"Aku jahat?" Dinda menunjuk wajahnya sendiri.Selin semakin mengerutkan bibirnya, menahan amarah yang kian terbakar. Tapi, dari sudut matanya nampak menetes bulir bening yang sedari tadi menganak sungai di pipi."Tolong Mba Selin pergi dari sini. Keadaan Mas Daffa sedang tidak baik-baik saja. Mohon pengertian dari Mbak Selin." Dinda sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya. Dia bahkan membiarkan Selin melangkah pergi meninggalkan rumah sakit begitu saja."Dinda, bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Selin?" Kamila nampak mengkhawatirkan Selin."Biarkan saja, Mbak Kamila. Akibat ulah Mbak Selin, Mas Daffa jadi kesakitan. Aku bahkan tidak akan memaafkan Mbak Selin kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Mas Daffa." Dinda terlihat keras kepala. Dia tidak peduli dengan Selin yang tengah mengalami gangguan mental. Yang Dinda pikirkan saat ini adalah keselamatan Daffa. Dia juga sudah tidak sabar ingin segera besok, ingin segera mendengar informasi terbaru mengenai pelaku penganiayaan pad
Di ruangan jadi nampak ramai oleh orang-orang yang tengah merasakan sakit. Tapi tidak dengan Daffa. Kelopak mata Daffa nampak tertutup. Daffa masih belum sadar. Beberapa kali pukulan keras mengenai bagian wajah dan perutnya juga punggung. Padahal Daffa baru saja sembuh dari lumpuh. Kamila menangis melihat suaminya kesakitan. Dia khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya."Mas, ini sudah malam bahkan hampir pagi. Kenapa kamu masih juga belum sadar. Sadarlah, Mas. Kamu ini pria kuat. Aku yakin kamu pasti akan segera bangun. Kamu pasti tidak kenapa-kenapa 'kan. Aku pasti kuat kok." Kamila berbisik tepat di dekat telinga Daffa.Selin melihat itu. Pemandangan di depan matanya terlihat tidak mengenakkan. Selagi Dinda tidak ada di dekat mereka, Selin pun segera mendekati Kamila. "Kenapa kamu semakin berani mendekati Mas Daffa? Kamu pikir Mas Daffa cinta sama kamu? Jangan kepedean jadi orang ya. Kamu itu bukan seleranya Mas Daffa," tegur Selin pada Kamila. Dia menampilkan raut wajah
Salin langsung memeluk tubuh Daffa yang sudah tidak berdaya di atas lantai bar. Dia kemudian melayangkan tatapan penuh kebencian kepada Riki."Tega kamu, Mas!" sentak Selin kepada Riki."Mas Daffa tidak bersalah! Kenapa kamu malah menyakitinya? Kalau bukan karena pertolongan dari Mas Daffa, mungkin sekarang aku sudah mati," lanjutnya. "Itu adalah hukuman yang pantas bagi penghianat seperti kamu. Baru juga beberapa minggu aku menceraikan kamu, kamu malah sudah berani bersenang-senang di bar bersama laki-laki lain. Untung saja ada orang lain yang melaporkan, kalau tidak ada yang melapor tentu aku tidak akan tahu betapa bejatnya kelakuan kamu. Keputusanku menceraikanmu memang sudah keputusan yang benar. Wanita kotor seperti kamu memang tidak pantas diperjuangkan!" Riki terlihat menunjuk-nunjuk Selin, penuh emosi. Dia adalah mantan suami Selin yang baru beberapa minggu bercerai.Sebenarnya Riki masih cinta pada Selin, tapi sikapnya yang memang pemarah dan tempramental membuat Selin tidak
Pria suruhan Selin itu segera melaksanakan perintah.Selin terlihat kembali ke tempat duduknya di dekat Daffa, setelah merasa rencananya akan segera berhasil. Raut wajahnya berubah tidak seperti tadi. Terlihat lebih berseri-seri. Selin juga terus saja mengukir senyumannya kepada Daffa. Dia berharap kalau Daffa akan kembali terpesona kepadanya."Kamu dari mana? Kok dari toilet lama sekali?" Daffa seperti tidak nyaman duduk di kursinya. Beberapa kali ia mengedarkan pandangan ke sekeliling bar. Dia mulai tidak betah. Di sekeliling bar banyak orang-orang yang tengah mabuk dan juga wanita seksi yang tengah bersenang-senang. Daffa berpikir, untuk apa sebenarnya saya ingin mengajaknya ke tempat? Mengingat ucapan psikiater yang pernah berbicara dengan Daffa, bawa mental sekali memang tengah sakit. Gerak-gerik dan sikap Selin juga acap kali berubah tak menentu. Seperti sekarang, Daffa melihat Selin tiba-tiba berubah menjadi sedikit genit. Padahal dulu Selin tidak seperti itu. Dulu Daffa mel
Daffa dan Kamila sudah berada di ruangan dapur. Mereka menyaksikan Selin seperti tegang berisi tegang dengan pembantu Daffa. Raut wajah Selin juga nampak berubah drastis. Seperti ada yang tengah merasukinya. Padahal yang terjadi pada Selin sekarang adalah, jiwanya kembali merasakan kehancuran setelah harapannya dirasa pupus. Melihat Daffa dan Kamila sudah berada di ruangan yang sama, serentak Selin dan pembantu rumah tangga Daffa menoleh. Membantu berseragam serba pink itu langsung mendekati Daffa. "Pak Daffa, saya tidak tahu dengan Nona Celine. Tiba-tiba mencari pisau dalam meminta saya untuk membunuhnya," ungkap pembantu Daffa yang terlihat sangat ketakutan. "Apa!" Tentu saja Daffa dan Kamila sampai terkejut mendengarnya. Daffa pun segera mendekati ke arah Selin. "Selin, kita bicara sekarang di ruangan yang lain," pintanya pada Selin. Namun Selin langsung menolak. "Tidak mau! Aku lebih baik mati saja. Percuma aku hidup tanpa seorangpun yang menyayangiku. Semua manusi
Akhirnya Selin masuk di rumah itu dengan sambutan yang tidak baik dari Dinda.Semenjak dahulu Selin meninggalkan Daffa, Dinda jadi tak pernah lagi menyukainya. Dinda selalu berpikir bahwa kalau Selin bukan wanita yang pantas untuk didekati. Selin meninggalkan Daffa dalam keadaan terpuruk dan jatuh. Hanya ada Kamila yang saat itu setia menemani. Jadi, Dinda hanya setuju dan mendukung Kamila saja untuk saat ini.Di kamar ruang tamu, Selin menempati kamar itu. Dia terlihat memasuki kamar mewah dengan wajah bahagia.Sementara di ruangan lain, Kamila terlihat duduk sendirian. Ada rasa di dalam hati yang terbendung. Yakni rasa cemburu tatkala melihat Daffa berdekatan dengan Selin.Dia juga sedikit kecewa, karena mangga muda yang diinginkannya itu benar-benar tidak terlaksana. "Ternyata kamu di sini." Tiba-tiba saja suara Daffa terdengar menyapa di belakang Kamila. Rupanya dia sudah mencari-cari Kamila ke ruangan yang lain. Dia juga terlihat menghela nafas lega karena telah menemukan Kamila