"Kenapa Mami dan Yatri ribut? ada apa?" tanya Rexa yang masih bernada rendah. Dia melangkah ke arah Yatri untuk mmMn menanyakan lebih jelas pada istrinya itu.
"Kenapa sayang?" tanya Rexa pada Yatri.
Karena sukitnmengatakan apa yang telah Bu Anne tuduhkan padanya, Yatri hanya menggeleng, berharap tuduhan itu tak di dengar oleh Rexa sehingga tak menimbulkan kesalahpahaman diantara mereka berdua.
"Lalu? kenapa Mami sampai marah pada kamu?" tanya Rexa lagi.
Bu Anne berdecik kesal. Dia begitu yakin Yatri sulit menjawab karena tak ingin kelakuan busuknya bersama Roy di ketahui Rexa."Dia tidak mungkin menjawab, karena takut kelakuannya terbongkar, nak," timpal Bu Anne.
Rexa membalikkan pandangan pada Maminya, dia menatap dengan penuh keseriusan, aura direktur sudah kembali menghiasi wajah tampan itu.
"Kelakuan apa maksud Mami? Yatri jahatun Mami? itu tidak mungkin," kelik Rexa."Bukan Mami nak, tapi meRoy berjalan di lorong kantornya. Tak sengaja ia bertemu dengan sekertaris pribadinya, membisikkan sesuatu di telinga Roy. Wajah anak Bu Wanda itu malah tersenyum miring. Dia kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke ruangan pertemuan di ikuti sekertarisnya itu. Rexa mencoba tenang dalam hal ini meski hatinya ingin menonjok habis-habisan Roy. Tatapan kedua mata pria itu saling menajam satu sama lain. Gerald yang berada di samping Rexa mulai gelisah akan amarah di pendam oleh bosnya itu. 'Ya Tuhan, jangan sampai Pak Rexa menumpahkan darah di kantor ini,' lirih Gerald dalam hati. Rexa mengatur nafas lalu berkata, "Tinggalkan saya berdua dengan anak benalu itu."Kedua asisten dan Gerald keluar dari ruangan itu bersama sekertaris Roy. Sedikit tegang anak Bu Wanda itu, dia sangat tahu bahwa Rexa memiliki ilmu sabuk hitam dalam taekwondo. "Ada apa kau kemari? Kakakku?" tanya Roy melawan rasa taku
Setiba di Desa Hani, Pak Budi segara masuk ke rumah nan amat sederhana itu. Di dalam ada Hani yang berdiri menjemput di pintu. Sedikit terkejut karena kedatangan supir pribadi Rexa itu di rumahnya."Maaf, Dek Hani. Saya datang menyamapaikan pesan Bu Anne," ucap Pak Budi yang sungguh tidak ikhlas menjalankan perintah itu."Pesan apa, Pak?" tanya Hani.Pak Budi mendekat pada Hani, dengan suara yang begitu ia rendahkan, dia berucap pada Hani."Dek Hani di butuhkan oleh Bu Anne, dia menunggu dek Hani ke Kota sekarang juga, tanpa dek Hani dia akan jatih sakit," ucap Pak Budi sesuai kalimat yang diajarkan Bu Anne.Hani tertegun, raut wajahnya gelisah. Bertahun-tahun bersama Bu Anne tentu rasa sayangnya begitu besar pada ibu kandung Rexa itu. Mendengar kata sakit pada Bu Anne buat Hani tanpa pikir panjang lagi memenuhi panggilan itu padanya."Baiklah Pak, saya minta izin pada mamak dan bapak saya," kata Hani lalu
Yatri mulai menyeret sendiri koper-kopernya. Sesaat kakinya terhenti melangkah, membalik ke arah kamarnys kembali. Di kamar itulah ia pertama kali memadu kasih bersama Rexa, mendengar Rexa mengucap kata cinta. 'Ya Allah, aku harus kuat, aku hanya ingun takdir bermain sesuai yang di inginkannya,' ucap Yatri dalam hati. Bu Yat yang melihat itu sungguh tak tega, rasanya ingin menahan Yatri namun Bu Anne yang berdiri di depan pintu terlihat sangat menyeramkan. "Bu Yat, aku pamit ya, terimakasih atas kebaikannya selama ini," ucap Yatri berkaca-kaca. "Kenapa tidak tunggu Tuan Rexa, Bu. Jangan pergi tanpa di ketahui Tuan," sahut Bu Yat memberanikan diri. "Bu Yat!" Bu Anne memekik dari jauh. Dia kesal atas kelancangan Bu Yat yang menahan Yatri pergi. Bu Yat menunduk, nyalinya ciut seketika. Suara dan tatapan Bu Anne memang sangat seram bila sudah marah. Yatrinhanya bisa membalas itu dengan menatap tajam balik ibu mertuanya.
Pagi telah tiba, sinar matahari menyusup di balik jendela kaca, mata Rexa mengerjap. Perlahan membangunkan diri, dia masih merasa pusing, dia melihat di sekelilingnya.'Ah, bukan kamarku, Yatri dimana ya,' ucapnya dalam hati.Rexa keluar dari kamar itu, Bu Anne dan Hani sedang menyiapkan sarapan pagi, sedikit terhenyak karena kehadiran Hani di rumahnya."Kamu udah bangun, Nak. Ayo sarapan dulu," ajak Bu Anne."Nanti saja, Mi. Aku mau ke atas menemui istri
Bu Anne tiba di rumah bersama Hani. Saat itu Rexa sudah ada di rumah untuk pulang sejenak mandi. Bu Anne ya g ingin memamerkan kecantikan Hani pada anaknya ingin agar Hani segera bertemu Rexa di atas kamar. "Bu Yat, tolong siapkan kopi untuk Rexa," pinta Bu Anne. Beberapa menit kemudian, Bu Yat datang membawa kopi sesuai selera Rexa. "Hani, kamu bawakan kopi ini ke atas untuk Rexa," kata Bu Anne. Hani terhenyak, dia masih kaku melakukan hal itu, belum pantas dan takut pada Rexa yang berwajah dingin. "Tapi, Bu. Jangan ah, nanti yang ada malah menganggu Kak Rexa," tolak Hani. "Ck, ini bentuk perhatian, Hani. Sudah kamu bawa, bilang ini dari Mami, sana ayo kamu ke atas," sergah Bu Anne memaksa. Hani mengambil nampan itu dari tangan Bu Anne. Dia ke atas membawa kopi itu dengan tubuh yang bergetar menahan gerogi. 'Hani, jangan sampai kamu buat dia marah,' lirih Hani dalam hati
Seminggu telah berlalu, suara kicauan burung terdengar syahdu di pedesaan itu. Dusun yang lumayan rapi, tapi belum memanfaatkan tangan pemerintah. Semua masih saja tradisional terlihat, warganya pun belum mengenal apa itu gadget atau sekedar teknologi modern lainnya. Randy berjalan bersama asisten pribadinya. Dua hari dia mendata warga yang harus mendapat sembako juga perbaikan rumah agar jadi hunian layak. "Sepertinya masih ada lagi di ujung sana, Ran."
Pemakaman pak Yahya usai, Reza masih tetap bertahan memegang nisan kakeknya. Sungguh dia kehilangan sosok menuntun jalan saat dia berada di kebimbangan. Pak Doni hanya bisa menjaga jarak dari anaknya yang ia yakini sedang sensitif. Bu Wanda dan Roy pamit pulang, mata Bu Wanda ia paksa menguras air mata kepalsuannya. Sementara dari hati kecil Roy, dia pun ikut merasa sedih, karena bagaimanapun telah berjasa membawanya hingga di titik sekarang ini. Tanpa pak Yahya, Roy tak dapat sekolah dan melanjutkan kuliah di luar negeri. "Ibu, kakek kenapa bisa tak sadarkan diri?" tanya Roy yang pada Bu Wanda, saat itu hanya mereka berdua di dalam mobil. Bu Wanda hanya tersenyum, bibirnya sesekali ia angkat sebelah, seakan mengingat suatu kejadian yang membuat ya puas dan bahagia. "Kamu tidak perlu tahu, cukup kamu jalankan apa yang sudah menjadi tugasmu, kuasai perusahaan sekarang, lalu hengkang semua pihak-pihak yang akan mengganggu ketentram
Rexa hidup kian tak beraturan, dia menjadi pria yang setiap malamnya bersahabat dengan alkohol. Bahkan, wanita silih berganti menemani hari-harinya. Bu Anne dan Hani sampa kualahan menangani sikap Rexa yang dingun namun begitu liar.Pria yang merasakan depresi berat karena di tinggal wanita yang di cintainya. Bahkan, perusahaanya pun mengalam kemorosotan, Gerald sekuat kemampuannya menjadi pengganti demi Rexa yang sudah ia anggap seperti kakak.Bu Anne menanti kepulangan Rexa yang seringkali pulang saat di waktu subuh. Bahkan, kadang membawa perempuan untuk menginap bersamanya. Buat Hani kian patah hati. Tak berharap banyak lagi pada Rexa.Deru mobil Rexa terdengar juga, para bodyguard membopong Tuannya keluar mobil. Rexa mabuk lagi, mulutnya hanya menyebut nama Yatri seorang."Rexa! Mau sampai kapan kamu begini, nak?" keluh Bu Wanda."Yatri.." lirih Rexa.Bu Wanda geram, sangat tidak