Alya menarik nafas dalam-dalam dan mengehmbuskannya perlahan. Ada sedikit lega di hatinya. Walau sampai saat ini ia belum mendapatkan uang untuk biaya operasi Nadine tapi setidaknya ia sudah mendapatkan pekerjaan yang akan membantu hidup keluarganya. Selain biaya untuk operasi, Nadine juga butuh biaya untuk menstabilkan kesehatannya. Ia butuh asupan makanan, vitamin dan tempat tinggal yang layak dan Alya harus bekerja keras untuk itu. Ia tak bisa mengandalkan sang ibu untuk memenuhi kebutuhan mereka bertiga. Ia yakin ia bisa berjuang untuk keluarganya.
Alya melangkahkan kakinya menuju ruangan dimana Nadine dirawat. Kali ini langkah kakinya terasa agak ringan karena ia membawa kabar baik untuk kedua orang yang ia cintai itu, Ya, ia sekarang sudah mendapatkan pekerjaan dirumah oma Rosie, ibu pasti senang mendengarnya.
“Assalamualaikum” sapa Alya
Di ruangan ibu sedang menyuap Nadine yang tampak sudah lebih sehat
18.Hari masih pagi saat Alya sampai di depan rumah oma Rosie. Hari pertama kerja tentudia tak boleh terlambat. Perlahan ia menujugerbang megah rumah oma Rosie. Tangan Alya terulur untuk memencet bel otimatis di depan gerbang rumah. Ditahannya bel dengan jari telunjuknya. Beberapa detik kemudian terdengar suara seorang laki-laki yang tentu saja satpam di rumah oma Rosie.“Selamat pagi, siapa ya?” Tanya paksatpam.“Saya Alya pak, Alya Purnama” jawab Alya.“ Oh, mbak asisten rumah tangga oma Rosie yang baru ya?” Tanya pak satpam memastikan.“ Iya pak, saya Alya, asisten rumah tangga oma Rosie yang baru” jawab Alya.‘Pasti oma Rosie sudah memberitahukan tentang aku kepada para pekerja di rumah ini’fikir Alya.“Tunggu sebentar ya mbak. Saya buka dulu” Suara pak satpam kembali terdengar.“Iya pak”Tak sampai sat
Oma Rosie dan tiga orang lainnya sudah ada di ruangan keluarga saat Alya dan mbok Darmi datang. Seorang laki-laki seumuran dokter Ridwan tampak asyik berbicara di lewat telepon genggamnya sambil berdiri di dekat jendela. Di sofa hijau muda ada juga oma Rosie dan seorang wanita seumuran ibu Alya sedang asyik mengobrol dan yang terakhir ada seorang gadis muda yang mungkin tua beberapa tahun dari Nadine tampak mengetik sesuatu di tablet yang ia pegang.“Permisi” kata mbok Darmi.Semua yang ada di ruangan keluarga menoleh ke arah Alya dan mbok Darmi kecuali gadis muda yang masih tetap asyik dengan tabletnya.“Ini mbak Alya nya oma” kata mbok Darmi.“Oh iya mbok, Alya silahkan duduk disini. Mbok boleh kembali bekerja ya mbok”Kata oma Rosie.Laki-laki setengah baya yang tadi asyik berbicara di lewat telepon genggamnya sudah duduk di sebelah gadis muda yang sedang memegang tablet.“Sudah dulu
20.Langit baru saja mematikan mesin mobilnya saat ringtone telepon genggamnya berbunyi tanda panggilan masuk yang khusus ia gunakan untuk nomor oma Rosie.“Kenapa ya oma menelpon pagi-pagi seperti ini” fikir Langit.Namun tak urung diangkatnya panggilan dari oma sambil berjalan menuju lift kantor.“Hallo oma” sapa Langit setelah menekan tombol hijau pada telepon selularnya.“Lang, kamu dimana?” tanya oma.“Aku baru sampai kantor oma” jawab Langit.“Beneran sudah sampai kantor?” Tanya oma lagi.“Iya oma”jawab Langit sambil memencet tombol pada lift yang akan membawanya ke ruangan atas.“Sudah di kantor atau baru bangun tidur?” tanya oma lagi.“Ya ampun oma curigaan banget sih oma. Apa perlu aku videoin suasana kantor sepagi ini?”Langit menekankan kata “sepagi ini&r
“Oh, ehm... maaf pak. Saya... tidak tahu kalau bapak sudah datang. Saya fikir ruangan kosong jadi saya mau beres-beres sebentar” katanya terbata-bata.Langit menatap wajah ketakutan di hadapannya lalu melirik tumpukan map yang dibawanya dan ia menunduk sambil memijat dahi dengan tangan kanannya.‘Siapa perempuan ini, sepertinya aku tak pernah bertemu dengannya’Fikirnya dengan tangan masih memijat dahi.“Sekali lagi saya mohon maaf pak Langit. Saya fikir bapak belum datang karena hari masih pagi jadi saya masuk tanpa mengetuk pintu. Sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan saya pak”Sekali lagi dengan wajah menyesal perempuan ini meminta maaf.“Kamu siapa? Saya gak pernah lihat kamu disini”Kata Langit tanpa melihat ke arah perempuan itu.“Sayaa...Adeli
22.“Maaf pak. Permisi” kata Adelia pada laki-laki itu. Laki-laki yang ternyata Danie itu terkejut melihat mata Adelia yang merah dan suaranya yang serak seperti habis menangis. Belum sempat ia berkata apapun Adelia sudah berlalu meninggalkan ruangan Langit. Danie yang masih terlihat kaget masuk ke dalam dan mendapati Langit sedang merokok di atas sofa.“Itu kenapa Adelia Lang ?” tanya Danie.“Memangnya kenapa?” Langit balik bertanya tanpa melihat ke arah Danie,“Itu kenapa dia nangis?” tanya Dannie lagi.Lalu ia melihat Jas Langit yang tergeletak di sofa dan tiga kancing baju kemeja sahabatnya itu sudah tak terkancing sempurna. Melihat itu timbul fikiran negatif di otak Danie. Ia berjalan mendekat ke arah Langit dan berkata.“Loe gak macem-macemin dia kan Lang?”Langit tak menjawab pert
23.“Loe gila ya!” Maki Danie pada sahabat dekatnya itu sedangkan orang yang dimaki tampak terlihat dengan santai menghisap rokok yang ada di sela jarinya.“Loe yang tu kalau melakukan sesuatu gak di fikir dulu ya Lang. Bisa-bisanya pulang dari luar kota bukannya istirahat malah ketemu sama si Dyana itu” kata Danie sewot.Langit melirik sahabatnya lalu tertawa melihat reaksi Danie yang berlebihan.“Reaksi loe lebay banget Dan! Lagak loe kayak gak pernah dengar gue ngamar aja ” kata Langit santai.“Bukan masalah loe ngamarnya Lang. Gue tahu loe udah ngamar berapa puluh kali sama si Dyana atau... sama perempuan-perempuan lainnya dan gue gak bisa batasi hidup loe. Cuma yang gue sesalkan itu loe ngelakuin kerjaan laknat itu di waktu yang gak tepat” jelas Danie.“Maksud loe?” tanya Langit tak mengerti.
24.“Please move on Lang. Lupakan Alana. Jangan melampiaskan sakit hati loe sama Alana dengan menyakiti perempuan-perempuan lain yang ada di sekeliling loe. Mereka gak tahu apa-apa Lang. Loe harus...”“Cukup Dan! Gue minta jangan pernah bahas dia lagi!Langit menggebrak meja.“Loe minta gue buat gak bahas tentang Alana lagi tapi loe gak pernah mau membuang semua kenangan tentang dia dari hati loe! Itu namanya munafik!”Bentakan Langit di balas telak oleh Danie.Langit terdiam. Dia tak bisa berkata apapun untuk membantah ucapan Danie karena semua yang dikatakan Danie adalah benar. Langit tak mau membahas tentang Alana Langit juga membuang semua benda kenangan bersama gadis itu tapi sayangnya ia tak pernah sanggup membuang semua tentang gadis itu dari hati dan fikirannya. Secara fisik dia mahluk bebas yang bisa melakukan apapun tapi secara psikis ia terpenjara. Terpenj
Langit mengusap wajahnya berkali-kali setelah melihat video di handphone Danie. “Siapa yang kirim?” tanya Langit pada Danie. “Pak Darto, kayaknya tu perempuan sekarang masih disana Lang” kata Danie. “Nekat banget itu perempuan. Gue fikir dia gak bakal berani kesana sejak accident sama oma waktu itu” jawab Langit. “Loe kayak gak tahu sifat Dy lang. Diakan orangnya suka nekat” “Iy, gue tahu dia nekat tapi gak nyangka bakal senekat ini” Jawab Langit lalu laki-laki berhidung mancung itu menyambar jas di atas meja dan mengenakannya. “Loe mau kemana Lang?” “Ya ke rumah oma, kemana lagi” Kata Langit sambil bergegas menuju pintu keluar. “Gue ikut Lang” kata Danie sambil berjalan menyusul Langit yang sudah menuju ke luar ruangan” *** DI RUMAH OMA “Kamu jangan bohong ya mbok. Cepetan kasih tahu saya La