Share

3. Bos Baru

Sagara Adinata memulai paginya dengan semangat baru. Ini adalah hari pertamanya menjejakkan kaki sebagai pegawai magang di salah satu perusahaan ternama yang telah lama dia impikan.

The Cassiluxe.

Sebuah perusahaan yang menyediakan jasa produksi dan publikasi yang tak tergeser dari  top 3 perusahaan jasa media terbaik di negeri ini.  Berani bersaing baik dalam negeri maupun di kancah internasional.

Sagara patut berbangga diri. Meskipun hanya program magang, namun dia adalah satu- satunya mahasiswa dari kotanya yang berhasil menembus program magang di perusahaan impiannya itu. Sebagai seorang pemagang yang berfokus pada desain visual dan juga fotografi, Sagara berharap bisa mendapat kesempatan- kesempatan luar biasa dengan bergabung disini. Dengan kinerja yang baik, siapa tahu Sagara bisa mendapatkan akses untuk melanjutkan karirnya disini kedepannya.

Setelah melapor pada bagian administrasi, para anak magang dikumpulkan dalam satu ruangan khusus untuk pembekalan awal. Tidak banyak, ada sekitar lima orang termasuk Sagara yang telah berada disana. Wajah- wajah setengah tegang namun juga excited terpancar disana.  Kurang lebih mereka semua sama bangganya. Tembus magang di perusahaan ini merupakan pengalaman mahal yang harus dipergunakan sebaik-baiknya.

Dari jendela ruangan, Sagara dapat melihat bagaimana keruhnya udara diluar sana. Memang benar, tadi saat berangkat pun dia telah merasakan dengan jelas bagaimana sambutan tak ramah dari udara di kota ini. Penuh dengan polusi dan hiruk pikuk—memekakkan namun candu. 

Kursi disebelahnya berdecit, mau tak mau Sagara mengalihkan pandangan dan menemukan presensi lelaki dengan senyum lebar yang menatapnya penuh binar. 

"Hi, Lo Sagara, Kan? Kenalin, gue Mario!"

Beberapa orang disini memang nampak masih cuek bebek, namun tak jarang juga Sagara menemukan tipe- tipe manusia seperti Mario yang dengan enteng berkenalan sana sini. Tipikal SKSD namun juga manusia rame yang sepertinya akan menyenangkan untuk diajak berbaur.

Senyum tipis Sagara lampirkan saat menjabat Mario. "Iya, Gue Sagara. Kok lo bisa tau nama gue?" herannya.

"Bukan cuma nama, gue juga tahu asal kampus dan jurusan lo!" Mario menampilkan deretan giginya yang putih—nyengir bebas tanpa dosa.

"Ada sepuluh orang anak magang di divisi ini dan sejauh yang gue baca, cuma ada empat laki- laki. Dua diantaranya gue memang kenal, lo satu- satunya nama baru disana," sambungnya yang membuat Sagara kembali mengedarkan kepalanya keseluruh penjuru ruangan. Baru menyadari bahwa para pemagang yang ada di ruangan ini memang didominasi oleh kaum hawa. 

Percakapan keduanya tak berlanjut—lebih karena Sagara tak terlalu menanggapi celotehan Mario. Bukannya tak suka, hanya saja Mario terlalu cerewet hingga membuat Sagara jadi agak kewalahan menanggapinya. Alhasil terjadilah komunikasi satu arah dengan penerimaan yang tidak kondusif.

Suara Mario bagaikan dengungan nyamuk yang lewat tepat di depan telinga. Sagara lebih menaruh perhatiannya pada pintu utama. Apalagi ketika  tiga orang manusia  masuk penuh karisma kedalam ruangan, diikuti dengan senyapnya celotehan para pemagang lain.  Dia menemukan para petinggi yang sepertinya hendak memberikan pembekalan pada para pemagang. 

Manusia yang berdiri paling tengah disana menjadi pusat utama dari atensinya. Meskipun tidak sepenuhnya kaget, dia telah berhasil memberikan cukup banyak kejutan bagi Sagara. 

"Cakep ya, bro? Bu Natalia memang yang paling bening diantara yang lain. Seger banget ada pemandangan bos cakep begitu di kantor."

Kali ini suara Mario terdengar jelas di telinga Sagara. Lelaki itu tidak bisa abai kala nama itu dibisikkan di telinganya secara terang- terangan.

"Bu Natalia?"  Sagara bergumam.

Mario dalam mode bisik- bisik ghibah dengan mulus menyampaikan informasi yang entah mengapa kali ini menarik perhatian Sagara.

"Natalia Xaviera, Ketua Divisi termuda di corporate ini. Bayangin aja, doi baru usia tiga puluh, tapi sudah punya pengalaman kerja di berbagai perusahaan besar. Ini tahun keduanya disini, tapi langsung disegani dan jadi salah satu leader paling berpengaruh," jelas Mario. 

Sagara tidak bisa melepaskan pandang dari wanita dengan blazer dan rok hitam plus wajah tanpa ekspresi yang membuat kesan dingin dari dirinya menguar. Menurutnya, cukup berbeda dengan tampilan yang wanita itu suguhkan saat pertama kali bertemu dengannya, kemarin.

"Doi belum nikah. Ada desas- desus sih katanya ditinggal nikah sama tunangannya. Sumpah, gue juga penasaran, cewek macam apa yang bisa menggeser pesona Bu Natalia?" tambah Mario lagi yang membuat Sagara harus berterima kasih sebenarnya karena mendapatkan informasi baru tanpa harus bertanya pada sang mama atau bahkan bertanya langsung pada yang bersangkutan. 

Sebuah informasi penting bagi Sagara karena sejujurnya ia sudah cukup penasaran tentang hal ini sejak semalam. Rumah besar itu tidak punya satupun foto keluarga sehingga Sagara tidak tahu siapa saja penghuni rumah besar itu. 

"Tapi hati- hati! Katanya doi galak banget, nggak pandang bulu! Semua disikat kalo salah!" peringat Mario lagi.

Sagara tak perlu mengangguk untuk mengiyakan perkataan Mario. Menurutnya ketegasan semacam itu memang sangat diperlukan, apalagi oleh seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan teratas seperti ini. 

"Lo tau darimana?" 

Sebuah cengiran kuda kembali hinggap di wajah pria dengan kulit sawo matang itu, "gue udah masuk grup bawah tanah. Semua gosip perusahaan ada disana dan biasanya akurasinya lebih dari sembilan puluh persen," tuturnya dengan bangga.

Ada grup semacam itu juga rupanya?

Terlalu banyak kejutan mencengangkan yang cukup mengkagetkannya terutama dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam. Mulai dari fakta bahwa dia akan tinggal hanya berdua dengan seorang wanita dewasa lajang yang luar biasa mempesona, dan ditambah lagi fakta bahwa wanita yang sama adalah bos di tempatnya magang selama enam bulan kedepan.

What a coincidence?  

Sejujurnya, dalam bayangan Sagara, teman mamanya itu pastilah berusia sepantaran sang mama atau punya anak- anak yang akan sinis kepadanya. Tapi siapa yang menduga bahwa prediksinya bisa melesat begitu jauh seperti ini? Mengapa justru  sosok muda, cantik, ramping nan karismatik yang ditemuinya?

Tidak tahu harus bersyukur atau merasa tertekan. Sejak awal Sagara berharap bisa diberikan kebebasan dengan belajar tinggal di rumah indekos sendiri dan memiliki spacenya sendiri. Namun di sisi lain, entah mengapa dia punya pemikiran bahwa sosok Natalia Xaviera bukanlah tante- tante rumpi yang akan mengekang apalagi menyiksanya selama tinggal disana. Ditambah lagi, siapa yang tidak berdebar berdekatan dengan wanita seperti Natalia?

Hal itu juga didukung oleh pernyataan Natalia semalam. Pertemuan singkat mereka di meja makan hanya diisi oleh basis perkenalan sederhana sebenarnya. Namun Natalia dengan tegas menyatakan bahwa dia tidak akan mengintervensi urusan pribadi Sagara. 

"Kamu nggak perlu khawatir, selama tinggal disini saya akan provide kebutuhan apapun yang kamu perlukan. Selain itu, kamu juga nggak perlu takut saya akan  mengekang kebebasan kamu. Saya nggak sekolot itu untuk selalu 'cepu' tentang kegiatan kamu selama disini dan melaporkannya pada Mbak Karina," ucap Natalia meyakinkan. 

Sebuah poin yang terdengar saat menguntungkan bagi Sagara. Namun pemikiran kritisnya justru menyimpan sedikit kecurigaan disana. Apa iya hanya itu? Bukankah tidak ada satupun yang gratis? Tidakkah ada peraturan- peraturan yang harus Sagara ikuti sebagai bentuk dari kompensasi yang dia terima?

Lamunannya sedikit buyar saat Mario mengetuk punggungnya dua kali. Seolah menyadarkannya bahwa kini ia masih berdiri di tengah ruangan mendengarkan pembekalan magang. Tubuhnya otomatis tergerak maju saat barisan itu diarahkan untuk mengekor mengikuti staf yang akan memandu tur kantor kali ini.

Ketika sampai di dekat pintu, netranya sempat bertemu sebentar dengan pemilik netra biru tajam yang kentara mengawasinya. Tatapan beberapa detik terjalin sebelum keduanya sama- sama memutus tautan mata dengan mengalihkan pandang pada arah yang berbeda. 

Bibirnya mengulum senyum. Sagara ingat satu poin penting yang tidak boleh dia langgar dan ia setujui tanpa banyak pemikiran lanjutan dan perdebatan.

"Saya cuma punya satu permintaan, jangan sampai siapapun kecuali mama kamu tahu bahwa kamu tinggal disini. Terutama orang- orang kantor."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status