Home / Fantasi / WARISAN DEWA YANG TERSEMBUNYI / Bab 7 – Pewaris Kedua

Share

Bab 7 – Pewaris Kedua

Author: Denz Wahyu
last update Last Updated: 2025-09-10 19:35:38

Perjalanan menuju timur tidaklah mudah. Jalan setapak yang mereka lalui menanjak, melewati hutan lebat dan tebing curam. Angin gunung bertiup kencang, membawa hawa dingin menusuk tulang.

Ardyn berjalan tertatih di belakang Selene. Bahunya sakit karena membawa tas bekal, dan otot-ototnya terasa kaku setelah pertempuran melawan Wraith. Ia menghela napas panjang, lalu menggerutu, “Kalau saja aku benar-benar seorang pewaris Dewa, kenapa kakiku masih sakit seperti ini?”

Selene yang berjalan di depan hanya melirik singkat. “Karena kau masih manusia. Kekuatan Dewa tidak membuatmu kebal pada lelah, lapar, atau sakit.”

Ardyn mendesah. “Bagus. Jadi aku pewaris cahaya… tapi tetap harus berjalan kaki seperti biasa.”

“Kalau kau ingin cepat, pelajari cara menggunakan cahayamu untuk meringankan tubuhmu,” jawab Selene datar.

Ardyn mengerutkan kening. “Bisa begitu?”

Selene tidak menjawab, hanya terus berjalan. Senyuman samar terlihat di bibirnya, seakan sengaja membiarkan Ardyn mencari tahu sendiri.

---

Menjelang sore, mereka tiba di sebuah padang rumput luas di kaki pegunungan. Dari kejauhan, terlihat menara angin menjulang tinggi—penanda bahwa kota Zephyros sudah dekat. Baling-baling raksasa berputar pelan, digerakkan oleh hembusan angin abadi yang selalu melintas di lembah itu.

Ardyn tertegun melihatnya. “Itu… indah sekali.”

Selene berhenti sejenak, matanya menatap menara itu. “Zephyros. Kota angin. Kalau dugaanku benar, pewaris Angin ada di sana.”

Ardyn menoleh ke arahnya. “Kau yakin? Bagaimana kau bisa tahu?”

Selene mengangkat tangannya, menunjuk ke arah horizon. “Aku bisa merasakan aliran energi para pewaris. Setiap kali salah satu dari mereka mulai terbangun, dunia ini bergetar sedikit. Seperti semalam, ketika kau membangkitkan cahayamu.”

Ardyn mengingat kembali perasaan aneh itu—getaran halus yang seakan datang dari dalam tanah. “Jadi… pewaris Angin sudah mulai sadar?”

“Mungkin,” jawab Selene. “Atau mungkin dia masih kebingungan seperti dirimu. Karena itu kita harus cepat.”

---

Namun sebelum mereka sempat melanjutkan perjalanan, suara gemuruh terdengar. Dari langit barat, sekelompok makhluk kegelapan melintas—bukan Wraith, melainkan burung hitam raksasa dengan mata merah menyala.

Ardyn terbelalak. “Apa itu lagi?”

“Corvus,” jawab Selene sambil menghunus busurnya. “Pengintai Nefarion. Kalau mereka melihat kita, seluruh pasukan kegelapan akan tahu posisi kita.”

Seekor Corvus melengking keras, sayapnya berkilat hitam. Tanpa menunggu, Selene menembakkan panah cahaya biru. Anak panah itu melesat menembus satu Corvus, membuatnya jatuh terbakar.

Tapi suara lengkingan itu sudah cukup. Langit mulai dipenuhi Corvus lain yang berputar, mengepung mereka dari udara.

Ardyn merasakan tanda di tangannya kembali berdenyut panas. Ia menatap Selene gugup. “Apa yang harus kulakukan?”

Selene menatapnya cepat. “Ikuti nalurimu. Anggap saja mereka bayangan yang harus kau singkirkan.”

Ardyn mengangkat tangannya, cahaya emas mulai terkumpul. Meski tubuhnya masih gemetar, kali ini ia tak ragu. Ia menutup mata sejenak, lalu mengayunkan tangannya ke langit.

Dari telapak tangannya, kilatan cahaya emas melesat seperti kilat, menyambar seekor Corvus hingga meledak menjadi abu. Dua ekor lainnya tersambar gelombang cahaya yang sama, jatuh ke tanah dengan jeritan melengking.

Ardyn terengah, tapi matanya berbinar. “Aku berhasil!”

Selene menembakkan dua panah lagi, menyingkirkan sisa Corvus. Ia menoleh ke Ardyn, ekspresinya sedikit melunak. “Kau mulai belajar.”

Namun di saat itu, suara teriakan terdengar dari padang rumput di bawah. Seorang pemuda berlari, dikejar dua Corvus yang tersisa. Angin berputar liar di sekitarnya, seolah merespons rasa takutnya.

Ardyn melihatnya dengan mata melebar. “Itu…?”

Selene menatap pemuda itu lama, lalu mengangguk. “Ya. Dia pewaris Angin.”

---

Pemuda itu jatuh tersungkur, wajahnya panik. Corvus melayang rendah, siap mencabik. Tanpa pikir panjang, Ardyn berlari menuruni padang rumput.

“Ardyn, tunggu!” teriak Selene, tapi Ardyn tidak berhenti.

Ia melompat, cahaya emas membungkus pedangnya, menebas Corvus pertama hingga hancur. Yang kedua berbalik, menyerangnya, tapi angin tiba-tiba bertiup kencang, menampar Corvus itu ke tanah.

Ardyn terkejut, lalu menoleh ke pemuda itu.

Pemuda itu masih gemetar, tapi matanya berkilau hijau, dan tanda samar berputar di lengannya seperti pusaran angin.

“Dia…” Ardyn terengah. “Benar-benar pewaris.”

Selene akhirnya tiba, menembakkan panah terakhir yang menghabisi Corvus kedua. Ia berdiri di samping mereka, menatap pemuda itu tajam.

“Namamu siapa?” tanya Selene.

Pemuda itu menelan ludah, lalu menjawab terbata. “L-Lyra… namaku Lyra.”

Ardyn menatapnya kaget. “Kau… seorang gadis?”

Lyra menatapnya, wajahnya memerah karena malu sekaligus marah. “Ya! Memangnya kenapa?”

Ardyn terdiam, lalu tersenyum kaku. Selene hanya menghela napas panjang.

“Baiklah,” kata Selene akhirnya. “Kita sudah menemukan pewaris kedua. Tapi ini baru permulaan. Nefarion tidak akan diam melihat kita bersatu.”

Lyra menatap mereka berdua, bingung sekaligus takut. “Apa yang sebenarnya terjadi padaku?”

Ardyn menatapnya penuh empati. Ia teringat betapa bingungnya dirinya ketika cahaya pertama kali muncul. Ia mengulurkan tangan.

“Aku tahu kau takut. Aku juga begitu. Tapi kita sama—kita pewaris. Dan dunia membutuhkan kita.”

Lyra menatap tangan itu lama, lalu perlahan menggenggamnya.

Di bawah langit senja yang memerah, tiga pewaris pertama akhirnya berdiri bersama. Sebuah perjalanan baru dimulai—perjalanan yang akan menentukan nasib seluruh dunia.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • WARISAN DEWA YANG TERSEMBUNYI   Bab 16 – Ujian Pewaris Bumi

    1. Arena BatuLingkaran batu yang diciptakan pria misterius itu menutup rapat, membentuk arena. Guncangan terasa di bawah kaki mereka, seolah tanah itu sendiri tunduk pada perintahnya.Ardyn menggenggam pedangnya, sinar emas berdenyut di bilahnya. Nerida berdiri di sampingnya, air berputar di tangannya, sementara Lyra sudah bersiap dengan pusaran angin kecil. Selene menarik busurnya, tatapannya menusuk tajam.Pria itu mengangkat tongkat batu tinggi-tinggi. “Aku, Kaelen, penjaga kuil Terran, tidak akan menyerahkan warisan bumi pada mereka yang lemah. Tunjukkan padaku… bahwa kalian layak.”Tanah bergetar keras. Dari celah-celah retakan, tiga golem batu muncul. Tubuh mereka lebih kecil dari golem sebelumnya, tapi gerakan mereka lebih cepat.Kaelen menatap dingin. “Kalau kalian tak bisa mengalahkan mereka, kalian tak pantas bicara tentang melawan kegelapan.”---2. Tiga Golem PenjagaArdyn melompat ma

  • WARISAN DEWA YANG TERSEMBUNYI   Bab 15 – Rahasia Daratan Timur

    1. Daratan yang TerlupakanKapal Boros akhirnya bersandar di sebuah teluk sepi. Daratan Timur terbentang di hadapan mereka: pantai berbatu dengan pepohonan kering yang mencuat seperti tangan-tangan mati, dan pegunungan jauh yang diselimuti kabut tebal.Ardyn melangkah pertama kali ke tanah itu. Begitu kakinya menyentuh pasir, hawa berat langsung menyelimuti tubuhnya. Seolah tanah ini menyimpan duka berabad-abad.“Tempat ini… terasa berbeda,” gumamnya.Lyra mengusap lengannya, jelas merinding. “Seperti ada yang mengawasi kita.”Nerida menatap horizon dengan serius. “Inilah Daratan Timur. Pernah ada kerajaan besar di sini, tapi mereka semua runtuh. Kabarnya, tanah ini masih dihantui oleh roh mereka.”Boros menghela napas berat, lalu menepuk pundak Ardyn. “Hati-hati. Daratan ini bukan hanya sunyi, tapi juga penuh jebakan. Aku akan tinggal menjaga kapal. Kalau ada masalah, lari kembali ke sini.”Ardyn mengangguk. “

  • WARISAN DEWA YANG TERSEMBUNYI   Bab 14 – Perjalanan Menuju Daratan Timur

    1. Perpisahan dari ThalassiaTiga hari telah berlalu sejak pertempuran besar di Thalassia. Kota bawah laut itu perlahan bangkit dari kehancuran. Prajurit-prajurit membersihkan reruntuhan, rakyat menyalakan lentera air untuk menghormati yang gugur, dan musik lembut terdengar dari kuil Nerion, dewa air yang mereka muliakan.Ardyn berdiri di dermaga kristal, menatap ke permukaan laut yang berkilau. Nerida berjalan mendekat, gaunnya sederhana, tapi aura pewaris yang baru bangkit membuatnya bersinar.“Sulit meninggalkan rumah,” katanya pelan.Ardyn menoleh, melihat kesedihan di matanya. “Aku tahu. Tapi kau sudah memilih. Dan dunia di luar sana butuhmu.”Nerida menghela napas, lalu tersenyum tipis. “Kau benar.”Raja Nerisar datang, didampingi para pengawal. Wajahnya tampak letih, namun matanya tetap penuh wibawa. Ia menatap putrinya lama sebelum berkata, “Nerida, kau bukan hanya putriku, tapi juga harapan dunia. Ikuti takdirmu, me

  • WARISAN DEWA YANG TERSEMBUNYI   Bab 13 – Pertempuran di Thalassia

    1. Serangan DimulaiBalairung Thalassia bergetar hebat saat Jenderal Bayangan menancapkan trisulanya ke dasar laut. Gelombang hitam menjalar, membuat dinding kristal retak. Pasukan Thalassia berusaha menahan makhluk-makhluk bayangan, namun jumlah mereka terus bertambah, seolah lautan itu sendiri melahirkan kegelapan.“Ardyn!” Lyra berteriak sambil menahan pusaran air dengan kekuatan anginnya. “Kita harus hentikan makhluk itu, atau istana akan hancur!”Ardyn menggenggam pedang cahaya, tanda di tangannya berpendar terang. “Kau jaga Nerida! Aku akan menghadapinya!”Selene melesat maju, busurnya memancarkan cahaya biru. Panahnya menembus dada makhluk bayangan, namun tak cukup untuk menghentikan sang Jenderal.Jenderal Bayangan menyeringai, suaranya berat bergema di dalam air.“Cahaya dan angin… hanya mainan anak-anak. Dewa kalian sudah mati. Yang tersisa hanyalah kegelapan!”2. Duel di BalairungArdyn melompat

  • WARISAN DEWA YANG TERSEMBUNYI   Bab 12 – Kerajaan Laut Thalassia

    1. Kedatangan di ThalassiaFajar menyingsing perlahan, dan cahaya keemasan matahari menyinari permukaan laut yang tenang. Kapal Boros kini bergerak memasuki wilayah yang berbeda dari lautan biasa. Airnya tampak lebih jernih, seakan kristal cair yang memantulkan cahaya bintang meski hari telah terang.Ardyn berdiri di dek, matanya membelalak. “Airnya… berkilau.”Selene mengangguk pelan. “Itulah tanda bahwa kita mendekati Thalassia. Laut ini dilindungi oleh kekuatan kuno, peninggalan Dewa Air, Nerion.”Lyra tersenyum, meski wajahnya masih pucat setelah pengalaman dengan Leviathan. “Aku bisa merasakannya. Airnya seperti… bernyanyi.”Boros, sang kapten, yang selama perjalanan lebih banyak terdiam setelah insiden badai, menyalakan pipa kayu kecilnya. Asap tipis mengepul. “Aku sudah berlayar puluhan tahun, tapi baru kali ini masuk ke wilayah ini. Kalau bukan karena kalian, aku takkan berani sejauh ini.”Beberapa saat kemudian, air

  • WARISAN DEWA YANG TERSEMBUNYI   Bab 11 – Menuju Lautan Gelap

    Pagi di Zephyros dipenuhi riuh suara baling-baling angin yang berputar cepat. Ardyn, Lyra, dan Selene berdiri di dermaga timur, tempat kapal-kapal besar berlabuh. Laut terbentang luas di hadapan mereka, biru pekat dengan ombak yang berkilau oleh cahaya matahari.Ardyn menelan ludah, menatap ombak yang terus bergulung. “Jadi… kita harus menyeberangi itu?”Lyra menyikutnya. “Kau takut laut, ya?”Ardyn mendengus, mencoba terlihat tenang. “Bukan takut. Hanya… belum pernah naik kapal sejauh ini.”Selene, dengan wajahnya yang selalu serius, menatap kapal kayu besar yang akan mereka tumpangi. “Laut bukan sekadar air. Nefarion menodai setiap tempat, dan samudra adalah jalannya yang paling berbahaya.”---Kapten kapal yang bernama Boros, seorang pria bertubuh besar dengan bekas luka di pipi, menyambut mereka dengan tawa berat.“Kalau kalian benar-benar mau ke Thalassia, lebih baik siapkan perut kalian. Lautan sekarang tak ramah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status