka bukan hanya untuk menghilangkan rasa kesepianku, tapi juga untuk membantuku mendapatkan nilai bagus di mata pelajaran yang lain, selain kimia tentunya.

Aku itu bukan orang yang genius yang bisa menguasai semua mata pelajaran. Aku hanya jago di satu bidang, yaitu bidang mata pelajaran kimia. Sedari kecil aku memang sangat tertarik dengan mata pelajaran itu bahkan aku juga sering bereksperimen untuk membuktikan kebenaran-kebenaran yang tertulis di buku ensiklopedia kimia yang aku baca. Aku ingat sekali sewaktu aku SD dulu dan pergi ke perpustakaan, aku menemukan sebuah buku yang berjudul Pencegahan dan Penanggulangan Keracunan Dalam Bahan Kimia Berbahaya, dan aku membacanya.

Dulu aku tidak terlalu mengenal apa itu bahan kimia serta arti dari kimia itu sendiri. Baru setelah aku masuk SMP lah aku baru mengerti bahwa kimia adalah cabang dari ilmu fisik yang mempelajari tentang materi, sifatnya, perubahannya serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Dari sanalah aku mulai tertarik dengan ilmu kimia.

Semakin aku belajar, semakin aku merasa kagum. Itulah yang aku rasakan. Ilmu kimia bukan hanya tentang mempelajari unsur-unsur yang dapat kita gunakan di alam, namun juga tentang bagaimana suatu unsur juga bisa sangat membahayakan bagi kita. Dengan kata lain, suatu unsur kimia dapat berguna namun juga dapat merusak, tergantung bagaimana kita bisa memanfaatkannya dengan baik. Selain aku menyukai ilmu kimia, aku juga menyukai kriminologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang kejahatan. Namun sayangnya ilmu itu tidak masuk mata pelajaran di sekolah. Bukan tanpa alasan aku menyukai ilmu krimonologi, tentu saja karena aku sangat menyukai novel detektif. Novel detektif yang paling kusukai adalah "Alferd Hitchcock And The Three Investogators", novel itu pernah aku baca ketika aku masih SD dan lagi-lagi aku menemukannya di perpustakaan. Aku tidak mengerti mengapa perpustakaan sekolah dasar bisa menyediakan buku-buku semacam itu, namun karena itulah aku jadi suka pergi ke perpustakaan sekolah dan membangun minat bacaku di sana.

Selain kedua ilmu itu, aku sama sekali tidak tertarik. Hal itu membuat aku tidak pernah belajar mata pelajaran lain kecuali saat di sekolah. Namun, karena aku memiliki teman aku mampu menutupi semua kekuranganku itu.

Berbicara tentang teman-temanku, saat ini mereka sedang bergosip ria di sudut kelas, padahal sekarang masih jam pelajaran. Namun berhubung saat ini sedang jam kosong -sepertinya aku harus menyebutnya dengan singkatan jamkos- seisi kelas pun jadi berisik. Mereka berkumpul dengan orang-orang yang mereka anggap sebagai teman hingga terbentuklah sebuah kelompok pertemanan meski kita masih berada dalam satu kelompok yang sama yang disebut dengan teman sekelas. Ini terlihat seperti kelompok dalam kelompok. Terlihat konyol sekali, bukan?

Mau bagaimana pun juga, aku tidak dapat menampik bahwa aku pun juga begitu. Awalnya aku tidak terima sistem sosialisasi ini dan bertanya-tanya, mengapa kita harus membuat semacam kelompok di dalam kelompok? Mengapa kita tidak berteman saja dan menyatukan 29 orang menjadi teman tanpa harus membuat kelompok lagi?

Namun sekarang aku sadar bahwa itu adalah pikiran konyol yang pernah aku pikirkan. Sekarang pikirkan, bagaimana mungkin kita bisa menyatukan 29 kepala dengan pikiran yang berbeda-beda, menyatukan dua orang saja sulit apalagi 29 orang. Itu sebabnya jangan pernah berpikir bahwa kau bisa menyatukan pikiran dari setiap orang karena mereka memiliki tujuan dan perasaan yang berbeda-beda. Meskipun hasil yang ingin dicapai itu sama, tapi tetap saja kau tidak akan pernah bisa menyatukan pikiran dan perasaan orang lain.

Aku memiliki teman lebih dari satu, lebih tepatnya lima orang yang sering berada di dekatku. Mereka memiliki kemampuan dan pikiran yang berbeda-beda, mereka bahkan pernah sedikit berselisih dan tentu saja ada pertengkaran, namun sehebat apapun pertengkarannya, cepat atau lambat, mereka pasti akan kembali lagi seperti semula. Sebenarnya aku tidak terlalu paham mengapa mereka bisa kembali berteman kepada orang yang telah menyakiti mereka, masih segar diingatanku saat kedua orang temanku bertengkar hebat hanya karena masalah kecil, namun besoknya mereka sudah baikkan. Jika aku jadi mereka aku lebih baik berhenti berteman dan mencari pengganti teman yang lain. Tapi mereka tidak melakukannya. Aku pun mulai berpikir bahwa itu karena mereka masih masih membutuhkan satu sama lain.

Kalo dipikir-pikir memang gak ada gunanya juga jika pertemanan yang dibangun atas dasar persahabatan ini hancur. Karena nyatanya kita memang saling membutuhkan satu sama lain.

Contoh kecilnya saja temanku yang paling populer di antara kami berenam, Kathia Lovata. Kathia yang biasa kami panggil dengan nama Thia adalah langganan peringkat satu di kelas, dan tentunya juga peringkat paralel di angkatan. Padahal kami masih kelas 10 kala itu terjadi. Apa kalian berpikir bahwa dia orang yang cerdas? Tidak? Baiklah akan kuberitahukan rahasia pencapaiannya tersebut.

Dia bisa berada di peringkat teratas itu karena kita berlima. Kita berlimalah yang mendorongnya untuk naik. Asal kalian tahu saja kita berlima itu memiliki kemampuan masing-masing yang jika disatukan, kami bisa menjadi sempurna. Namun sayangnya mereka terlalu bodoh untuk menyadari kemampuan mereka hingga mereka jadi mudah untuk dimanfaatkan. Pernyataan 'kita adalah teman' membuat mereka menjadi lemah hingga mereka mau-mau saja menggunakan kemampuan mereka untuk mendorong orang lain agar bisa berada di puncak. Mirisnya mereka tidak sadar dan tetap menganggap bahwa Thia adalah siswi berprestasi.

Thia juga populer dikalangan kakak kelas maupun di kalangan angkatan kami. Biar kuberitahu bahwa itu bukan karena Thia memang pantas menjadi populer. Itu karena dia adalah seorang adik dari Sanggara Abhimanyu, seorang siswa yang dikabarkan siswa paling cerdas di SMA Teratai Global. Hal itu dikarenakan ia sudah banyak menyumbangkan piala bergengsi dalam sains sewaktu kelas 10 dan kelas 11 dulu -yang kini sekarang ia sudah kelas 12.

Memang sangat beruntung menjadi Thia, selain karena memiliki kakak seperti Kak Gara, ia juga memiliki teman seperti kami.

"Hei Fey ... ngelamun aja sih. Apasih yang sedang kau pikirkan?" tanya Chalista padaku.

Aku pun menatapnya sambil tersenyum canggung. Memang sedari awal aku tidak pernah tertarik ikut bergosip dengan mereka. Namun mereka memaksaku untuk bergabung dengan alasan 'kita teman' tentu saja.

"Aku hanya sedang berimajinasi," jawabku seadanya. Aku tahu itu adalah alasan yang konyol, namun hanya alasan itulah yang sedang kupikirkan saat ini.

"Lagi mengkhayalkan kau bisa jalan dengan Banu, ya?" mereka pun tertawa setelah mendengar lelucon tidak lucu yang dilontarkan oleh Fannia kepadaku. Aku tidak mengerti di mana letak kelucuannya, itu sebabnya aku pun hanya diam sambil tersenyum tipis.

Setelah puas mengejekku dengan seorang pria yang bernama Banu, mereka lanjut mengobrol karena Gita memiliki topik yang lebih seru lagi untuk dibahas. Aku pun seperti terselamatkan olehnya.

Banu itu adalah teman sekelasku. Kami pernah terpergok berjalan menuju kelas bersama di koridor sekolah, hal itulah yang membuatku sering mendapat godaan dari teman-temanku karena menganggap aku menyukai Banu. Terkadang sifat mereka yang seperti itulah yang kurang kusukai dari mereka.

Berbicara tentang teman-temanku, kurasa aku harus menceritakan tentang teman-temanku yang lain dan akan kuberitahu kemampuan mereka beserta hal-hal yang membuatku kesal juga dengan mereka.

Chalista Arundra, dia ini jagonya di bidang biologi. Entah bagaimana dia mampu menghafal nama-nama ilmiah dalam biologi. Pelafalan nama ilmiahnya pun juga bagus, selain itu dia juga hafal sel-sel yang berada dalam tubuh, hanya dalam sekali lihat sebuah gambar sel dia mampu menyebutkan nama-nama sel yang ada pada gambar. Aku bahkan sempat kagum dengannya sewaktu pertama kali dia menunjukkan kemampuannya itu dihadapan teman kelas. Namun kekurangannya adalah dia itu kurang percaya diri dan bersikap tidak peduli. Ia tidak terobsesi dengan peringkat dan tidak tertarik untuk menunjukkan bakatnya itu untuk menjadi terkenal.

Fannia Ameta, dia ini jagonya di bidang bahasa Inggris. Pelafalan sangat fasih dan dia mampu membaca cepat teks bahasa Inggris yang panjangnya sampai enam paragraf. Tapi dia ini selalu bersikap sembrono dan tidak sabaran. Yang paling menyebalkan bagiku adalah dia ini suka sekali melontarkan lelucon yang tidak lucu.

Gita Omura, entah mengapa aku menganggap bahwa dia adalah orang yang paling jago dalam pelajaran matematika di kelas ini. Kemampuan analisisnya pun tidak bisa dianggap remeh. Setiap ada soal sulit, dia pasti selalu jadi orang pertama yang tahu jawabannya. Tapi sayang dia itu terlalu naif. Saking naifnya aku jadi membencinya.

Nita Gauri, si pesimis jago fisika. Kemampuannya tidak terlalu menonjol karena dia selalu pesimis. Aku rasa yang tahu kebisaan Nita dalam pelajaran fisika itu hanyalah kita-kita saja, bahkan guru fisika pun tidak tahu kemampuan Nita tersebut.

Sementara untuk Kathia, jujur saja aku tidak tahu kemampuannya apa. Aku selalu merasa bahwa dia hanyalah orang yang beruntung.

Sementara aku, namaku adalah Feyya Oktafiani. Aku hanyalah seorang siswi biasa yang sangat menyukai ilmu kimia dan kriminologi. Sebut saja aku gila karena aku mempelajari ilmu itu bukan untuk orang lain, melainkan untuk diriku sendiri. Bukan. Bukan untuk mencari ketenaran atau untuk mengejar mimpiku. Aku tidak punya mimpi dan cita-cita karena bagiku itu hanyalah angan-angan kosong yang digunakan untuk tetap bertahan hidup.

Aku mempelajarinya untuk melancarkan aksi bunuh diriku sendiri. Karena sungguh aku sudah muak dengan dunia yang sudah seperti dunia distopia ini. Tentu saja aku tidak sebodoh itu untuk dianggap sebagai gadis yang lemah karena aku membunuh diriku sendiri. Setelah sekian lama aku mempelajari ilmu kimia, aku sudah menemukan suatu racun yang di mana saat kematianku tiba, aku akan dianggap memiliki sakit parah, atau jika racun itu diketahui, maka aku akan dianggap telah dibunuh oleh seseorang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status