Share

Di Pantulan Air

Kedua mata Rei mengerjap-ngerjap. Tidurnya terganggu oleh cahaya matahari yang memaksa masuk ke pelupuk mata. Tubuhnya terasa hangat karena tersiram cahaya itu, Rei duduk terbangun dan mendapati dirinya berada di dalam hutan.

"Dimana ini?" ia bergumam

Ada cukup jarak di antara pepohonan yang membuat sinar matahari hanya terfokus pada tubuhnya. Kedua matanya menatap sekeliling, otaknya berpikir tentang apa yang sebenarnya telah terjadi.

Saat memori yang dicarinya itu masuk, Rei tersentak dan spontan berdiri, membuat tas yang dibawanya terjatuh "Celia? Apa kau di sana?"

Pikirannya bingung, ia ingat sekali bagaimana kejadian sebelumnya saat ia melompat untuk menyelamatkan Celia, tapi gadis itu juga malah melakukan hal yang sama, dan berakhir dengan tanpa seorangpun yang terselamatkan.

Sebelum ia tak sadarkan diri, tubuh Rei terkulai tanpa tenaga, tangannya berusaha menggapai tubuh Celia, dan begitu juga Celia terlihat kesakitan berusaha menggenggam tangan Rei. Mereka tersenyum satu sama lain, air mata mengalir yang mengartikan sebuah kata maaf karena tak bisa menyelamatkanmu.

Tapi menyadari tubuhnya masih utuh dan terbangun di tempat yang tidak seharusnya. Maksudku, apa-apaan orang yang terluka malah dibawa ke hutan bukannya dibawa ke rumah sakit untuk di rawat!? Rei berpikir kalau Celia juga mengalami hal yang sama.

"Celia?!"

Kaki Rei mulai melangkah menelusuri, kemudian terkejut karena mendengar sesuatu, "Rei-kun?"

"Celia?"

"Rei-kun?"

Rei melangkahkan kakinya lebih cepat, mencari sumber suara yang sebenarnya terdengar sangat dekat.

"Celia, kau dimana?" teriak Rei sedikit panik. Di lubuk hatinya, ia tau ini tempat tak dikenal yang mungkin berbahaya jika ia bersuara terlalu keras, tapi akan lebih berbahaya lagi jika ia terpisah dengan Celia di tempat tak dikenal ini.

"Aku tidak tau, Rei! Sekelilingku hanya dipenuhi oleh pohon! Apa ini yang disebut hutan?"

Kalau situasinya berbeda, mungkin Rei akan tertawa, mengejek putri CEO yang biasa hidup mewah itu.

"Tapi, aku sama sekali tidak bisa menemukan dirimu, Celia. Suaramu bahkan terdengar sangat dekat!" Rei jadi lebih panik dari sebelumnya. Tangannya menyibak semak belukar untuk lewat.

"Benarkah? Aku pikir hanya aku yang merasa seperti itu," kalimat Celia malah membuat langkah Rei tertahan dengan reaksi terkejut.

"Maksudmu, kau juga merasa kalau aku berada di dekatmu?"

"Itu benar. Tapi aku sama sekali tidak bisa melihatmu. Terlebih lagi, kenapa ini? Kenapa tubuhku bergerak dengan sendirinya? Berlari seolah punya kehendak sendiri," jelas Celia.

Rei tak menanggapi, mendengar itu membuatnya terjun dalam pikiran.

"Rei-kun?"

Berbagai kemungkinan itu mulai terbentuk di benaknya.

"Rei-kun ada apa? Aduh, kenapa sih! aku ingin melihat sekeliling, tapi tubuhku tidak bisa digerakkan!"

Satu hal yang menjadi kemungkinan terbesar membuat Rei tersentak dan berlari cepat tanpa aba-aba.

"Loh? kenapa tiba-tiba lari ? Aneh sekali!" suara Celia terdengar menggema di pikiran Rei.

Ia berlari menuruni bukit, tapi teringat kalau ia meninggalkan tasnya, jadi ia kembali untuk membawa tas itu lebih dulu.

"Maunya apa sih, ini tubuh?"

"Tahan Celia, aku ingin memastikan keadaannya," Rei berlari, menyibak ranting, melompati semak menuju sungai yang berada di kaki bukit dari arah matahari terbenam.

Sungainya terlihat sangat jelas di lihat dari tempat ia berlari, tapi jalan yang ia lalui tidak bisa diprediksi. Benar saja, kakinya tersandung cekungan tanah.

"Ah tidak!"

Tubuh Rei jatuh dan berguling-guling sebelum akhirnya berhenti tepat di dekat sungai. Tasnya terlempar jauh dari situ.

"Rei, kau baik-baik saja? Tubuhku barusan seperti berputar-putar."

Rei yang merasa kesakitan berusaha bangkit untuk merangkak ke arah bibir sungai.

"Rei-kun kau dengar aku?"

Rei meringis, ia memaksakan tubuhnya untuk menatap wajahnya di pantulan air sungai.

"Celia, apa kau bisa melihat wajahmu?" tanya Rei.

"Aku melihatnya. Ah, itu kah dirimu, Rei? Kenapa wajahmu begitu kotor, itu benar kau, kan?"

Rei yang menahan rasa sakit berusaha tersenyum, "Iya itu aku."

Celia bisa melihatku tapi aku tidak bisa melihatnya dari pantulan air.

"Ah, syukurlah, sebaiknya kau cepat membersihkan lukamu."

Rei menghela nafas panjang. Ia mencuci wajahnya dengan air sungai, mengambil tas dan menyandarkan punggungnya pada batang pohon.

"Hei, Rei-kun."

"Ada apa, Celia-chan?"

"Apa kau tidak masalah dengan hal ini?" tanya Celia dengan nada sedih.

"Kau sudah paham keadaannya?"

"Aku pikir ini sudah jelas. Tapi kau tak perlu khawatir, meski kau yang memegang kendali tubuh, tubuh yang aku lihat ini tetaplah tubuhku, bukan tubuh lelakimu." Celia memberitahu keadaan.

"Aku justru malah mengkhawatirkan itu. Kau tentu tidak bisa terus hidup bergantung padaku seperti inikan? Kita perlu mencari solusi untuk ini."

"Aku sendiri tidak masalah."

Rei mengerutkan dahi, "Aku tidak mengerti maksudmu."

"Kau jangan salah paham ya, Rei. Ini bukan seperti aku nyaman tetap seperti ini. Aku hanya tidak mau kau memaksakan diri dengan hal yang tidak pasti. Sebaiknya kita jalani saja, dan setelah semua potongan puzzle telah kita temui, kita bisa merangkainya bersama."

"Kau jadi terdengar seperti motivator, haha!" Rei tertawa terhibur.

"Bodoh! Aku hanya cemas dengan keadaanmu, dasar Rei bodoh!"

"Kalau begitu, aku juga akan mencemaskanmu."

"Aku tidak butuh rasa cemas orang yang tidak bisa diandalkan! Hmph!"

"Heee, baiklah. Waktu terus berputar dan kita harus segera mengukir jejak."

Rei berjalan menelusuri arah sungai. Di lihat dari bentuknya yang agak lebar, hulu sungai ini pasti sebuah danau yang cukup luas. Rei berjalan tertatih sesekali memandangi sekitar.

"Rei, kau dengar sesuatu?" tanya Celia.

Rei menghentikan langkah, "Ah kau benar, itu terdengar seperti teriakan seseorang," Rei menopang tubuhnya pada batang pohon. Setelah mengisi tenaga sejenak, Rei melangkah menuju arah suara.

"Rei, kau tidak bermaksud menyelamatkan orang itu kan?"

"Aku hanya akan mengeceknya Celia. Kita tidak tau apa yang terjadi kalau kita tidak melihatnya."

"Itu teriakan minta tolong Rei. Kau taukan ada korban ada pelaku! Sebaiknya lebih perhatikan kondisimu dulu sekarang!"

"Percaya padaku, Celia. Aku pasti akan baik-baik saja.'

"Muuh Rei! Kau selalu saja berbuat hal bodoh!"

Itu sebabnya aku tidak bisa berpaling darimu.

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Eh, tidak, tidak, tidak! Dasar Rei bodoohh!"

"Ssstt! Kita akan ketahuan kalau bicara keras-keras!"

Celia terdiam malu.

Benar saja, itu teriakan wanita yang sedang minta tolong. Rei dan Celia juga mendengar percakapan yang suaranya terdengar berat, dan mereka begitu terkejut saat suara itu membicarakan hal-hal tidak senonoh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status