Share

3 Hasil Tes Kesuburan

Untuk membuktikan bahwa dirinya tidak mandul, Leandra berkeras untuk mengajak Rendra mengantarnya tes kesuburan di rumah sakit.

“Aku minta maaf, Lea.” Rendra berulang kali mengatakan hal yang bagi Leandra sudah tidak lagi penting. Permintaan maaf itu ibarat nasi basi yang sudah tidak mungkin untuk dikonsumsi lagi.

Ketika memutuskan untuk menikah diam-diam, tidakkah Rendra dalam keadaan sadar? Kenapa tidak ada setitik pun rasa bersalah dalam dirinya ketika dia akan membagi cinta dengan Silvi?

“Lea?” panggil Rendra, membuat Leandra tersentak dari lamunannya. “Aku janji kalau aku nggak akan mengabaikan kamu, bagiku kamu tetap istri aku.”

Leandra menyeka kedua matanya, saat itu dia dan Rendra sedang antre di rumah sakit untuk menunggu giliran.

“Aku sedang nggak mau bicara soal itu, Mas.” Dia menggeleng. “Aku mau fokus, aku harus ikut tes kesuburan ini untuk membuktikan sama ibu kalau aku bukan perempuan mandul ....”

Rendra bisa merasakan kekecewaan yang dipikul Leandra saat ini, karena itu dia tidak bicara lagi dan mengusap-usap bahu sang istri untuk menguatkannya.

Karena tahapan-tahapan tes kesuburan begitu rumit dan tidak hanya satu kali dilakukan, Rendra berkomitmen untuk selalu mendampingi Leandra sekaligus mengikuti tes kesuburan bagi pria meskipun hal itu tidak diwajibkan.

“Kamu ngapain ikut tes ini?” tanya Leandra ketika dalam perjalanan pulang ke rumah. “Bukannya kamu sudah berhasil menghamili orang lain ....”

“Lea, aku akan temani kamu di segala prosesnya.” Rendra berjanji.

“Kamu cuma buang-buang uang, Mas.” Leandra memalingkan muka. “Ibu pasti tertawa kalau tahu kamu ikut tes kesuburan juga.”

“Ibuku nggak mungkin sekejam itu,” bantah Rendra seraya terus menyetir.

Leandra diam saja, dia sedang malas membicarakan ibu mertuanya itu lebih jauh. Mertua yang dengan sadar menyuruh anaknya menikah diam-diam tanpa sepengetahuan istri sah, pantasnya disebut apa?

“Kalian dari mana?” tanya ibu mertua yang muncul di teras bersama suaminya ketika Leandra dan Rendra tiba di rumah.

“Dari periksa,” jawab Rendra apa adanya. “Ibu sama Ayah mau ke mana?”

Sang mertua memandang Leandra sekilas sebelum menjawab.

“Menengok calon cucu yang masih dalam kandungan,” jawabnya terus terang. “Kamu juga harus sering-sering menengok Silvi, karena masa kehamilan itu berat dan butuh perhatian kamu, Ren.”

Rendra menatap ibunya dengan tatapan memperingatkan, tapi Leandra pura-pura tidak mendengar dan mengangguk sopan ke arah ayah mertua.

Ketika dilihatnya Rendra masih sibuk bicara dengan ibunya, Leandra memilih untuk pergi ke kamar lebih dulu sembari memikirkan langkah apa yang harus ditempuhnya begitu hasil tes itu keluar.

Kalau dirinya ternyata subur, tentu dia akan menuntut balik Rendra yang sudah dianggapnya berkhianat karena menikah diam-diam.

Namun, kalau dirinya betul-betul mandul, maka tidak ada pilihan lain bagi Leandra kecuali mundur dengan sukarela dan mengikhlaskan Rendra bersama Silvi.

“Sedang memikirkan apa?” tanya Rendra, satu tangannya mengusap puncak kepala Leandra yang berambut cokelat gelap.

“Nggak mikir apa-apa,” geleng Leandra sambil menghindari sentuhan tangan Rendra dengan sengaja.

“Sekali lagi aku minta maaf,” ucap Rendra sadar diri. “Saat itu aku nggak punya pilihan, tekanan darah ibu sedang tinggi-tingginya ... aku sudah minta waktu untuk bicara dulu sama kamu, tapi aku takut ibu jadi drop karena dia mengancam nggak akan mau minum obatnya lagi.”

Leandra diam, sebetulnya dia masih belum percaya karena Rendra dan orang tuanya mampu menyembunyikan pernikahan itu diam-diam tanpa sedikitpun terdeteksi olehnya.

Jujur, Leandra ingin tahu bagaimana kronologi awal hingga akhir pernikahan itu dilaksanakan. Namun, membayangkannya saja dia sudah tidak sanggup dan justru memicu rasa sakit hati yang dipikulnya semakin besar.

Jadi untuk apa Leandra mencari tahu lagi jika inti permasalahannya tetap saja sama, Rendra sudah berkhianat kepadanya.

Satu bulan lebih berlalu, Leandra akhirnya mendapatkan kabar dari rumah sakit kalau hasil tes-nya sudah bisa dia ambil.

Rendra yang ketika itu sedang dalam perjalanan menuju rumah Silvi, mau tak mau segera putar arah untuk menjemput Leandra.

“Ren, kok kamu sudah pulang?” sambut ibu Rendra dengan kening berkerut.

“Aku mau antar Lea dulu, Bu!” sahut Rendra seraya berjalan melewati ibunya.

“Tapi, Ren ....”

“Kita sudah sepakat kalau aku akan tetap menomorsatukan Lea kan, Bu?” kata Rendra tegas, membuat ibunya seketika bungkam seribu bahasa.

Leandra tidak banyak bicara ketika Rendra mengantarnya ke rumah sakit.

“Apa pun hasilnya nanti, kamu harus tetap semangat.” Rendra berusaha untuk membesarkan hati Leandra, yang sayangnya sudah tidak mempan lagi.

Andai saja Rendra mengatakan hal itu tanpa perlu menikahi Silvi, tentu Leandra akan sangat bersyukur memiliki suami seperti dia.

“Semangat karena kamu sudah punya istri baru?” timpal Leandra, sukses membuat Rendra tidak berkutik lagi.

Setibanya di rumah sakit, Rendra terus setia mendampingi Leandra karena dia sadar telah menyakiti hati istrinya dengan menikah lagi diam-diam.

“Ingat kata-kata aku tadi,” ucap Rendra sambil menggenggam tangan Leandra ketika dokter di depan mereka meletakkan dua amplop berukuran sedang di atas meja.

Leandra membuka amplopnya sendiri, membacanya dengan cepat dan tidak dapat menahan rasa kagetnya saat mendapati pernyataan kalau secara medis dirinya mandul.

Rendra melirik sang istri dan paham apa yang sedang terjadi, dia nyaris tidak sampai hati untuk bertanya atau bahkan menceritakan hasil tesnya.

“Naluri ibu kamu sangat kuat, Mas.” Leandra berkata lirih saat mereka dalam perjalanan pulang ke rumah. “Beliau tahu kalau kamu nggak akan pernah dapat anak dari aku.”

Rendra terpaku, dia berusaha memecah pikirannya antara tetap fokus mengemudi sambil mencurahkan perhatiannya kepada Leandra.

“Kalau bukan karena paksaan ibu yang sedang sakit, aku nggak akan mau menikah lagi.” Rendra menegaskan.

Leandra diam saja hingga mobil yang dikemudikan Rendra tiba di rumah Widi.

Irawan tersenyum singkat dan tidak bertanya apa-apa ketika Leandra lewat sambil mengangguk sopan kepadanya. Rendra bergegas menyusul sang istri yang sudah lebih dulu menghilang ke kamar mereka.

“Lea?” panggil Rendra ketika melihat Leandra sedang berbalik telungkup di tempat tidur.

“Aku akan mundur, Mas ...” ucap Leandra lirih, usahanya untuk menahan laju air mata berujung kegagalan. “Kamu sudah punya Silvi yang saat ini mengandung anak kamu ....”

“Kamu ini bicara apa?” sahut Rendra sambil membungkukkan tubuhnya dan mendekap erat Leandra. “Kamu nggak perlu mundur, aku nggak peduli apa pun hasil tes kamu tadi ... Aku tetap cinta sama kamu, Lea.”

“Buktinya kamu mendua ...” isak Leandra pedih, hatinya teriris berkali lipat setelah menerima hasil tes tadi.

“Itu karena aku terpaksa,” ucap Rendra seraya membelai rambut Leandra. “Tapi aku akan menebusnya dengan terus menomorsatukan kamu, aku janji.”

Leandra perlahan bangun dan menatap Rendra dengan mata sembab.

“Silvi hamil anak kamu,” katanya sendu.

“Itu risiko dia karena mau nikah sama aku,” sahut Rendra, ujung jemarinya mengusap air mata Leandra lembut. “Kamu tetap istri aku yang sah.”

Leandra memeluk Rendra dan menumpahkan semua rasa yang mengimpitnya jadi satu.

“Meskipun aku mandul?” ucap Leandra tercekat.

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status