Share

2. Hai Selena

Author: Strrose
last update Last Updated: 2025-01-02 11:00:55

Brak!!

Selena bersandar di pintu kamarnya, menghembuskan napas panjang sambil memejamkan mata. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan pikiran yang berputar di kepalanya. Tubuhnya menempel pada pintu kayu yang dingin, tetapi jantungnya berdegup begitu cepat, seolah-olah sedang berlomba dengan waktu.

“Sialan! Matthias Walton sialan! Kenapa dia muncul dengan panampilan begitu!!! Astaga!! dia terlalu tampan untuk seseorang makhluk fana” gumam Selena lirih.

Di pukul pelan pipinya dengan kedua tangan hingga wajahnya yang memerah semakin terasa panas. “Tarik napas, Selena. Kau bukan remaja belasan tahun lagi. Kau perempuan dewasa, usiamu sudah 22 tahun Selena, sadarlah!! Pria tampan bukan hanya Matthias saja. Ingat kekasihmu!!” doktrinnya

Selena menggelengkan kepalanya keras-keras, seolah mencoba mengusir bayangan Matthias yang terus menghantui pikirannya. Ia berjalan ke meja rias dan menatap bayangannya di cermin. Wajahnya memerah, pipinya terasa hangat, dan matanya bersinar penuh emosi.

“Kenapa harus dia?” bisiknya pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam ruangan yang sunyi. “Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi?” Selena mengambil satu napas panjang. Tapi tetap saja, pikirannya terus memutar ulang senyum miring Matthias, tatapan matanya yang tajam, dan caranya berbicara dengan nada santai yang selalu membuat Selena merasa kalah sebelum pertempuran dimulai.

Selena mengambil ponselnya dari meja. Ia membuka layar, menatap kontak seseorang yang dinamainya “Babe" dengan penuh keraguan. Jarinya ragu-ragu sebelum akhirnya meletakan ponsel itu kembali

Otak cantiknya itu terus memutar ulang kejadian tadi, cara Matthias menatapnya dengan mata abu pekat yang penuh intensitas, senyumnya yang sedikit meledek, dan suara beratnya yang terkesan santai tapi memiliki daya tarik tersendiri.

“Kau gila Selena!”

Bagian kecil di hatinya menolak kata-katanya sendiri. Matthias Walton bukan pria biasa. Selena tahu itu. Ingatannya kembali ke masa kecil mereka, sebuah fragmen yang samar namun hangat. Mereka pernah bermain bersama saat Matthias masih sering berkunjung sebelum Selena merengek untuk pindah ke London dan menghindari pria itu

Sialnya, sekarang Selena tak bisa menghindar lagi, Matthias yang sekarang berbeda. Ia telah tumbuh menjadi pria dewasa yang bisa membuat siapa pun merasa tidak aman dengan satu tatapan saja.

“Sial Selena! Sejak kapan perasaanmu jadi murahan begini!!” Selena menggelengkan kepalanya dengan frustrasi, mencoba mengusir pikiran-pikiran aneh yang terus menghantui. Ia menyisir rambutnya dengan jari, melirik sekali lagi ke cermin.

Rasanya dia seperti remaja puber saja, ketakutan, kebimbingan dan adrenalinnya menjadi satu

“Selena?” Ketokan pintu dan suara Hiriety yang memanggilnya membuat Selena menghela napas lega. Ia segera bangkit, melangkah cepat untuk membuka pintu.

Wajah cantik yang memiliki kesan lembut itu terpampang didepannya, ada sedikit raut cemas diwajahnya “Maaf aku lupa bilang jika kakakku akan datang”

Selena menatap Hiriety dengan ekspresi datar, meskipun dalam hatinya, ia masih merasa kesal. "Lupa? Kau meninggalkan aku sendirian di sini dengan seorang pria yang baru pertama kali kulihat setelah sekian tahun lamanya, dan kau hanya bilang lupa? Tak mungkin pria itu datang tanpa persiapan sebelumnya kan?"

Hiriety tersenyum meminta maaf, tetapi jelas dia tidak merasa terlalu bersalah. "Yah, dia bukan orang asing, kan? Kau pernah bertemu Matthias sebelumnya. Lagipula, aku pikir kau bisa mengatasinya"

Selena mendesah panjang, mencoba menahan dirinya untuk tidak meledak. "Ya, aku pernah bertemu dia. Saat dia masih anak kecil dan kau sendiri tahu betapa gilanya kakakmu itu!"

Hiriety tertawa kecil, menutupi mulutnya dengan tangan. "Oh ayolah, Selena. Kau tahu dia hanya bercanda. Matthias selalu seperti itu, dia memang suka mengoda tapi kau tahu sendiri jika dia tak pernah tertarik. Kau hanya perlu terbiasa."

Selena memutar bola matanya. Alasan kenapa dia takut dengan Matthias adalah karena masa kecil mereka. Matthias itu selalu mengejarnya, menyentuhnya bahkan menganggu setiap waktunya. Dia bahkan tak segan memukul anak lelaki lain yang berbicara dengannya. Matthias memperlakukannya seperti mainan yang hanya boleh Matthias mainkan.

"Dia selalu memandangku seperti aku bagian dari menu makan siangnya. Itu tidak lucu, Rie."

Hiriety berusaha menahan tawanya, tetapi gagal. "Kau terlalu sensitif. Matthias memang seperti itu Dia tertarik padamu."

Selena langsung menegang. "Tertarik? Tidak. Jangan mulai dengan asumsi konyol itu."

“Padahal dulu jelas sadar jika kakakku suka padamu tapi kau malah pergi" kata Hiriety santai.

Selena mendengus, berusaha menyembunyikan emosinya. "Suka?” Gumamnya pelan “Itu lebih mirip obsesi. Dia memperlakukanku seperti aku ini boneka yang bisa dia miliki. Selalu memonopoli waktu dan perhatianku. Aku bahkan ingat dia pernah mengurungku di ruang belajarnya"

Hiriety tertawa lebih keras kali ini. "Dan kau, tentu saja, tetap diam-diam menikmati perhatian itu."

"Aku? Menikmati? Tidak, terima kasih!" Selena menyilangkan tangan di dadanya, tetapi suara protesnya terdengar kurang meyakinkan, bahkan di telinganya sendiri.

Hiriety menyipitkan mata, seolah mencoba membaca pikiran Selena. "Yah, mungkin kau tidak menikmatinya saat itu, tapi coba lihat sekarang. Dia tumbuh menjadi pria tampan yang, kau tahu, sedikit melunak."

Selena memutar bola matanya lagi. "Kau terlalu banyak menonton drama romantis. Tolong, kembali ke dunia nyata."

“Salahkan saja ibumu yang selalu merekomendasikan drama romantis padaku” kekehnya ringan

Selena menggelengkan kepalanya, tetapi senyumnya tidak hilang. Hiriety memang memiliki kepribadian yang menyenangkan—mudah tertawa, penuh optimisme, dan kadang-kadang terlalu polos untuk kebaikannya sendiri. Itulah mungkin alasan Lumia, ibunya sangat menyukai Hiriety.

"Ya, ya. Aku tahu ibuku sangat memanjakanmu" kata Selena dengan nada sedikit menggoda. "Kalau kau butuh drama baru, aku bisa merekomendasikan sesuatu yang lebih realistis. Yang tidak membuat orang berpikir hidup itu semanis di layar kaca."

Hiriety tertawa kecil dan menjulurkan lidahnya. "Tidak, terima kasih. Aku akan tetap setia pada cerita-cerita yang membuatku percaya cinta sejati itu nyata."

Sebelum Selena bisa membalas, suara Matthias terdengar dari ruang tamu. "Kalian masih menggosip di sana? Hiri, kau tahu aku tidak punya banyak waktu, kan?"

Selena langsung mendengus, senyumnya lenyap begitu saja. "See? Selalu harus membuat segalanya tentang dirinya" gumamnya sambil melirik Hiriety.

Hiriety menahan tawa dan menarik tangan Selena. "Ayo, sebelum dia mulai mengeluh lebih banyak. Kau tahu dia tidak akan berhenti kalau tidak diberi perhatian."

Mereka melangkah keluar kamar, dan Selena langsung merasakan atmosfer berbeda begitu berada di ruang tamu. Matthias berdiri di dekat jendela kaca dengan cahaya matahari pagi menyinari siluet tubuhnya. Dia memegang ponselnya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya dimasukkan ke dalam saku celana. Pandangannya beralih pada Selena begitu dia masuk, dan senyuman jahil itu kembali menghiasi wajahnya.

“Hai lagi Selena” Sapanya yang membuat Selena merasa akan diterpa badai

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   114. Hari sebagai pasutri

    Selena berdiri di depan ruang ganti, tangannya masih terlipat di dada. Ia bisa mendengar Matthias bergerak di dalam, mungkin sedang mengganti pakaiannya.“Matthias?” suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Dari dalam terdengar suara Matthias. “Hm?”Selena menekan senyumannya. “Aku masuk.”Ia tidak menunggu jawaban sebelum membuka pintu dan menyelinap masuk.Matthias, yang hanya mengenakan kemeja putih yang belum dikancingkan sepenuhnya, menatapnya dengan satu alis terangkat. “Tidak sabar melihatku, huh?”Selena tidak menggubris godaannya. Ia melangkah mendekat dan dengan santai melingkarkan dasi di leher Matthias, menariknya sedikit hingga wajah mereka lebih dekat.Matthias tampak sedikit terkejut, tapi kemudian seringai itu kembali muncul. “Oh? Sekarang kau ingin membantuku berpakaian?”Selena tersenyum manis, tapi matanya penuh niat jahat. “Tentu saja&rd

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   113. Wedding

    Pernikahan itu berjalan begitu cepat—tanpa pidato panjang, tanpa perayaan meriah, hanya sumpah yang diucapkan di bawah tekanan waktu dan emosi yang masih menggantung.Matthias tidak memberi kesempatan pada siapa pun untuk menunda lebih lama. Begitu mereka berdiri di altar, suaranya tegas saat mengucapkan janji pernikahan, matanya tak sekalipun beralih dari Selena.“Dengan ini, kalian resmi menjadi suami istri”Matthias tidak menunggu aba-aba untuk mencium Selena. Bibirnya langsung menekan bibir Selena, mendominasi, menegaskan kepemilikannya di depan semua orang yang hadir.Sorakan kecil terdengar dari beberapa tamu, tetapi Matthias tidak peduli. Dia hanya menarik Selena lebih dekat, menyalurkan emosi yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.Begitu mereka masuk ke dalam mobil, keheningan menyelimuti mereka. Matthias duduk di sampingnya, tangannya tidak pernah lepas dari tubuh Selena—entah menggenggam jemarinya atau sek

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   112. Pernikahan yang tertunda

    Selena menatap dirinya di cermin, jantungnya berdebar tidak karuan.Gaun putih itu terasa begitu indah di tubuhnya, tetapi berat di hatinya. Bukan karena dia tidak ingin pernikahan ini terjadi, tetapi karena semuanya masih terasa seperti mimpi yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.Pintu ruang rias terbuka, dan Lumia masuk dengan senyum lembut."Sayang..." suara ibunya penuh kasih, tetapi ada sedikit kegelisahan di dalamnya. "Sudah waktunya."Selena menelan ludah, mencoba mengatur emosinya."Kau baik-baik saja?" tanya Lumia, mengulurkan tangan untuk menggenggam jemari putrinya.Selena menatap tangan mereka yang bertaut, lalu mengangguk pelan. "Aku... aku tidak tahu, Mom."Lumia tersenyum kecil. "Pernikahan tidak pernah mudah, Selena. Tapi yang perlu kau tanyakan pada dirimu sendiri hanyalah satu hal—apakah kau ingin hidup tanpanya?"Selena mengangkat wajahnya, menatap bayangannya sendiri di cermin.Apakah dia bisa h

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   111. Fallin for the beast

    Kesalahan Dylan adalah tak mengenalkan dunia mereka pada putrinyaKesalahan Lumia adalah tak memberitahu identitasnya pada SelenaDan kesalahan Matthias adalah melecehkannya bahkan mengenalkan Selena pada dunia dengan cara yang keliru.Selena seharusnya tahu sejak awal.Seharusnya dia mengerti bahwa dunia tempatnya hidup bukanlah dunia normal.Dunia mereka gelap. Kotor. Berdarah.Tidak ada keadilan di sini, hanya kekuasaan dan kelangsungan hidup.Tapi Dylan ingin melindunginya.Lumia ingin menjaganya.Dan Matthias... Matthias ingin memilikinya.Selama ini, semua orang mengambil keputusan untuknya. Mereka membungkusnya dalam kebohongan manis, berpikir itu akan membuatnya aman. Tapi justru itu yang membuatnya semakin rapuh.Selena menatap Matthias yang masih memeluknya erat di dapur.Pria itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.Dan pada saat yang sama, satu-satunya tempat dia bisa berpulang."Matthias" gumamnya pelan."Hm?""Aku ingin mati saja..."Matthias membeku.Tubuhnya yang

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   110. Keinginan Selena

    Brak“Putramu itu gila, Caid!”Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Dylan begitu dia tiba di markas Oletros, tepat diruang berkumpul yang mana Caid sedang duduk di kursinyaCaid terkekeh “Jika tak gila tentu saja bukan putraku” Jawab CaidDylan mengusap wajahnya dengan frustrasi, sementara Caid hanya menatapnya dengan senyum kecil penuh hiburan.“Ini pertama kalinya aku melihatmu kacau, Dylan” Enid mengucapkan dengan santainya sementara Dayn, kembaran Dylan hanya terkekeh“Kau tak tahu saja karena hanya memiliki anak lelaki” Seru DaynEnid mendengus kesal, melirik Dayn dengan tajam. “Kau pikir punya anak lelaki lebih mudah? Tunggu sampai salah satu dari mereka membawa pulang masalah sebesar Matthias.”Dayn terkekeh, menyilangkan tangan di dadanya. “Masalahnya, Matthias tidak sekadar membawa masalah. Dia adalah masalah itu sendiri.”Caid mengangg

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   109. Aku kacau....

    Selena tak benar-benar dibiarkan pergi. Nyatanya, saat dia dan Daddynya tiba di bandara, tidak ada satu pun maskapai yang menerima kepergiannya.“Apa maksudnya tidak ada penerbangan?” Dylan menekan telepon di tangannya, berbicara dengan seseorang dari pihak bandara. Wajahnya mengeras. “Kami sudah memesan tiket sejak tadi malam.”“Maaf, Tuan, tetapi semua penerbangan Anda telah dibatalkan.”Dylan meremas gagang ponselnya erat. “Oleh Walton?” Tanya DylanPetugas di ujung telepon terdengar ragu sebelum menjawab. “Kami tidak bisa memberikan informasi itu, Tuan.”Dylan menoleh ke Selena, yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi yang tak kalah frustrasi.Matanya langsung menyipit. “Matthias.”Selena menghela napas panjang, menatap papan informasi keberangkatan yang kosong untuk mereka.Tentu saja.Tentu saja Matthias tidak akan membiarkannya pergi semuda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status