Share

3. Bos Baru

Author: Estaruby
last update Last Updated: 2024-02-22 01:01:13

Sagara Adinata memulai paginya dengan semangat baru. Ini adalah hari pertamanya menjejakkan kaki sebagai pegawai magang di salah satu perusahaan ternama yang telah lama dia impikan.

The Cassiluxe.

Sebuah perusahaan yang menyediakan jasa produksi dan publikasi yang tak tergeser dari  top 3 perusahaan jasa media terbaik di negeri ini.  Berani bersaing baik dalam negeri maupun di kancah internasional.

Sagara patut berbangga diri. Meskipun hanya program magang, namun dia adalah satu- satunya mahasiswa dari kotanya yang berhasil menembus program magang di perusahaan impiannya itu. Sebagai seorang pemagang yang berfokus pada desain visual dan juga fotografi, Sagara berharap bisa mendapat kesempatan- kesempatan luar biasa dengan bergabung disini. Dengan kinerja yang baik, siapa tahu Sagara bisa mendapatkan akses untuk melanjutkan karirnya disini kedepannya.

Setelah melapor pada bagian administrasi, para anak magang dikumpulkan dalam satu ruangan khusus untuk pembekalan awal. Tidak banyak, ada sekitar lima orang termasuk Sagara yang telah berada disana. Wajah- wajah setengah tegang namun juga excited terpancar disana.  Kurang lebih mereka semua sama bangganya. Tembus magang di perusahaan ini merupakan pengalaman mahal yang harus dipergunakan sebaik-baiknya.

Dari jendela ruangan, Sagara dapat melihat bagaimana keruhnya udara diluar sana. Memang benar, tadi saat berangkat pun dia telah merasakan dengan jelas bagaimana sambutan tak ramah dari udara di kota ini. Penuh dengan polusi dan hiruk pikuk—memekakkan namun candu. 

Kursi disebelahnya berdecit, mau tak mau Sagara mengalihkan pandangan dan menemukan presensi lelaki dengan senyum lebar yang menatapnya penuh binar. 

"Hi, Lo Sagara, Kan? Kenalin, gue Mario!"

Beberapa orang disini memang nampak masih cuek bebek, namun tak jarang juga Sagara menemukan tipe- tipe manusia seperti Mario yang dengan enteng berkenalan sana sini. Tipikal SKSD namun juga manusia rame yang sepertinya akan menyenangkan untuk diajak berbaur.

Senyum tipis Sagara lampirkan saat menjabat Mario. "Iya, Gue Sagara. Kok lo bisa tau nama gue?" herannya.

"Bukan cuma nama, gue juga tahu asal kampus dan jurusan lo!" Mario menampilkan deretan giginya yang putih—nyengir bebas tanpa dosa.

"Ada sepuluh orang anak magang di divisi ini dan sejauh yang gue baca, cuma ada empat laki- laki. Dua diantaranya gue memang kenal, lo satu- satunya nama baru disana," sambungnya yang membuat Sagara kembali mengedarkan kepalanya keseluruh penjuru ruangan. Baru menyadari bahwa para pemagang yang ada di ruangan ini memang didominasi oleh kaum hawa. 

Percakapan keduanya tak berlanjut—lebih karena Sagara tak terlalu menanggapi celotehan Mario. Bukannya tak suka, hanya saja Mario terlalu cerewet hingga membuat Sagara jadi agak kewalahan menanggapinya. Alhasil terjadilah komunikasi satu arah dengan penerimaan yang tidak kondusif.

Suara Mario bagaikan dengungan nyamuk yang lewat tepat di depan telinga. Sagara lebih menaruh perhatiannya pada pintu utama. Apalagi ketika  tiga orang manusia  masuk penuh karisma kedalam ruangan, diikuti dengan senyapnya celotehan para pemagang lain.  Dia menemukan para petinggi yang sepertinya hendak memberikan pembekalan pada para pemagang. 

Manusia yang berdiri paling tengah disana menjadi pusat utama dari atensinya. Meskipun tidak sepenuhnya kaget, dia telah berhasil memberikan cukup banyak kejutan bagi Sagara. 

"Cakep ya, bro? Bu Natalia memang yang paling bening diantara yang lain. Seger banget ada pemandangan bos cakep begitu di kantor."

Kali ini suara Mario terdengar jelas di telinga Sagara. Lelaki itu tidak bisa abai kala nama itu dibisikkan di telinganya secara terang- terangan.

"Bu Natalia?"  Sagara bergumam.

Mario dalam mode bisik- bisik ghibah dengan mulus menyampaikan informasi yang entah mengapa kali ini menarik perhatian Sagara.

"Natalia Xaviera, Ketua Divisi termuda di corporate ini. Bayangin aja, doi baru usia tiga puluh, tapi sudah punya pengalaman kerja di berbagai perusahaan besar. Ini tahun keduanya disini, tapi langsung disegani dan jadi salah satu leader paling berpengaruh," jelas Mario. 

Sagara tidak bisa melepaskan pandang dari wanita dengan blazer dan rok hitam plus wajah tanpa ekspresi yang membuat kesan dingin dari dirinya menguar. Menurutnya, cukup berbeda dengan tampilan yang wanita itu suguhkan saat pertama kali bertemu dengannya, kemarin.

"Doi belum nikah. Ada desas- desus sih katanya ditinggal nikah sama tunangannya. Sumpah, gue juga penasaran, cewek macam apa yang bisa menggeser pesona Bu Natalia?" tambah Mario lagi yang membuat Sagara harus berterima kasih sebenarnya karena mendapatkan informasi baru tanpa harus bertanya pada sang mama atau bahkan bertanya langsung pada yang bersangkutan. 

Sebuah informasi penting bagi Sagara karena sejujurnya ia sudah cukup penasaran tentang hal ini sejak semalam. Rumah besar itu tidak punya satupun foto keluarga sehingga Sagara tidak tahu siapa saja penghuni rumah besar itu. 

"Tapi hati- hati! Katanya doi galak banget, nggak pandang bulu! Semua disikat kalo salah!" peringat Mario lagi.

Sagara tak perlu mengangguk untuk mengiyakan perkataan Mario. Menurutnya ketegasan semacam itu memang sangat diperlukan, apalagi oleh seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan teratas seperti ini. 

"Lo tau darimana?" 

Sebuah cengiran kuda kembali hinggap di wajah pria dengan kulit sawo matang itu, "gue udah masuk grup bawah tanah. Semua gosip perusahaan ada disana dan biasanya akurasinya lebih dari sembilan puluh persen," tuturnya dengan bangga.

Ada grup semacam itu juga rupanya?

Terlalu banyak kejutan mencengangkan yang cukup mengkagetkannya terutama dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam. Mulai dari fakta bahwa dia akan tinggal hanya berdua dengan seorang wanita dewasa lajang yang luar biasa mempesona, dan ditambah lagi fakta bahwa wanita yang sama adalah bos di tempatnya magang selama enam bulan kedepan.

What a coincidence?  

Sejujurnya, dalam bayangan Sagara, teman mamanya itu pastilah berusia sepantaran sang mama atau punya anak- anak yang akan sinis kepadanya. Tapi siapa yang menduga bahwa prediksinya bisa melesat begitu jauh seperti ini? Mengapa justru  sosok muda, cantik, ramping nan karismatik yang ditemuinya?

Tidak tahu harus bersyukur atau merasa tertekan. Sejak awal Sagara berharap bisa diberikan kebebasan dengan belajar tinggal di rumah indekos sendiri dan memiliki spacenya sendiri. Namun di sisi lain, entah mengapa dia punya pemikiran bahwa sosok Natalia Xaviera bukanlah tante- tante rumpi yang akan mengekang apalagi menyiksanya selama tinggal disana. Ditambah lagi, siapa yang tidak berdebar berdekatan dengan wanita seperti Natalia?

Hal itu juga didukung oleh pernyataan Natalia semalam. Pertemuan singkat mereka di meja makan hanya diisi oleh basis perkenalan sederhana sebenarnya. Namun Natalia dengan tegas menyatakan bahwa dia tidak akan mengintervensi urusan pribadi Sagara. 

"Kamu nggak perlu khawatir, selama tinggal disini saya akan provide kebutuhan apapun yang kamu perlukan. Selain itu, kamu juga nggak perlu takut saya akan  mengekang kebebasan kamu. Saya nggak sekolot itu untuk selalu 'cepu' tentang kegiatan kamu selama disini dan melaporkannya pada Mbak Karina," ucap Natalia meyakinkan. 

Sebuah poin yang terdengar saat menguntungkan bagi Sagara. Namun pemikiran kritisnya justru menyimpan sedikit kecurigaan disana. Apa iya hanya itu? Bukankah tidak ada satupun yang gratis? Tidakkah ada peraturan- peraturan yang harus Sagara ikuti sebagai bentuk dari kompensasi yang dia terima?

Lamunannya sedikit buyar saat Mario mengetuk punggungnya dua kali. Seolah menyadarkannya bahwa kini ia masih berdiri di tengah ruangan mendengarkan pembekalan magang. Tubuhnya otomatis tergerak maju saat barisan itu diarahkan untuk mengekor mengikuti staf yang akan memandu tur kantor kali ini.

Ketika sampai di dekat pintu, netranya sempat bertemu sebentar dengan pemilik netra biru tajam yang kentara mengawasinya. Tatapan beberapa detik terjalin sebelum keduanya sama- sama memutus tautan mata dengan mengalihkan pandang pada arah yang berbeda. 

Bibirnya mengulum senyum. Sagara ingat satu poin penting yang tidak boleh dia langgar dan ia setujui tanpa banyak pemikiran lanjutan dan perdebatan.

"Saya cuma punya satu permintaan, jangan sampai siapapun kecuali mama kamu tahu bahwa kamu tinggal disini. Terutama orang- orang kantor."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Hasrat Anak Magang   123. Aku Tidak Ragu

    Sagara dan Natalia sampai di taman kota setelah berkendara dari rumah kediaman keluarga besar Xavier. Padahal tadi mengatakan ingin segera pulang karena lelah ingin istirahat, namun ternyata dua insan itu justru berlabuh di sebuah taman kota dekat perumahan Natalia. Ini pukul sepuluh malam, Sagara tidak punya alasan khusus untuk membelokkan mobil dan berhenti disini padahal rumah Natalia hanya sekitar sepuluh menit lagi.Sejujurnya, Sagara hanya berusaha untuk memperbaiki mood sang kekasih yang sepertinya hampir murka. Meskipun Natalia hanya diam saja—justru lebih menakutkan karena dia diam saja. Lelaki itu percaya bahwa dirinya tak sepenuhnya salah, hanya saja perlu cukup usaha untuk menenangkan titisan naga api bertopeng cantik yang akan siap menyembur kapan saja itu. Keduanya berjalan menyusuri taman yang meskipun gelap namun masih punya cukup cahaya dari lampu-lampu taman yang diletakkan di banyak sudut. Pemerintah kota cukup murah hati rupanya, mereka mungkin mendengarkan aspiras

  • Terjerat Hasrat Anak Magang   122. Satu Hari Penuh Kejutan

    Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b

  • Terjerat Hasrat Anak Magang   121. Memberi Pelajaran Penguntit

    Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu

  • Terjerat Hasrat Anak Magang   120. Selamat Pagi (+)

    Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa

  • Terjerat Hasrat Anak Magang   119. Istirahat Berkualitas

    Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah

  • Terjerat Hasrat Anak Magang   118. Melingkari Jari Manis

    Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status