INICIAR SESIÓN**
Setelah menunjukkan keajaiban pada sang ayah, membuatnya sangat terkejut sampai butuh beberapa saat untuk ayahnya sadar kembali dari keterkejutannya, Lily hanya diam, bingung harus melakukan apa melihat ayahnya seperti itu. Tapi, tidak ada pilihan lain. Ia harus memberitahu ayahnya karena ia butuh banyak persediaan. Karena meskipun Lily termasuk komandan kecil di tentara, tapi ia tidak punya hak atas persediaan. Ayahnya adalah jenderal, jadi ia tentu punya hak atas persediaan. Setidaknya, ayahnya masih punya banyak uang untuk membelikannya persediaan, karena selama ini ayahnya bahkan selalu menambahkan beberapa persediaan untuk para prajurit dengan uang pribadinya. Persediaan dari atas selalu kurang, ada waktunya tidak kurang tapi tidak ada hal baik di dalamnya. Itulah alasan sang ayah berkali-kali mengeluarkan uang pribadi. Ayahnya selalu baik hati. Apalagi pada prajurit dibawah komandonya, dibawah komando ibunya dulu, dan dibawah komando Lily. Prajurit adalah tulang punggung untuk mempertahankan wilayah, jika mereka bahkan tidak diperlakukan baik, bagaimana mereka bisa menjaga wilayah tetap dalam keadaan baik-baik saja? Pikir ayahnya yang disampaikan pada Lily yang waktu itu merasa bingung dengan langkah ayahnya. Jadi, ayahnya sudah pasti punya saluran sendiri untuk mencari banyak persediaan. Dan inilah yang dibutuhkan Lily. Untuk uang, Lily memang punya banyak apalagi peninggalan ibunya juga ayahnya berikan untuk Lily simpan. Tapi, Lily merasa takut itu tidak cukup, jadi ia juga sekalian ingin meminta beberapa dari sang ayah. "Ayah?" Panggil Lily, tapi ayahnya masih belum bergeming. Alhasil Lily beranjak, ingin memberikan beberapa waktu untuknya menerima semua keanehan ini. "Kalau begitu, pikirkan baik-baik, aku kembali dulu saja ke halamanku." Lanjut Lily. "Lily, sayang... apa kau benar-benar akan meninggalkan ayah sendirian disini?" Tanya sang ayah dengan nada lirih dan serak. Menghentikan langkah kaki Lily, membuatnya terpaku sejenak. Benar. Ayahnya bukan tidak menerima keanehan, tapi tidak menerima Lily-nya pergi meninggalkannya. Apalagi setelah ibunya pergi, dialah yang mengurus Lily sejak kecil sampai sebesar ini. Keduanya yang paling dekat satu sama lain. Lily yang terdiam ditempatnya berdiri, untuk menoleh saja ia bahkan tidak sanggup setelah mendengar pertanyaan lirih tersebut. Matanya mulai memerah, begitupula sang ayah yang jelas-jelas menatap punggung kecil Lily. Lily menggigit bibirnya ragu. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Bergerak tak bergerak, ia tetap berada diposisi salah. Akhirnya mungkin tetap akan pergi meninggalkan sang ayah. Jika ia benar-benar mengabaikan peringatan-peringatan dalam mimpinya, dan memilih tak bergerak, maka ia sendiri yang rugi jika waktunya pergi tiba. Kedua matanya semakin memerah. Bibirnya sudah berdarah karena secara tidak sadar ia gigit. Hatinya sakit, jelas enggan menerima kenyataan ini. Tidak terima, kenapa harus dirinya? Pikirannya penuh, sampai kepala pun berdenyut. Sampai akhirnya Lily terjatuh ke samping, tidak sadarkan diri karena otak dan hatinya terlalu banyak menerima rangsangan. Ditambah dirinya juga tidak banyak istirahat beberapa hari kebelakang. "LiLy!" "Nona!" Sang ayah, chloe, dan beberapa orang yang mengawasi dari jarak yang agak jauh dari keduanya berteriak bersamaan. Semua orang bergerak cepat, berlari dan menghampiri Lily. Bahkan sang ayah yang masih belum keluar dari rasa sedih dan tidak terima masih dengan sigap menangkap Lily, iapun mulai menangis dan memeluk Lily yang tidak sadarkan diri dipelukannya. "Lily sayang... putri ayah, ayah tidak akan banyak bertanya lagi, ayah janji akan menerima semuanya meski sulit. Mari habiskan sisa waktumu bersama ayah dengan baik." Bisiknya. ** "Hampir saja... hampir saja... hampir saja..." Suara yang terdengar gemetar tersebut membangunkan Lily, ia membuka kedua matanya dan mendesah dalam hati. Ini tempat itu lagi, pikirnya sebelum akhirnya menatap sekeliling. Menemukan semua orang dalam keadaan baik-baik saja, meski raut ketakutan dan kelelahan jelas terlihat. Tidak sebaik diawal, khususnya sang adik yang paling kecil, ia terdiam di sudut memegang penggilas adonan yang berlumuran darah hitam, menatap darah tersebut dengan mata kosong, dan mulut yang terus bergumam 'hampir saja' Mata Lily beralih pada sang ibu yang duduk tepat disamping Lily, ia pikir sang ibu sedang memeriksa keadaan Lily saat ini. Sedangkan sang kakak dan sang ayah, tidak jauh lebih baik. Keduanya sedang membereskan 'ugh, aku merasa sangat mual. Apakah ini monster itu? Monster yang hampir menerkamku? Berhasil dilumpuhkan?' Ucapnya dalam hati. Terlihat sangat menjijikkan, cairan hitam, cairan putih, dan potongan daging busuk. Meski begitu, kedua laki-laki dewasa tersebut tidak menunjukkan rasa jijik sama sekali. Seolah-olah mereka sudah terbiasa dengan itu semua. "Tidak ada yang salah dengan Lily, Allen menghentikannya tepat waktu. Tapi Allen..." Ucap sang ibu bernafas lega tapi sesaat kemudian menatap anak bungsunya dengan khawatir. "Biarkan saja, lama-lama dia akan terbiasa. Ayo siapkan makanan dulu. Lily harus makan dan minum obat segera mungkin." Ucap sang ayah diikuti oleh Shion, setelah membuang bungkusan berisi monster dan lap-lap kotor lewat jendela. Sang ibu kemudian beranjak dibantu sang ayah dan Shion, dan waktu tersebut relatif lebih tenang dari waktu-waktu sebelumnya. Tapi sayangnya ketenangan tersebut tidak lama. Begitu makanan matang, suara ketukan pintu mulai terdengar, dari yang awalnya satu dua ketukan, berubah banyak menjadi gedoran yang berisik. Semua orang saling menatap dengan panik. Mengira monster mengepung rumah. Tetapi kemudian terdengar suara manusia diluar. Awalnya meminta tolong dengan lembut, kemudian berubah tidak sabar, hingga memaki dan mengumpat karena tidak kunjung dibukakan pintu. "Shion, jangan buka. Abaikan saja." Ucap sang ayah menggelengkan kepalanya, karena Shion bersiap maju dan melihat situasi. "Cepat, isi perut, pulihkan tenaga." Ucap sang ayah, membuat semua orang benar-benar mengabaikan situasi diluar. Bahkan Lily yang tidak bisa apa-apa juga disuapi makanan oleh sang ibu. Merasa nyaman kemudian karena bubur hangat masuk ke dalam perutnya. Allen juga bergabung setelah Shion membawanya ke meja dimana makanan dihidangkan. Semua berpikir, ketika mereka mengabaikan situasi diluar, orang-orang itu akan lelah dan pergi dengan sendirinya. Tapi dugaan itu salah, orang-orang diluar semakin menjadi, gedoran pintu semakin kencang. Semua orang berpandangan, tidak sempat nenghabiskan makanan dan mengambil senjata masing-masing. Sebelum itu, Lily sudah lebih dulu dipindahkan ke ruangan lain ditemani sang ibu. "Sial, mereka bahkan tidak takut memancing makhluk-makhluk menjijikkan itu!" Umpat Shion kesal. Yang bertepatan dengan itu, pintu pun berhasil didobrak. Lagi-lagi, Lily terjebak dalam ketidakmampuan, ia hanya mendengar jeritan dan pukulan, sampai akhirnya Shion, Allen dan sang Ayah memasuki ruangan dimana Lily dan sang Ibu berada, menutup pintu dengan cepat kemudian. "Terkepung! Makhluk-makhluk itu datang karena suara berisik!" Ucap Sang ayah dengan nada tertahan, dan ketakutan. "L-lebih banyak dari sebelumnya!" Lanjutnya memekik kecil. **** Setelah menunjukkan keajaiban pada sang ayah, membuatnya sangat terkejut sampai butuh beberapa saat untuk ayahnya sadar kembali dari keterkejutannya, Lily hanya diam, bingung harus melakukan apa melihat ayahnya seperti itu. Tapi, tidak ada pilihan lain. Ia harus memberitahu ayahnya karena ia butuh banyak persediaan. Karena meskipun Lily termasuk komandan kecil di tentara, tapi ia tidak punya hak atas persediaan. Ayahnya adalah jenderal, jadi ia tentu punya hak atas persediaan. Setidaknya, ayahnya masih punya banyak uang untuk membelikannya persediaan, karena selama ini ayahnya bahkan selalu menambahkan beberapa persediaan untuk para prajurit dengan uang pribadinya. Persediaan dari atas selalu kurang, ada waktunya tidak kurang tapi tidak ada hal baik di dalamnya. Itulah alasan sang ayah berkali-kali mengeluarkan uang pribadi. Ayahnya selalu baik hati. Apalagi pada prajurit dibawah komandonya, dibawah komando ibunya dulu, dan dibawah komando Lily. Prajurit adalah tulang punggun
** "Ini mungkin terdengar seperti omong kosong, tapi ayah percayalah padaku." Ucap Lily dengan raut wajah serius. Menatap ayahnya yang mengangguk tak kalah seriusnya. "Kau tahu, Ayah... sejak di medan perang dalam waktu satu bulan ke belakang, aku selalu bermimpi. Mimpi ini tidak begitu jelas, karena aku selalu tidak ingat apa yang aku mimpikan, tapi rasa lelah, ketakutan dan gelisah selalu ada ketika aku bangun dari tidurku. Dan mimpinya semakin jelas sejak aku pulang beberapa waktu lalu. Aku ingat setiap detail dari mimpi ini, yang sangat menyeramkan." Jelas Lily dengan nada yang sedikit bergetar. Ayahnya hanya menatap Lily dengan kasihan, ingin menenangkan tapi biarlah putrinya ini menyelesaikan ceritanya terlebih dahulu. "Dalam mimpi, ada sebuah keluarga beranggotakan 5 orang, sepasang orangtua, satu laki-laki dewasa, adik perempuan dan adik laki-laki. Terjebak dalam rumah, kelaparan. Terjebak yang aku maksud karena situasi dan kondisi diluar rumah sangat tidak jelas. Teri
** "Ayah, aku takut sekali.." Ucap Lily parau dengan tangis keras, membuat sang ayah merasa patah hati. Lily tidak pernah seperti ini sebelumnya. Menangis, gemetar, ketakutan, tidak pernah ia melihat Lily seberantakan ini. Lily-nya selalu kuat dan berani, persis seperti ibunya. "Tidak apa-apa, ayah disini, ayah akan melindungimu." Balas sang ayah menenangkan. Meski tidak membuat Lily berhenti menangis, tapi ia berangsur-angsur menjadi lebih tenang. Lily juga merasa aman, dekapan hangat ayahnya dan suara berat khas ayahnya, yang selalu ia rindukan ketika sedang jauh darinya. Semuanya benar-benar membuat Lily jauh lebih tenang. Sampai akhirnya tangisnya benar-benar berhenti, meski masih dengan isakan kecil, Lily tetap melepaskan pelukan ayahnya. "Chloe, berikan teh nya." Ucap sang ayah dengan cepat. Jadi begitu tehnya telah diminum, Chloe langsung pergi meninggalkan sepasang ayah dan anak tersebut berdua, memberi ruang pribadi untuk keduanya mengobrol. "Mimpi buruk?" Tanya sang
**Hari itu, berhasil Lily lewati dengan baik. Tidak ada lagi keanehan yang ia alami selama melewatinya. Tetapi begitu malam tiba, Lily benar-benar tidak ingin tertidur meski ia mengantuk berat. Perasaan takut menyelimutinya. Tidak pernah merasa setakut itu bahkan ketika ia menghadapi musuh di medan perang sebelumnya. Jadi, malam itu Lily benar-benar mengambil pedangnya dan berlatih dihalaman. Chloe dan pelayan serta pengawal lainnya tentu tahu. Dan informasi tersebut dengan cepat sampai pada ayahnya yang langsung datang menghampiri, karena merasa khawatir. Ayahnya merasa khawatir sekaligus aneh. Lily-nya tidak pernah berlatih di malam hari ketika ia sampai di rumah. Ia paling suka istirahat dan mengikutinya kemana-mana untuk bersosialisasi, berkata bahwa dengan melihat banyak orang akan membuat dirinya lebih waspada karena banyak wajah palsu yang bisa ia lihat. Lily pintar dan berani sejak kecil, jadi ia sebagai sang ayah juga tidak punya banyak kekhawatiran. Tapi malam ini, berbed
** Roarghh Roarghh Aaaaaa! Argh, tolong! Bugh! Berisik. Berisik sekali sampai-sampai Lily yang sedang tertidur terbangun dengan kepala pusing dan linglung. Tetapi tubuhnya tidak bisa bangun sama sekali. Ia hanya bisa menatap sekelilingnya. Teriakan, makian, bahkan geraman yang terdengar mengerikan ditelinganya. Semuanya bercampur menjadi satu, membuat kepalanya berdenyut sakit. Di depannya jelas terlihat ada seorang laki-laki paruh baya, seorang wanita paruh baya, dan dua laki-laki yang satu dewasa yang satu remaja. 'Pakaiannya aneh' pikir Lily yang tidak bisa bergerak sama sekali. "Kadaannya sudah seperti ini! Ayah! Pikirkan jalan keluar." Ucap wanita paruh baya tersebut, mengguncang lengan laki-laki paruh baya. Semuanya terlihat sangat tertekan. Seolah-olah ada awan gelap yang mengelilingi semua orang ini. Apalagi teriakan-teriakan dan makian dari luar terus terdengar, menambah suasana makin tegang. 'Ada apa?' pikir Lily frustasi, terlebih ia tidak bi







