Share

Bab 6

Author: Nona Aura
last update Last Updated: 2025-10-16 17:38:12

"Lia, besok malam aku jemput kamu ya," ucap Dafin tiba-tiba membuka obrolan di tengah perjalanan disertai hujan yang turun tidak deras tapi juga bukan jenis hujan rintik-rintik.

Perempuan cantik yang memakai blouse berwarna merah maroon itu pun langsung melirik ke arah Dafin.

"Buat apa?" tanya Lia sambil mengerutkan keningnya.

"Aku mau ajak kamu dinner." Dafin tersenyum manis.

Lia terdiam cukup lama, dia tidak ingin pergi bersama Dafin, tapi dia sangat bingung untuk menolaknya. Dia tidak enak dengan Viola.

Belum sempat menjawab pertanyaan Dafin, Lia merogoh tas miliknya dan mengambil ponsel yang sejak tadi bergetar di dalam. 

Kedua mata Lia langsung membola melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Jelas, saat ini dia tidak bisa mengangkat panggilan masuk itu. Lia memutus panggilan itu dan langsung memasukkan ponselnya lagi ke dalam tas.

"Kenapa enggak diangkat?" tanya Dafin penasaran.

"Enggak papa," jawabnya singkat.

Sedangkan di seberang sana Leon berdiri menggebrak meja. Kursi yang didudukinya bergeser menghasilkan deritan nyaring membuat asisten pribadinya kaget.

"Ada apa, Pak? Ada masalah?" tanya Elzan.

"Tidak apa-apa. Tolong suruh bagian OB untuk buatkan saya kopi" ucap Leon sambil menarik lagi kursinya untuk duduk.

***

Setelah sampai di supermarket keduanya langsung turun dan masuk ke dalam supermarket itu. Lia memilih barang yang akan dibeli sedangkan Dafin hanya mengekori sambil mendorong troli.

Lagi-lagi ponsel Lia bergetar. Dia sudah tau siapa yang terus menelepon dirinya.

"Fin aku mau ke stand buah dulu, kamu enggak usah ikutin aku. Aku cuma sebentar kok. Kamu tunggu di sini aja ya," ucap Lia.

Lia segera menjauh dari Dafin, membuat pria yang sangat mencintai Lia itu semakin penasaran siapa yang menghubunginya. Tapi Dafin juga tidak ingin Lia marah kepadanya kalau dia mengikuti Lia.

Antara ragu untuk menjawab telepon atau tidak Lia masih saja memperhatikan layar ponselnya yang menyala. Hingga akhirnya setelah panggilan ketiga Lia memutuskan untuk menjawab telepon nya.

"Lia, besok saya tunggu jam 7 malam di apartemen." Tanpa basa-basi suara pria di seberang sana.

"Halo, Lia! Kamu dengar apa yang saya bicarakan tidak! Lia!" Panggil Leon lagi karena tak kunjung mendapat jawaban.

Dengan dada bergemuruh Lia memberanikan diri untuk menjawab, "iy-iya Pak, saya dengar. Untuk apa pak? Bukannya semuanya sudah selesai. Jadi kita tidak perlu bertemu lagi."

"Kamu lupa dengan apa yang saya katakan waktu itu. Saya tidak mau tau, besok kamu temui saya jam 7 di apartemen. Dan satu lagi jangan pernah menolak panggilan saya!"

"Tapi, Pak." 

Belum selesai Lia bicara, Leon sudah menutup teleponnya. Lia menghembuskan napas kasar. Sekarang Lia dihadapkan dengan pilihan yang sulit.

"Lia," panggil Dafin mengagetkan sampai-sampai ponsel yang masih Lia pegang hampir jatuh. "Kamu kenapa?"

"Enggak papa Fin. Kamu kok nyusul ke sini." Lia memasukkan ponselnya.

"Aku khawatir sama kamu, soalnya kamu lama."

Lia mengeluarkan selembar kertas yang ia catat sebelum ke supermarket tadi. "Sepertinya semuanya sudah, Fin."

Mereka segera menuju kasir, sayangnya kasir memiliki antrian yang cukup panjang. Tapi hal tersebut malah membuat Dafin sangat senang. Karena dia bisa memiliki waktu lebih lama dengan Lia. Sampai akhirnya tiba-tiba ada seorang wanita pirang cantik memakai rok mini berdiri di samping Dafin dan langsung merangkul tangan Dafin.

"Aku kangen sama kamu," ucap manja perempuan itu sambil menaruh kepalanya di pundak Dafin.

Setelah mengetahui siapa yang ada di sampingnya, Dafin segera melepas kasar tangan wanita itu.

"Jangan bikin malu Sa, ini tempat umum," ujar Dafin dengan kesal. "Elsa! Lepasin tangan kamu!"

"Habisnya kamu di telepon enggak pernah diangkat. Kamu kemana aja."

Dafin tidak menjawab, dia menggeser tubuhnya semakin mendekat ke Lia membuat wanita itu menengok ke arah Lia. Tatapan matanya kini mengamati Lia dari atas hingga bawah menilai sesuatu hal yang belum bisa Lia mengerti.

Antrian di kasir pun semakin berjalan maju. Karena kesal Dafin tidak menghiraukannya, Elsa pun pergi meninggalkan Dafin.

Perjalanan pulang suasana semakin hening di mobil. Masing-masing bergelut dengan pikirannya. Lia masih memikirkan tentang hari esok untuk menolak ajakan Dafin dan Leon. Sedangan Dafin memikirkan kenapa ia harus bertemu lagi dengan mantan kekasihnya. Ia menjalankan mobil dengan kecepatan sedang.

"Lia," panggil Dafin.

"Iya, Dafin,"

"Maaf ya atas kejadian tadi. Takutnya kamu kepikiran. Soalnya tadi Elsa ngelihatin kamu terus. Aku jadi enggak enak sama kamu. Dia itu mantan aku, aku udah enggak suka lagi sama adia. Tapi dia masih terus ngejar-ngejar aku."

Lia tersenyum tipis. "Enggak papa Fin."

Padahal Lia sama sekali tidak perduli dengan Elsa. Walaupun Lia tau dari tatapan Elsa tadi kalau dia tidak menyukainya.

Dafin menghentikan mobil putihnya di depan penjual martabak manis. Ia mengingat kalau Lia sangat menyukai makanan itu. Tadinya Lia sempat menolak karena dia ingin segera cepat sampai di rumah Viola, menyelesaikan tugasnya lalu pulang. Tapi Dafin tetap ingin membelikannya.

Dafin meminta Lia menunggu di mobil saja dan dia yang memesan martabak coklat spesial untuk orang yang dicintainya itu.

Lia melihat dari dalam mobil antrian yang cukup panjang. Dia lalu mengirim pesan kepada Dafin untuk tidak usah membelikannya karena takut kemalaman dan Viola menunggu mereka.

Tapi ternyata Dafin sudah lebih dulu menghubungi kakaknya itu dan meminta izin untuk pulang agak lama. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Simpanan CEO   Bab 6

    "Lia, besok malam aku jemput kamu ya," ucap Dafin tiba-tiba membuka obrolan di tengah perjalanan disertai hujan yang turun tidak deras tapi juga bukan jenis hujan rintik-rintik.Perempuan cantik yang memakai blouse berwarna merah maroon itu pun langsung melirik ke arah Dafin."Buat apa?" tanya Lia sambil mengerutkan keningnya."Aku mau ajak kamu dinner." Dafin tersenyum manis.Lia terdiam cukup lama, dia tidak ingin pergi bersama Dafin, tapi dia sangat bingung untuk menolaknya. Dia tidak enak dengan Viola.Belum sempat menjawab pertanyaan Dafin, Lia merogoh tas miliknya dan mengambil ponsel yang sejak tadi bergetar di dalam. Kedua mata Lia langsung membola melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Jelas, saat ini dia tidak bisa mengangkat panggilan masuk itu. Lia memutus panggilan itu dan langsung memasukkan ponselnya lagi ke dalam tas."Kenapa enggak diangkat?" tanya Dafin penasaran."Enggak papa," jawabnya singkat.Sedangkan di seberang sana Leon berdiri menggebrak meja. Kursi

  • Wanita Simpanan CEO   Bab 5

    Viola menghembuskan nafas kasar. "Leon semalam enggak pulang."Dafin malah menertawakan sang kakak. Lalu Viola melemparkan tasnya tepat ke arah lengan Dafin dengan sengaja."Tumben banget, Kakak udah sadar?" ejek Dafin sambil mengusap lengannya. Ia terlihat kesakitanViola hanya melirik ke arah sang adik. Dia juga tidak tahu dengan perasaannya, campur aduk tidak karuan menunggu Leon tidak pulang. Padahal selama ini dia sama sekali tidak peduli."Kak," panggil Dafin mengagetkan Viola."Apa," jawab perempuan berkulit putih ketus."Lia apa kabar? Aku sudah lama enggak ketemu dia. Kenapa dia enggak mau sama aku ya.""Karena kamu jelek.”“Apaan sih, Kak.”“Sekarang Lia sering izin enggak masuk kerja. Ada aja alasannya."Dafin semakin mendekat ke arah Viola. "Kenapa, Kak? Apa dia sekarang udah punya pacar, terus sibuk sama pacarnya?""Kakak enggak tahu. Ahhh sudah lah, Kakak mau pulang.""Kak, aku belum selesai tanyanya."Viola beranjak dari duduknya dan pergimeninggalkan Dafin. Dia tidak m

  • Wanita Simpanan CEO   Bab 4

    Matahari mulai menampakkan cahayanya. Lia membuka mata perlahan, melihat keadaan sekitar. Lia mengangkat selimut tebal yang menutupi tubuhnya.Ia memeriksa bagian yang tertutupi selimut. Iia terbangun tanpa sehelai benangpun melekat ditubuhnya.Sekujur tubuhnya sangat sakit akibat kejadian semalam. Lia menengok ke arah samping dirinya.Tapi Leon tidak beradadi sampingnya.Lia pun segera bangkit dan beranjak dari tempat tidur dan memunguti satu persatu pakaian dalam serta blus dan celana jeans-nya. Ia berpakaian tergesa setelah itu merapikan rambutnyayangberantakan."Kemana pak Leon, kenapa dia tidak ada. Apa dia ada dikamar mandi ya," ujar Lia.Lia berjalan menuju kamar mandi,dia menempelkan telinganya dipintu berusaha mendengar, tapi tidak ada suara gemericik air di sana. Dengan cepat Lia membuka pintu."Apa Pak Leon sudah pulang ke rumah. Kenapa aku sampai tidak tahu kalau dia pergi. Apa karena minuman yang Pak Leon berikan semalam sampai-sampai aku tidak menyadarinya."Wanita cantik

  • Wanita Simpanan CEO   Bab 3

    Hujan baru saja reda, meninggalkan tetesan air yang perlahan mengalir di jendela kamar yang semakin malam terasa begitu sepi, begitu hampa. Udara malam yang dingin menyusup masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka.Gelisah semakin Lia rasakan, bahkan untuk menyambut hari esok pun membuat Lia tidak bisa tidur sedari tadi, hanya karna memikirkan hal tersebut.Padahal tubuh Lia sangat lelah, biasanya dia sudah bermimpi indah, tapi sekarang dia masih berperang dengan pikirannya.Bahkan dia juga sama sekali tidak memikirkan keadaan perutnya yang keroncongan. Dia lapar, tapi tidak ada selera untuk melahap sesuap makanan pun."Rasanya aku tidak ingin bertemu dengan hari esok. Aku tidak sanggup kalau harus mengkhianati Bu Viola. Tapi aku sudah terlanjur berjanji dengan Pak Leon," ucap Lia lirih sambil menatap ke langit- langit kamarnya. Air matanya pun perlahan jatuh membasahi pipi.***Lia menggeliat pelan dalam tidurnya. Sinar matahari yang menyilaukan menembus ventilasi-ventilasi k

  • Wanita Simpanan CEO   Bab 2

    "Ya, apa syaratnya, Pak?" tanya Lia dengan penasaran."Kamu harus menghabiskan satu malam denganku," ucap Leon dengan menatap Lia tajam sambil mengangkat sedikit ujung bibirnya.Lia tertegun mendengar syarat yang diucapkan Leon. Seketika dadanya menjadi sesak. Dia tidak menyangka Leon memberikan persyaratan seperti itu. Dia pikir Leon hanya akan memberikan bunga pada hutangnya, dan dia bisa melunasinya setiap gajian."A-apa tidak ada syarat lain, Pak? tanya Lia ragu, dia bahkan tidak berani menatap mata Leon."Tidak, hanya itu persyaratannya. Kamu bahkan tidak perlu membayar bunga.""Tapi, Pak. Bagaimana dengan Bu Viola. Saya tidak mungkin melakukan hal itu.""Jadi kamu tidak mau? Ya sudah kalau tidak mau. Saya tidak akan membantu kamu."Leon beranjak dari duduknya. Dia bahkan tidak menghabiskan sarapan yang sudah dibuatkan oleh Lia. Dia lalu berdiri di samping Lia."Sepertinya sudah tidak ada lagi yang dibicarakan. Saya akan ke kantor, kamu beresi semua makanan saya," ucap Leon sambi

  • Wanita Simpanan CEO   Bab 1

    "Amelia Renata! Buka pintunya!" Sentak seorang pria bertubuh besar, berkulit hitam dan lengannya dipenuhi dengan tato mendesak Lia untuk membuka pintunya.Lia sangat kaget, dia langsung turun dari tempat tidurnya dan melihat jam yang masih menunjukkan pukul enam pagi. Dengan rasa penasaran, Lia bergegas membukakan pintu. Matanya bergantian menatap kedua pria menyeramkan yang berdiri di hadapannya dengan penuh tanda tanya."Kamu harus segera membayar hutang tiga ratus juta sekarang juga. Kalau tidak, kamu harus menikah dengan Pak Fahri!""Siapa kalian? Untuk apa aku harus membayar hutang. Aku tidak pernah berhutang kepada siapa pun," ucap Lia memberanikan dirinya untuk menghadapi mereka, walaupun tangannya sedikit gemetar karena takut."Ayahmu yang sudah berhutang banyak kepada Pak Fahri. Ini bukti perjanjiannya."Tangan Lia terulur meraih kertas yang diberikan pria itu. Masih dengan perasaan tidak percaya matanya terus bergerak membaca setiap kalimat yang ada di kertas tersebut.Dia s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status