Share

5. Alasan Mengapa Tidak Mau Membawa Teman Main Ke Rumah

Ada bermacam alasan mengapa beberapa individu tak suka mengundang kawannya ke rumah. Antara lain karena teman suka berhutang, karena teman suka memberantakkan kamar, dan karena belum akrab.

Sehingga apabila ditilik dari tipe kepribadiannya, yakni ISFJ, besar kemungkinan Rostiana cenderung pada opsi terakhir. Sebab ia memang merasa belum akrab dengan Tami maupun Selena. Belum ada kemistri, belum ada kedekatan batin yang mengharuskannya berkata dengan sopan nan riang; "Silahkan, masuk ke rumahku. Jangan sungkan untuk makan cemilannya. Anggap saja rumah sendiri." 

Tidak, tidak. 

Rostiana bukan tipe manusia yang seperti itu dan sejujurnya, semenjak ia mengenal bangku sekolah di jaman TK dahulu hingga sekarang, teman yang main ke rumahnya bisa dihitung dengan jari. Gampangnya, apabila jari Rostiana ada sepuluh, maka teman yang main ke rumah Rostiana dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ada enam orang. Dua orang di antaranya adalah Tomato Tami dan Selai Selena.

Tapi jangan salah sangka bahwa dirinyalah yang mengiyakan permintaan Selena untuk berkunjung ke rumahnya, melainkan Mama. Mama Rostiana sedang menyiram kebun depan saat putrinya pulang dan tak sengaja mendengar Selena yang berseru;

"Kami boleh main ke rumahmu?" Semacam itu dan mama Rostiana refleks menoleh lalu mendekat dengan senyuman lebar serta selang yang airnya masih mengalir.

"Eh, ada teman-temannya Titi. Masuk, Nak, sini main dulu."

Rostiana mendecak samar saat mamanya justru mempersilahkan dua gadis remaja itu masuk ke dalam. Sebenarnya, Tami yang masih duduk di jok sepedanya, sempat menolak halus dengan berkata, “Nggak usah, Tante. Kami pulang saja. Rostiana pasti mau istirahat.”

Sungguh, anak yang pengertian dia ini. Berbeda sekali dengan Selena yang justru menarik tangan Tami sambil menjawab ajakan mama Rostiana tanpa ragu-ragu.

“Oke, Tante.”

Sungguh, anak yang tak tahu malu dia ini.

Ia pun patuh saat mama Rostiana meminta mereka untuk mencuci tangan dulu di keran halaman depan sebelum masuk dan memarkirkan sepeda dengan rapi di carport samping rumah. Juga melepas sepatu dan menaruhnya di rak khusus di teras.

Nah, berhubung keduanya terlanjur ada di dalam, di sofa ruang tamu, mau tak mau Rostiana menemani mereka. Membawakan dua gelas air dingin tawar sambil mempersilahkan dua teman barunya itu mengemil kacang goreng dan rengginang di dalam toples, di atas meja ruang tamu. Berharap mereka segera pergi jika sudah kenyang oleh rengginang. Namun sialnya, Rostiana yang beranjak berdiri untuk mengganti seragam dengan pakaian yang lebih kasual, kembali mencelos tatkala Selena bertanya padanya.

“Mau kemana, Ros?”

“Oh, erm, mau ke kamar sebentar. Mau ganti baju.”

“Aku lihat kamarmu, boleh?” mata indah Selena berkelap-kelip seperti bintang malam.

“Hei, nggak sopan,” desis Tami.

Benar. Itu tak sopan, apabila teman yang baru kamu kenal namanya selama dua hari dan duduk sebangku denganmu selama tiga jam, meminta untuk masuk ke kamar. Selain tak sopan, itu juga mencurigakan. Siapa tahu, dia seorang klepto. Harap waspada.

Namun mama Rostianaoh, lagi-lagiberkata bahwa tidak apa-apa jika mereka mau mengobrol di kamar Rostiana. Toh, karena sebentar lagi beberapa tamu akan datang.

“Sekalian belajar bersama,” ucap beliau.

Jadi, ya sudah, mereka bertiga menuju ke kamar Rostiana yang hanya berukuran 9 m2. Terdiri dari ranjang single, lemari mungil, meja belajar, dan kursi. Tak ada apapun yang menarik.

Oh, juga rak buku yang menempel di dinding dan itulah yang menjadi incaran Selena.

“Wah, kamu sepertinya suka baca novel, ya,” gadis itu langsung berdiri di depan rak, mencomot satu novel roman remaja.

“Hei, izin dulu sama yang punya buku,” tegur Tami.

Selena terkekeh dengan pipinya yang agak merona. Berkata, “Boleh pinjam, kan, Ros?”

Si empunya hanya mengangkat alis lalu menuju lemari pakaian. Membiarkan Tami dan Selena membaca bersama di tepi ranjang. Lima detik berikutnya, barulah Rostiana mematung di tempat sebelum memberanikan diri berkata sesuatu.

“Erm, kalian bisa keluar sebentar, tidak?”

“Eh? Kita sudah diusir?!” Selena memekik.

“Bukan, bukan,” buru-buru Rostiana menyanggah. Merasa tak enak sendiri sehingga ia memperjelas, “Aku mau ganti baju. Jadi, bisakah kalian keluar sebentar?”

Refleks, Tami dan Selena saling pandang sebelum sama-sama tertawa. Ini membuat Rostiana heran, tentu.

“Apa yang lucu?”

“Nggak apa-apa,” jawab Tami, “Oke, kita keluar.”

Tapi, jawaban Selena tidak sinkron dengan Tami sebab ia justru menyahut, “Kamu yang lucu, Ros. Kan, kita sama-sama cewek, kenapa pula malu-malu hanya untuk ganti pakaian. Aku dan Tami bisa menutup mata seperti ini.”

Selena memeragakan sepasang tangan yang menangkup wajahnya sendiri.

“Ayo, keluar, Selena. Jangan banyak bicara,” Tami masih terkekeh sambil menarik tangan Selena untuk menuju ke pintu kamar. Menunggu sekitar setengah menit dan masuk lagi karena Rostiana telah selesai.

Yah, intinya begitu.

Sekarang masuk ke dalam inti yang lain, yakni; Apa yang harus dilakukan jika teman baru main ke rumah?

“Kok, diam?” celetuk Selena.

Jawaban yang mendekati ketepatan seratus persen; Diam saja. Bungkam. Tak melakukan apa-apa. Bosan.

Sebab Rostiana sendiri tak tahu harus bagaimana pada dua tamu yang baru saja, mungkin, menyematkan diri sebagai ‘teman’nya. Andai saja ada buku manual;

‘Tutorial Membuat Suasana Asyik Saat Teman Main Ke Rumah.’

pasti Rostiana sudah membeli buku itu dan membacanya. Mungkin memang ada, hanya saja Rostiana belum menemukannya. Kasihan.

Juga, amat tak mungkin apabila ia mengajak Tami serta Selena untuk bermain boneka atau rumah-rumahan. Selain ide yang buruk, itu juga gagasan yang memalukan. Lagipula, mereka, kan, sudah lima belas tahun!

Bingung sekali. Teramat canggung sekali.

Apalagi Selena yang berceletuk barusan setelah dua belas menit mereka mendekam di kamar sederhana itu tanpa mengerjakan banyak hal selain membaca novel roman picisan. Tapi sepertinya itu novel yang membosankan karena baik Selensa maupun Tami memilih menyudahi membaca pada halaman ke-34.

Jadi Tami menyahut dengan agak sarkas, “Memangnya kamu mau apa biar ramai? Demo?”

“Ya, bukan begitu juga. Kalau diam-diam begini saja, bukannya jadi canggung. Bagaimana kalau menonton DVD saja?” Selena memberi usul, lalu menoleh ke arah Rostiana si pemilik rumah, “Kamu punya film apa saja?”

“Nggak punya. Nggak ada DVD,” jawab Rostiana pelan.

“Oh.” Mulut Selena maju beberapa satu inchi. Matanya mengedar ke seluruh ruangan kamar, menyadari sesuatu.

“Tapi, kamarmu rapi juga, ya,” sebuah pujian yang sederhana dan wajar.

“Soalnya mamaku paling benci lihat yang berantakan.”

“Ah, iya juga,” celetuk Tami, “Pantas saja, dari depan tadi, rumahmu benar-benar tertata rapi. Tanamannya juga. Apa, ya? Terorganisir semua. Itu mamamu sendiri yang menata atau bagaimana?”

Rostiana mengangguk.

“Wah, hebat, deh. Benar-benar ibu teladan,” kata Selena, mengacungkan dua jempol.

Alih-alih merasa melambung, Rostiana justru menunjukkan raut gusar, tak nyaman, kikuk, tapi tetap tersenyum. Malah bergumam sinis, “Yah, ibu teladan.”

Selena masih melontarkan pujian betapa mengkilatnya lantai kamar dan rapinya buku-buku di rak saat Rostiana berujar lirih seperti itu dan hanya Tami yang mendengarkan, tapi ia enggan untuk bertanya lebih jauh.

Maka, sekitar pukul sebelas siang, Tami mengajak Selena pulang walau gadis cantik itu agak keberatan.

“Yah, padahal masih seru di sini sama kalian. Ya sudah, deh. Kami pulang dulu, ya, Ros.”

Rostiana yang akhirnya lega karena mereka pulang, segera merapikan kembali sprei kasur yang sedikit kusut karena diduduki oleh mereka bertiga sebelum kemudian mengantar ke depan.

Seperti kata mama Rostiana, memang ada beberapa tamu yang datang dan tengah menyesap teh di ruang tamu saat anak-anak itu pamit pulang. Tak hanya pada mama Rostiana, keduanya juga pamit secara singkat pada tamu-tamu itu lalu melangkah ke teras.

Selena masih saja membicarakan soal rencananya yang akan membawakan DVD film untuk ditonton bersama Rostiana dan Tami di sini saat Rostiana segera menolak.

“Ah, jangan. Di rumahku tidak ada televisi.”

“Eh, begitu ya. Ya sudah, kamu dan Tami besok main saja ke rumahku. Kita menonton film yang seru. Oke?”

“Erm…”

“Ah, kamu banyak ‘erm’-nya. Oke, ya. Oke!” Selena memutuskan sendiri sambil menarik sepatu dari rak tanpa melihatnya. Mengenakan dengan posisi berdiri dan satu tangan bertahan di dinding.

Sedangkan Tami mengamati letak sepatunya. Ada yang janggal, tapi… entah apa.

Oh, tapi ada yang nyaris terlupa; Jadi alasan mengapa Rostiana tak mau membawa teman main ke rumah adalah karena ia tak suka ada orang lain yang mengambil novelnya diam-diam untuk dibawa pulang.

"Argh... Selena!" pekiknya kesal. 

Dasar.

 (Bersambung ...)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status