Share

Terjebak Pernikahan Palsu
Terjebak Pernikahan Palsu
Penulis: Bulan Mentari

Part 1

 

“Mas, kamu dimana? Kenapa sampe jam segini belum pulang? Ditelpon juga gak aktif. Semoga gak terjadi apa-apa sama kamu, Mas.”

Salma Aulia Sari, gadis berusia 24 tahun itu terus bergumam sendiri. Raut wajahnya sangat cemas. Menandakan hatinya tengah dirundung rasa khawatir mendalam. Bagaimana tidak? Suami yang sedang ditunggu kedatangannya masih belum nampak kehadirannya. Tidak pula memberi kabar untuk lebih sedikit menenangkan hatinya.

Berkali-kali ia menghubunginya via telepon, namun nomernya tidak juga aktif. Dikirim pesan singkat pun hanya centang satu. Rasanya semakin membuat hati Salma berkecamuk. Bukan marah yang ia rasakan, melainkan rasa khawatir jika ternyata ada sesuatu yang terjadi pada Sang suami.

Dengan perasaan berkecamuk, ia terus mondar-mandir di teras rumah, sambil sesekali mendongakkan kepala ke arah jalanan kanan kiri. Berharap, jika mobil yang ditumpangi Sang suami tiba-tiba muncul.

Pria yang belum sehari menyandang status sebagai suaminya itu hanya berpamitan akan pergi ke kantor. Pekerjaan mendadak menjadi alasan utamanya. Namun sampai sore, tidak jelas sosoknya. Ingin Salma menyusul ke kantornya, untuk memastikan keberadaanya yang sedang baik-baik saja, akan tetapi ia tidak mengetahui alamat kantor tempat Sang suami bekerja.

Selain karena ia tidak pernah menanyakan alamat kantor suaminya, Salma juga baru saja menginjakkan kaki di daerah ini. Daerah tempat suami tinggal dan menetap di sini. Tentu saja, ia tidak tahu menahu daerah yang baru ia singgahi itu.

Sejak awal sebelum menikah dengan Muhammad Rofiq Fadil, Salma sudah diwanti-wanti untuk mau diboyong langsung menuju rumah suaminya setelah akad nikah. Dan saat ini, ia sudah menjalani itu. Mengikuti ajakan suami ke rumah yang terletak di daerah perkotaan. Tepatnya di komplek perumahan elit di Jakarta.

Jarak dari kampung halaman Salma cukup jauh, memakan waktu empat jam lamanya di perjalanan. Namun, suaminya tetap mengijinkan jika sewaktu-waktu Salma ingin berkunjung ke rumah orang tuanya.

“Sudah mau maghrib, Non. Masuk dulu. Paling sebentar lagi Den Rofiq pulang.”

Suara lembut yang meneduhkan itu tiba-tiba membuyarkan pandangan Salma. Tatapannya kini beralih ke arah Mbok Marni, wanita berusia 60-an tahun yang sudah berdiri di muka pintu. Raut wajahnya tak kalah terlihat khawatir. Entah karena alasan apa. Namun, wajah itu nampak begitu teduh memandangi Salma.

“Memangnya, Mas Rofiq sudah biasa seperti ini, Mbok?” Salma memberanikan bertanya pada wanita yang sudah satu tahun bekerja di rumah ini. Setelah sebelumnya, ia hanya diam saja. Mengira, jika suaminya tidak akan membuatnya khawatir seperti ini.

“Sudah biasa, Non. Kadang malah pulang pagi atau siang.” Mbok Marni kembali menjelaskan.

“Masa, sih, Mbok?” tanya Salma heran. Ia memang tidak tahu, jika suaminya memiliki kebiasaan yang menurutnya kurang baik. Anggapannya yang mengira jika seorang Rofiq selalu bersikap disiplin dan teratur, ternyata salah.

Mbok Marni hanya tersenyum mengangguk. “Ayo, Non Salma, masuk dulu. Si Mbok sudah selesai masak. Barangkali Non Salma sudah lapar, karena belum makan sejak pertama sampai ke rumah ini.”

Salma menghela nafas panjang, membuang rasa sesak yang masih bersarang di dada, sebelum akhirnya ia masuk mengikuti langkah Mbok Marni ke ruang makan.

“Mau makan sekarang, Non?”

Salma hanya menanggapi pertanyaan Mbok Marni dengan gelengan. Tangannya masih sibuk menggeser-geser layar di ponselnya. “Enggak sekarang, Mbok. Nanti ajah, nunggu mas Rofiq pulang,” jawabnya setelah ada jeda beberapa detik.

“Apa, ini? Mas Rofiq tadi sempat aktif, tapi kenapa gak telepon balik?” Salma kembali bergumam, sambil menatap lekat layar ponselnya. Melihat Sang suami yang ternyata nomernya sudah aktif, Salma dengan sigap menekan fitur bergambar gagang telepon, lalu menunggu panggilannya diangkat.

Namun, tiga kali Salma menelpon nomer suaminya, tidak diangkat satu kalipun. Yang terakhir, justru malah direject. Tentu membuat dirinya semakin bertanya-tanya. Bagaimana mungkin panggilan dari istrinya tidak diangkat.

Kembali Salma menelpon untuk ke empat kalinya, berharap kali ini diangkat. Agar ia segera mengetahui kabar Sang suami yang sedang baik-baik saja. Namun sayang, nomernya kembali tidak aktif. Tidak bisa dihubungi lagi. Bahkan, pesan singkat sebelumnya pun hanya dibaca saja, tidak dibalas.

Hati Salma semakin berkecamuk. Degupan jantungnya pun berdetak lebih kencang dari normalnya. Tangannya masih sibuk mengetik papan keyboard di ponselnya, mengirim pesan lagi supaya ia tahu jika nanti nomer Sang suami kembali aktif.

Untuk ke sekian kalinya, Salma menghela nafas panjang, setelah pesan terakhir ia kirim, dan meletakan ponsel di atas meja. “Sebenarnya, kamu dimana, Mas? Kenapa pesanku gak kamu balas juga?” ucapnya, seraya mengusap-ngusap kedua tangan pada wajahnya. Menepis semua bayangan buruk yang mulai muncul dalam fikirannya. (*)

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status