"Jangan berpikir yang tidak-tidak ya. Sudah kuakui dengan jujur kalau Mas tidak membayangkan wanita lain. Apa Mas menyebut nama wanita itu saat kita berhubungan?" Aku menggeleng.
"Setelah selesai dan Mas tertidur kelelahan."
"Siapa nama wanita tersebut?" Akhirnya ia bertanya juga siapa nama wanita tersebut.
"Hanum."
Tampak Mas Sam terkejut. Aku masih sempat mendengarnya mengulang nama yang kusebut barusan.
"Mas lupa. Mas tidak ingat apa-apa kalau pernah menyebut nama mamanya Bulan. Mas juga tidak tahu kenapa bisa mengingat nama itu saat tidur. Mas merasa tidak bermimpi tentangnya." Mas Sam seperti kebingungan bagaimana menjelaskan kenapa bisa menyebut nama mamanya Bulan.
Kugenggam tangannya. "Sudahlah Mas, May percaya. May percaya dengan yang barusan Mas je
Itu Nirmala. Ya, aku yakin. Haruskah Kuhampiri?"Pak, berhenti!" pintaku pada pak sopir taksol. Kepala celingukan memastikan Nirmala masih di tempatnya."Berhenti di sini, Mbak?" tanya Pak Sopir heran, karena sedari awal sudah mengatakan tujuanku adalah pulang ke rumah."Sebentar Pak, mau menemui teman. Tunggu ya Pak!" pintaku memohon. Lalu segera berlari menyeberang jalan karena posisi Nirmala di seberang mobil taksol yang berhenti."Hei, kondisikan tangan." Kutepis tangan seorang pria yang hendak memegang bagian punggung Nirmala.Nirmala menoleh, ia tampak terkejut melihatku ada di belakangnya."Nah, yang ini oke juga. Siapa namanya Mbak? Temannya ya? Kok nggak bawa
"Iya, Mas? Assalamualaikum," sapaku terlebih dahulu. Sepertinya sesuatu yang penting."Maysa, kamu dimana? Mang Diman menjemputmu di sekolahan, tapi katanya sudah sepi. Mobil sempat mogok tadi. Kamu sudah pulang, Sayang?"Oh, pantas ditunggu tidak kunjung tiba, ternyata sempat mogok.Aku sudah masuk ke dalam mobil taksol dan memerintahkan Pak Sopirnya untuk jalan."Ini masih di jalan. Naik taksol. Nunggu Mang Diman lama sekali. Hampir sejam dan tidak ada kabar dari Mang Dimannya," jawabku menjelaskan."Iya, kamu belum dikasih nomor Mang Diman ya? Nanti Mas kasih biar mudah menghubungi. Jadi ini masih di jalan?""Iya," jawabku singkat."Ya sudah, hati-hati di jalan. Suruh Pak Sopirnya jangan ngebut."
POV Samudra"Menikahlah Sam, sampai kapan kamu menyalahkan diri sendiri dan menutup diri?"Aku hanya menatap wanita paling berhargaku itu sekilas, lalu kembali fokus ke piring. Berpura sibuk makan.Ini untuk kesekian kalinya beliau memintaku menikah. Padahal menikah atau tidak, yang penting kasih sayang untuk Bulan terpenuhi."Kamu ingat wanita yang dulu pernah menolong Ibu di jalan dan sampai mau mengantarkan Ibu pulang ke rumah?"Aku memicing mencoba mengingat. Lalu akhirnya kugelengkan kepala karena tidak bisa mengingat sama sekali."Kenapa?" tanyaku agar Ibu segera menjelaskan maksudnya."Ibu dengar dia gagal nikah, jadi Ibu rasa kamu bisa masuk sebagai penyelamat. Hitung-hitung balas budi."
Pov SamudraWajah itu, wajah putus asa. Baru kali ini kulihat seorang wanita berputus asa saat menduga calonnya bakal meninggalkannya lagi untuk kesekian kalinya. Tidak May, aku tidak sepengecut itu. Aku akan menepati janjiku sebagai seorang laki-laki. Bagaimanapun caranya. Entah aku harus datang dengan bersimbah darah pun akan kulakukan.Untungnya aku dan keluarga datang tepat waktu. Mobil yang kami tumpangi ada yang sengaja menabrak dari arah belakang dan samping. Untung saja tidak oleng. Kami semua yang berada di dalam selamat hanya mobilnya saja yang lecet parah. Aku tidak tinggal diam. Kuperintahkan orang kepercayaanku mencari tahu dan menyelidiki apa motif dua mobil itu menabrakkan dirinya ke arah mobil kami.Wajah ayah mertua seketika berubah saat melihatku datang. Mungkin pikirannya sama dengan May, acara akad nikah ini tidak terlak
"Ini, aku sudah mesan dua tiket, kamar dan akomodasi lengkap sudah siap, kamu nggak bisa nolak."Terkejut, Hanin datang menunjukkan dua tiket ke Bali, padahal sudah jelas aku menolak dari awal untuk pergi dinas dengannya."Nanti kuminta Firman yang gantikan aku. Kamu bisa pergi dengannya," tolakku."Sayangnya tidak bisa. Aku sudah buat janji dengan Pak Wilman soal meeting yang bakal dihadiri olehmu langsung Mas, kalau Mas tidak ikut dan tidak hadir di rapat itu maka kredibilitas perusahaan Samudra group dipertanyakan." Dengan entengnya Hanin mengatakan hal tersebut. Tanganku sampai mengepal kuat. Pena dalam genggaman ingin rasanya kupatahkan jadi dua. Keterlaluan Hanin. Untuk apa dia mengatur jadwal kerjaku sesuka hatinya."Rin, tolong masuk ke ruangan saya sekarang."&nb
Pov MaysarahMas Sam pulang setelah Maghrib. Padahal siang itu dia bilang akan pulang sore. Mungkin kesibukannya di kantor menyebabkan ia telat pulang. Aku harusnya memaklumi hal tersebut.Masuk kamar, Mas Sam diam tanpa suara. Dia melepas jas dan dasinya, dan meletakkan sembarang di tempat tidur. Sepertinya itu memang kebiasaan lelaki. Para teman guru sering mengeluh kebiasaan suaminya yang lempar sana, taruh sini barang pribadi sesuka hati. Seperti handuk basah yang akan diletakkan di atas tempat tidur. Namun sejauh ini, Mas Sam selalu meletakkan handuk di tempatnya.Setelah melepas pakaian, ia berlalu masuk ke kamar mandi. Aku cuma dilihatnya sekilas. Apa jangan-jangan Mas Sam marah padaku soal siang tadi?Padahal kan bukan salahku. Mana kutahu ada Ken di rumah ini. Dia memang dekat dengan Bulan dan aku tidak mungkin melaran
Sesuai keinginan Mas Sam, aku izin sehari ngajar. Hari ini adalah hari keberangkatan ke Bali. Semua keperluan yang hanya untuk dua hari sudah kusiapkan.Mas Sam menggenggam erat tanganku dari dalam mobil sampai masuk ke bandara. Kami layaknya pasangan yang memang ingin pergi berbulan madu."Mas Sam!" Hanin melambaikan tangannya ke arah kami.Aku dan Mas Sam berjalan menuju ke arahnya. Eh tapi, siapa yang disamping Hanin? Seperti kenal?Setelah jarak kami dekat. Aku baru bisa memastikan siapa wanita yang berdiri di samping Hanin.Nirmala?Kenapa Nirmala bisa berada di samping Hanin? Apa ini? Ada apa antara Hanin dan Nirmala?Aku memandangi Mas Sam. Ia pun sama mengernyitkan kening saa
Sudah malam dan Mas Sam belum juga kembali. Untuk menghubungiku pun juga tidak. Awalnya sih masih biasa saja berada di dalam kamar sendirian dengan fasilitas lengkap di dalamnya. Aku sempat bervideo call-an sama Bulan dan Ibu. Tidak lupa juga dengan Ayah dan Ibu Denok. Aku sempat bilang kalau Nirmala berada di Bali dan Ibu Denok kaget seperti tidak tahu keberadaan anaknya. Entah itu benar apa tidak, aku tidak ingin ambil pusing. Malah beliau yang minta aku memanggilnya biar bisa v-call an bareng. Namun kutolak. Kubilang saja kami beda kamar dan aku tidak bisa ke kamarnya. Untungnya Ibu percaya. Kalau beliau ingin bicara, kuminta saja Ibu menghubungi secara langsung ke ponselnya Nirmala.Kukira setelah menutup pintu dan menguncinya, Nirmala berhenti mengusikku. Ternyata tidak. Dia mencoba ingin masuk lewat pintu kaca yang view-nya terhubung ke pantai. Mungkin karena kamar kami bersebelahan, makanya viewnya sama. Untungnya pintu tersebu