Share

Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu
Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu
Author: Tetiimulyati

1. Sah

Author: Tetiimulyati
last update Last Updated: 2023-07-10 13:36:24

"Sah!" ucap para saksi serempak. Suaranya menggema di ruang tengah rumah ini. Terdengar jelas hingga ke kamarku yang berada di lantai dua.

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu memejamkan mata. Tak lama kembali kubuka mataku ketika kurasa sentuhan lembut pada tanganku.

"Selamat ya, Ra! Sekarang sudah sah jadi Nyonya Sofyan Daud," ucap Maya sahabatku seraya tersenyum.

"Makasih May, do'akan aku bisa jalani semua ini," jawabku dengan tersenyum getir sambil menggenggam tangan Maya.

"Kamu pasti bisa Ra, jangan kecewakan Mama sama Papa! Kita semua tahu Bang Fyan orang baik, dia pasti akan jadi imam yang baik buat kamu," balasnya lagi.

"Aku tahu, May. Tapi hatiku belum siap. Aku ... masih .... " ucapku ragu.

"Rey? Lupakan dia, Ra! Dia sudah ingkar, kamu jangan terus membuang waktu untuk menunggunya! Ingat, sekarang sudah ada Bang Fyan yang halal kamu cintai!"

Aku tetap menyungging senyum miris, mengingat pernikahan ini bukan pernikahan yang kuinginkan. Bang Fyan, yang baru saja menghalalkanku adalah lelaki yang selama ini aku anggap sebagai kakakku sendiri. Lalu setelah hampir empat tahun menghilang tiba-tiba dia datang melamarku. Lamaran yang sesungguhnya ingin aku tolak karena aku tak yakin bisa menerima dia sebagai suamiku. Selain itu, aku masih menunggu seseorang yang telah berjanji akan kembali untuk menikahiku.

Namun dengan sangat terpaksa aku menerima Bang Fyan, sebab kalau tidak, Papa akan menerima lamaran rekan bisnisnya. Tuan Markus telah meminta aku pada Papa untuk dijodohkan dengan anaknya, Willy. Sedangkan aku tahu bagaimana perilaku Willy yang suka gonta-ganti pacar dan hobby clubing.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Mama muncul di sana, bersama kak Rani kakakku.

"Alhamdulillah, ijab qobulnya sudah dilaksanakan. Selamat ya, Sayang." Mama memelukku bergantian dengan Kak Rani.

"Terima kasih, Ma, Kak!"

"Ayo! Suamimu sudah menunggu di bawah." Mama meraih tanganku.

Aku berjalan didampingi Mama dan kak Rani. Sementara Maya berjalan di belakang kami.

Perlahan aku menuruni anak tangga satu persatu. Rasanya seperti mimpi. Hari ini, aku, Mutiara Putri Baskara resmi menjadi istri seorang Sofyan Daud. Sah menurut agama dan negara. Pupus sudah harapanku untuk menjadi nyonya Reynan Aries Handoyo. Maafkan aku Rey, aku ingkar untuk menunggumu.

Tiba di ruang tempat ijab qobul, aku merasa semua mata tertuju kepadaku. Tak terkecuali pria berpeci hitam yang baru saja menghalalkanku itu juga sedang menatapku inten. Wajahnya berseri, matanya berbinar tatkala beradu dengan tatapanku. Segera kutundukkan wajah. Gugup.

Mama membantuku duduk disamping kekasih halalku. Bang Fyan masih menatapku dengan senyuman yang belum sirna dari bibirnya. Segera ku raih tangannya dan menciumnya. Tiba-tiba aku rasakan Bang Fyan mendekatkan wajahnya ke arahku.

Nafasnya terasa hangat menyapu wajahku. Dia mengecup keningku, perlahan. Aku merasa wajahku menghangat. Seumur hidupku, selain Papa, baru kali ini ada laki-laki yang mengecup keningku. Dan dia telah halal melakukannya.

Acara dilanjutkan dengan resepsi kecil-kecilan. Ada beberapa teman dekat juga relasi bisnis Papa dan Bang Fyan yang datang mengucapkan selamat.

Sebelumnya Papa bermaksud mengadakan acara ini di sebuah hotel berbintang di kota ini. Bagaimana pun Papa punya banyak kenalan dan rekan bisnis yang akan diundang. Tapi aku menolaknya, karena ini pernikahan tanpa perencanaan dan terkesan dadakan. Selain itu aku belum siap mempublikasikan hubungan ini. Beruntung Papa mau mengerti karena bagaimanapun aku memang belum siap dengan statusku sebagai seorang istri.

***

Seharian berdiri, menyambut para tamu yang memberikan do'a dan ucapan selamat membuat kakiku terasa pegal. 

Selepas Maghrib kami bisa istirahat karena acara sudah bubar. Selesai mandi dan melaksanakan shalat Maghrib berjamaah di kamar, aku dan Bang Fyan turun untuk makan malam.

"Ciee, yang udah halal. Pegangan terus nggak mau lepas. Ingat Bang! Disini ada jiwa jomblo yang meronta-ronta," ucapan Endra adik bungsuku sontak membuatku melepaskan tanganku dari genggaman tangan Bang Fyan.

Dari sejak keluar kamar Bang Fyan memang meraih tanganku dan menggenggamnya, aku tak bisa menolak karena tak ingin mengecewakan Mama dan Papa. Mereka pasti senang melihat aku dan Bang Fyan akur.

"Mahendra! Kamu ini. Nggak apa-apa, mereka kan udah halal." Mama mencubit tangan bungsunya.

"Endra kan, jadi iri. Jadi pengen nikah juga, " seru Endra cengengesan.

"Hust! Sekolah dulu yang bener! Kerja dan baru boleh nikah," timpal Papa.

"Jangan takut kehabisan cewek, Ndra. Jodoh kamu itu sudah dipersiapkan oleh Allah. Nih, buktinya. Kakakmu ini udah Abang tinggalin bertahun-tahun, kalau jodoh mah takkan kemana." Bang Fyan melirikku.

"Bener banget,tuh." Akhirnya mas Tio, suami kak Rani bersuara juga.

Kami menikmati makan malam dengan canda tawa. Karena ini momen langka. Selain hari raya, kami sangat jarang berkumpul seperti ini.

Kak Rani yang menetap di ibu kota sangat jarang pulang karena pekerjaan mas Tio yang super sibuk.

Endra juga jarang pulang. Karena selain kuliah, dia juga ada kegiatan kemanusiaan bersama teman-teman kampusnya.

Selesai makan, para lelaki berkumpul di ruang keluarga bersama Papa. Entah apa yang menjadi topik pembicaraan. Yang jelas sesekali terdengar gelak tawa mereka memenuhi ruangan.

Aku memilih naik ke kamarku. Tubuhku benar-benar lelah. Apalagi otakku. Aku masih belum bisa sepenuhnya menerima kalau statusku sudah berubah.

Ditambah lagi yang menjadi suamiku adalah Bang Fyan, yang samasekali tidak ada dalam pikiranku harus menikah dengannya.

Bang Fyan memang bukan orang asing di kehidupanku. Dia adalah lelaki pertama yang dekat denganku selain Papa, meski hanya sebatas sahabat dan kuanggap kakakku sendiri. Tapi hubungan kami berubah total hari ini. Setidaknya aku harus lebih bisa menghargai dan menjaga perasaannya. Meski belum bisa mencintainya.

Dulu kami bertetangga. Rumahnya berada di sebelah kanan rumah kami. Ayah Daud adalah temen sekantor Papa, sewaktu mereka masih sama-sama bekerja sebagai karyawan. Kini Papa maupun Ayah Daud sudah memiliki usaha sendiri.

Hubungan kami sudah seperti saudara. Aku mengganggap ayah Daud dan Bunda Fatimah seperti orang tuaku sendiri. Bahkan anak-anak mereka juga memanggil orang tuaku dengan sebutan Mama Papa sama sepertiku.

Bang Fyan sudah kuanggap sebagai kakakku, semenjak kecil kami selalu melakukan apapun bersama. Belajar, bermain sepeda, pergi ke toko buku lalu membacanya bersama-sama karena Bang Fyan sangat suka membaca dan aku tertular. Dia menjaga dan menyayangiku layaknya seorang kakak.

Bang Fyan adalah sahabat dekatnya Rey, orang yang sangat aku cintai dan kutunggu kedatangannya. Aku mengenal Rey juga ketika dia berkunjung ke rumah Bang Fyan empat tahun yang lalu. Bang Fyan memperkenalkanku pada Rey sebagai adiknya.

Satu tahun aku menjalin hubungan dengan Rey dan pada tahun kedua Rey pamit ke luar kota. Katanya dia diminta Papanya untuk mengurus anak perusahaannya di sana. Tanpa Rey sebutkan ke kota mana dia akan pergi, aku tak banyak bertanya tentang itu karena saat itu Rey begitu sering menghubungiku. Dia memintaku untuk menunggu.

"Hanya dua tahun, Ra! Setelah itu aku akan kembali ke sini dan langsung melamarmu. Kita menikah dan akan hidup bersama." Itu janji Rey sebelum berangkat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    92. Restu Orang Tua

    "Ha--hallo ... assalamualaikum .... " Ara tidak bisa membunyikan kegugupannya. Suaranya terdengar bergetar begitu mengucap salam. "Waalaikumsalam, Ra. Abang kira Ara tidak mau menerima telepon dari Abang. Barusan Mama menyampaikan kabar bahagia itu. Makasih, ya." Suara renyah Fyan terdengar sangat familiar di telinga Ara. Seharusnya gadis itu rindu, tetapi entah kenapa saat ini Ara malah terkesan tidak suka. Bukan tidak suka orangnya, namun status mereka yang akan berubah. Itu yang membuat Ara gelisah. "Iya, Bang, tetapi ada syaratnya." "Katakan saja, apa yang harus Abang lakukan. Oh ya, apa kabar kamu, Ra?" Seperti biasa, Fyan selalu mengalah dan berusaha menurut apa yang Ara mau. "Ara baik, Bang. Eum .... ada baiknya kita ketemu, Bang. Kayaknya hal ini nggak bisa dibicarakan lewat telepon." Suara Ara tetap datar. "Eh, iya. Tentu saja kita harus ketemu, besok Abang jemput Ara di toko, ya." "Memangnya Abang tahu di mana toko Ara?" Gadis itu memicing. "Tahu, dong. Aban

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    91. Pilihan Terbaik

    Fyan sudah bisa menduga kalau tidak semudah itu Ara menerima perjodohan ini. Bahkan sebenarnya Fyan juga sudah siap jika gadis itu menolak. Meski demikian, kabar dari Mama cukup membuat Fyan mematung beberapa saat.Kecewa. Tentu saja.Hal inilah yang ia takutkan sejak dulu. Empat tahun yang lalu, saat ia merasa ada perasaan lain pada gadis itu. Perasaan lebih dari sekedar sahabat dan seorang kakak. Yang pada akhirnya Fyan harus kehilangan Ara saat gadis itu jatuh ke tangan Rey. "Kamu Jangan berkecil hati, Nak. Mama dan Papa akan terus meyakinkan Ara.""Jangan dipaksakan, Ma. Sesuatu yang terpaksa itu tidak akan baik nantinya. Fyan ingin Ara menerima ini dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan.""Tenang saja, ya. Mama dan Papa tahu kok, harus bagaimana.""Terima kasih, Ma. Kalau begitu izinkan Fyan bertemu dengan Ara, biar Fyan yang menjelaskan padanya.""Sabar dulu, ya, Nak. Tidak secepat itu, nanti setelah Ara bisa ditemui malah akan kabarin, kok."Panggilan terakhir, Fyan meletakk

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    90. Menolak

    Pulang dari bertemu dengan mama dan papanya Ara, Fyan merasa lega mendengar kabar gadis itu masih sendiri. Berarti ia mempunyai kesempatan untuk mewujudkan harapannya. Senyum tak lepas dari bibirnya, sepanjang perjalanan Fyan bersenandung kecil. Dunia yang sempat terasa sempit kini kembali melebar. Fyan berharap, semoga saja Ara menyetujui rencana mama dan papanya. Gadis itu pasti kecewa kepada Rey. Semoga kehadiran Fyan kembali akan membuka hatinya dan menjadi pelipur dukanya. Hari itu Fyan tidak kembali ke kantor. Ia mengirim pesan pada sekretarisnya untuk menghandle beberapa pekerjaan. Pemuda itu langsung pulang ke rumah lantaran ingin segera berbaring dan merayakan kebahagiaannya sendiri.Hal yang pertama Fyan lakukan setelah sampai di rumah adalah mencari media sosial Rey. Ia ingin bertanya pada sahabatnya itu kenapa sampai hati melakukan ini pada Ara.Terakhir kali Fyan berkomunikasi dengan Rey entah berapa tahun yang lalu. Kalau tidak salah tak lama setelah dia berada di Sura

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    89. Besar Harapan

    Sudah hampir dua bulan Fyan tinggal di kota Bandung. Hari demi hari ia lalui sangat membosankan. Kegiatannya hanya ke kantor dan di rumah. Fyan termasuk orang yang tidak suka keluyuran atau nongkrong tidak jelas. Sesekali menginap di rumah Shafia jika Fyan sedang ingin makan makanan rumahan. Setiap hari makan di restoran memang tidak enak. Mau masak di rumah rasanya tidak seru kalau dimakan sendirian.Shafia pernah menyarankan supaya Fyan mencari seorang ART, tetapi sang adik tidak mau. Untuk bersih-bersih rumah, Fyan bisa mengerjakannya sendiri. Bukankah sekarang sudah banyak alat yang membantu. Pakaian dicuci di laundry. Selain rumah Shafia, hari minggu biasanya Fyan berkunjung rumah yang baru saja ia beli untuk melihat pembangunan yang sudah hampir selesai. Membayangkan suatu saat ia tinggal di sini bersama keluarga kecilnya. Bahagia dengan seorang istri dan mereka saling menyayangi. Lagi-lagi wajah Ara yang muncul ketika Fyan membayangkan masa depan.Selam dua bulan tinggal di B

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    88. Apakah Jodoh?

    Satu bulan setelah pernikahan Ajeng dan Pras dilaksanakan. Tepatnya satu bulan setengah setelah Ayah meminta Fyan pindah ke Bandung. Namun belum ada tanda-tanda pemuda itu bersiap-siap untuk pergi ke kota tersebut. Ayah dan Bunda pun belum membahasnya lagi sejak pembicaraan saat itu. Fyan sendiri bukan lupa kalau saat itu dirinya mengiyakan permintaan Ayah. Namun dirinya masih menimbang dan ragu untuk kembali ke kota itu. Meski jujur saja, dalam hatinya penasaran dengan kabar Ara, namun dia masih tetap tidak punya keberanian untuk mencari tahu tentang gadis itu. Malam ini, Ayah dan Bunda kembali membahas hal itu selepas mereka makan malam. "Sudah hampir dua bulan lho, Nak? Jadi mau kapan?" Bunda membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan."Sebentar lagi, Bun. Ada pembangunan yang belum selesai di panti asuhan. Lagi pula Ajeng dan Pras masih pengantin baru.""Sudah satu bulan menikah, harusnya Ajeng dan Pras sudah kembali aktif. Bulan madu kan bisa kapan-kapan. Kakakmu kemarin sud

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    87. sepakat

    "Bagaimana kabar tokonya Ara?" tanya bunda setelah beberapa menit berbasa-basi sekedar bertanya kabar. Pertanyaan itu pun masih bagian dari basa-basi. Terakhir Bunda mendengar kabar kalau Ara membuka usaha toko di ruko yang tidak jauh dari taman flamboyan."Alhamdulillah, Jeng. Karena ditekuni, usahanya semakin lancar bahkan sekarang menerima pesanan lewat online. Ara juga kelihatannya semakin dewasa tidak manja lagi seperti dulu." Terdengar tawa kecil dari seberang telepon. Bunda membayangkan gadis kecil itu sekarang sudah berubah menjadi wanita dewasa. Gadis kecil yang dulu selalu tampil dengan rambut dikuncir satu di belakang yang kerap merengek manja memintanya membuatkan sesuatu tatkala dirinya sedang di dapur."Saya sebenarnya sangat kangen sama Ara. Tapi, kok, nomornya tidak aktif, ya." "Sepertinya Ara ganti nomor, Jeng. Kalau begitu, nanti saya kirim nomor baru Ara.""Ndak usah, Jeng. Ara sekarang sibuk di tokonya, takut mengganggu waktunya. Mendengar dia sehat dan baik-baik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status