Masuk“APA?!” Valerin pura-pura terkejut. “Tuan Lemaire, maaf ... Siapa Lady Rhea itu? Kemudian kenapa juga Frederitch ingin aku kesana?” Valerin memasang raut wajah tenang sebenarnya dia sudah tahu hanya pura-pura tidak tahu saja. Pria itu tersenyum ramah. “Lady Berthan, anak dari Earl Christopher Berthan dan Lady Annette. Earl diwilayah perbatasan Crave Rose dan Dust Bones.” “Tuan Lemaire, maaf aku memiliki ingatan yang buruk. Bisa katakan, kenapa aku harus kesana?” Valerin Grayii, memasang senyuman ramah dengan sepasang sorot mata yang tajam. “Sungguh, Lady Rhea ini tak begitu aku kenal.” Sorot tatap Valerin menajam kala itu. Panacea, baru saja menghampiri Valerin. Dia kenal pria berpakaian militer kerajaan Crave Rose itu. “Tuan Lemaire, Tuan Muda pernah mengalami kecelakaan. Ingatannya cukup buruk, sementara kakinya pun sama. Tuan Muda tidak ingat Lady Rhea.” Pria itu mengangguk mengerti. “Hamba diberi perintah dari Pangeran untuk membaw
Panacea membelalakkan kedua matanya. “Bagaimana T-tuan Muda tahu?” tanya Panacea terkejut.Valerin tak menjawab hanya tersenyum simpul. “Katakanlah,” perintah Valerin. “Aku memang menguasai sihir seni hitam dan Benda itu ada di ruang bawah tanah. Panacea terpaksa merusak seluruh anggota geraknya.” “Begitu, begitu, menarik," ucap Valerin memengangi dagunya sendiri. "Tuan Odolf masih menyiapkan makanan pagi, apakah Tuan Muda ingin makanan pembuka terlebih dahulu?” tanya Panacea. Valerin menggeleng, dia keluar dari kamar dengan langkah bersemangat. “Sambil menunggu Tuan Odolf, mari menuju ruang bawah tanah. Kita harus menyapa Gadis robot itu!" Valerin berjalan lebih dulu dengan riang dan ceria, padahal sebenarnya ia berusaha mengalihkan rasa sedihnya terhadap perginya Friday. “Kenapa Friday bilang jika kak Darly yang menciptakan robot Diablerie? Apakah Kerajaan Crave Rose sengaja mengambil hasil ciptakan kakak? Kemudian mengcopy bentuk lain lebih bany
Friday sudah membasuh diri dan berganti pakaian karena beberapa noda merah ada dibajunya. Setelah itu dia kembali ke kamar Sang Tuan Muda yang masih terlelap. Friday hanya sekedar memastikan keadaan Valerin yang masih tertidur pulas. Dia sempat mengambil sebuah selimut, berjalan perlahan mendekati Valerin yang sedang tertidur di ranjang Kasur itu. Dia menyelimuti sekujur tubuh si manis. Friday menunduk sejenak untuk memandangi paras cantik yang sedang terlelap. Friday mengulum senyuman kecilnya sendiri saat ia hendak mengecup puncak kening Valerin. Seseorang berhasil mengejutkannya. “Yang Mulia Pangeran Frederitch.” Panacea berdiri diambang pintu. Wajahnya datar dengan bercak noda merah di wajah serta apron putihnya. Friday menegakkan tubuhnya, pria dengan kemeja putih polos dan celana hitam itu berdecak terperanjat terkejut. “Ah, Panacea,” sahut Friday jadi kikuk. “Ehem, omong-omong bentuk Benda itu mirip dengan buatan Valerin, apa kau lihat seri nomornya?”
Valerin Grayii mengigit bibir bawahnya, satu demi persatu jawaban atas teka-teki kehidupannya mulai terungkap. Kini, Valerin hanya bisa duduk diatas ranjang kasur ditemani oleh Panacea yang baru usai mengatakan kebenaran dari Buku Clandestine. “Jadi, buku itu dibuat khusus untukku? Sementara kakakku sudah tahu semuanya, dia memintamu membuatkan buku itu.” Valerin berucap lirih. Panacea mengangguk. “Bisa dibilang, buku itu adalah semua kisah pertualangannya tapi dibuat seperti buku-buku pengetahuan. Isinya memang mengenai penjelasan mengenai dunia ini bahkan ada beberapa fakta lain yang tak seorang pun tahu.” Panacea berucap sambil memungut pakaian kotor Valerin yang sejak pagi sudah digunakannya.“Tuan Muda, Diablerie sudah ada beratus tahun lamanya. Dulu sosok mereka bukan tercipta dari virus melainkan dari energi gelap seorang Iblis.” Panacea berjalan mendekati pintu kamar Sang Tuan Muda. “Vampir itu adalah Para Diablerie yang sempurna, kemudian berratus tahu
“Nah, Valerin. Saat aku kecil, aku sangat suka berbaring seperti ini bersama ibuku.” “Pasti menyenangkan.”“Seharusnya, sebelum ibuku meninggal dan ayahku yang menikah lagi dengan Alexandria ... Kau tahu, dia bukan manusia.”"Lantas siapa dia sebenarnya Yang Mulia?""Kau bisa menebaknya Valerin, ayolah, kau handal soal seperti ini,""Apakah Vampir?" “Benar, Alexandria vampir dia Ibu dari Alexander tapi aku tetap menyayangi Alex.” “Valerin ... aku rindu ibuku," ucap Alphonse meraih tangan Valerin kemudian meletakkannya kepada puncak kepalanya sendiri. “Ibu sering mengelus kepalaku, bisakah kau lakukan itu sebentar?” Valerin dengan wajah datarnya mengarahkan tangannya mengusap puncak kepala Alphonse Caleum, dia mengusapnya dengan pelan. "Yang Mulia ... apa menurutmu jika kerajaan mendirikan panti asuhan?” tanya Valerin.“Ide yang bagus. Apakah kau ingin mengolah panti asuhan itu? Jika mau aku bisa membantumu," ucap Alphonse yang masih memejamkan matanya. “Akan sangat be
“Apa yang sudah terjadi padaku? Bagaimana Viscount Rovana?” tanya Valerin sebelum menyesap tehnya.“Sudah tertidur selama satu harian, tuan muda bangun-bangun malah cerewet ya?” Friday mencubit pipi Valerin dengan gemas. “Makan dulu, setelahnya Friday akan menceritakan semua hal yang telah terjadi.” Valerin mendengar dengan seksama laporan dari Sang Pelayan atas misi saat ini sebelum dia ambruk tak sadarkan diri, semua itu akibat Valerin tidak sadar jika melukai tangannya menyebabkan pendarahan. Kini Valerin melihat lengan tangannya yang dibalut oleh perban. Misi kali ini berhasil, Para Terinfeksi sudah dibasmi menyisakan Desa Utara yang sepi hening. Valerin langsung berkemas bersama kawan-kawan Divisi ini untuk kembali ke Istana. Mereka berpisah saat sampai di Pusat Kota, Valerin lanjut ke Istana bersama Friday. Valerin Grayii, berada pada sebuah kereta kuda dalam perjalanan menuju istana kerajaan Dust Bones. Dari jendela yang dibiarkan terbuka, ia memandang beberapa anak-anak b







