Share

Young Marriage
Young Marriage
Author: Yunisri Azeyla

Obat Perangsang

Gadis dengan tinggi semampai berjalan menuruni anak tangga, dia berpakaian rapi menggunakan seragam SMA lengkap.

"Non Selen, nggak sarapan dulu?" tanya Thalium—salah satu asisten rumah tangga.

"Nggak, Kak. Nanti aja, gue beli di sekolahan," jawabnya seraya tersenyum. 

Thalium tampak geleng-geleng melihat tingkah majikannya yang tidak pernah mau sarapan pagi terlebih dahulu. Mungkin aneh, asisten rumah tangga seperti Thalium dipanggil dengan sebutan 'Kakak'. Sebenarnya, itu dikarenakan Thalium baru berumur 21 tahun, sehingga Selen berinisiatif untuk memanggilnya 'Kakak', lagipula Selen adalah anak tunggal.

Selen berlari ke parkiran rumah, tampak mobil mewahnya telah terparkir di sana. Dia segera masuk ke dalam mobil, duduk di kursi pengemudi, menyalakan mesin mobil, dan segera melajukannya.

"Ngebut, ah. Pengen buru-buru sampe," ucapnya seraya tersenyum. Dia akhirnya menambah kecepatan laju mobilnya.

Selenium Rutherfordium, nama yang sangat unik tentunya. Dia berumur 17 tahun, tepatnya satu bulan lalu. Anak dari pemilik PT. Disprosium, perusahaan yang akhir-akhir ini dibicarakan oleh seluruh kalangan, membuat dirinya semakin terkenal.

Lima belas menit kemudian, Selen telah sampai di sekolahnya, ia memberhentikan mobilnya di parkiran. Matanya berbinar tatkala melihat Xenon Mendelevium—pria yang disukainya turun dari motor. Selen segera ke luar dari mobilnya menuju pria tersebut.

"Xenon!" panggilnya, sukses membuat pria tersebut memberhentikan langkahnya, Selen tersenyum senang.

"Baru dateng, ya? Sama, dong!" Selen antusias, sayang sekali Xenon tak menjawabnya.

"Gue seneng banget, deh, pas nyampe ada lo. Uh, serasa gimana gitu," ucap Selen dramatis.

"Ih, nyebelin. Ngomong, kek!" Selen mulai kesal.

"Udah?" tanya Xenon. "Apa?" Selen bertanya balik.

"Gue mau ke kelas, males denger ocehan lo!" Xenon melenggang pergi, Selen berdecak sebal dibuatnya.

"Gue sumpahin, lo bakalan jadi suami gue!"

                              °°°

Gadis berpakaian seragam SMA dengan balutan jaket denim berwarna biru, membuka helm, lalu turun dari motor kesayangannya. Dia telah sampai di area parkiran SMA Samarium, gadis itu bersenandung menambah kesan kecantikannya terpancar.

Cesium Lawrencium, nama gadis tersebut. Gadis yang kerap disapa Lawren. Dia sangat dikenal lewat suaranya yang merdu, banyak sekali yang ingin mendekatinya. Apalagi, parasnya selalu menampilkan senyuman yang ceria, membuat kaum adam ingin sekali memilikinya.

"Neng Lawren, baru dateng?" tanya seorang pria yang kini berada di sampingnya. 

"Iya," jawab Lawren tersenyum manis.

"Bareng sama Aa Wolfram, yuk!" ajak pria itu—Wolfram.

"Nggak usah digituin deh ngomongnya, geli gue!" Lawren menoyor Wolfram, membuat pria di sampingnya terkekeh.

Mereka berjalan beriringan, banyak tatap mata yang mengarah pada mereka. Namun, tak mereka hiraukan.

"Eh, itu Selen, ya?" tanya Lawren. Wolfram menjawab. "Iya."

Lawren langsung berlari mengejar teman sebangkunya, meninggalkan Wolfram yang mengacak rambutnya kasar.

"Belum lama udah ditinggal. Hadeuh, nasib," ucapnya lalu berjalan santai, berbelok ke arah kantin.

Wolfram memang cukup terkenal di sekolahan, seorang drummer dari salah satu band bernama Lantan. Pesonanya yang kharismatik mampu meluluhkan banyak gadis-gadis remaja yang seusia dengannya. Tak sedikit juga wanita dewasa dan anak kecil yang mengaguminya. Kenakalannya memang tak perlu diragukan, bolos adalah jalan ninjanya ketika banyak tugas yang belum dia kerjakan.

"Nium!" teriak Lawren memanggil nama sahabatnya. 

Merasa ada yang memanggil, suara yang sangat ia kenali, akhirnya Selen menoleh ke belakang. Benar saja, sahabat yang super duper menyebalkan itu berlari ke arahnya. Selen mengangkat alisnya sebelah, membuat Lawren terkekeh.

"Jangan marah, maafin dah," ucap Lawren, lalu menggandeng tangan Selen tak tahu malu.

"Nium, nium, nium. Nyebelin banget lo, panggil Selen aja udah, ribet banget, sih!" 

Selen tak terima dipanggil dengan sebutan 'Nium', sementara Lawren menampilkan cengirannya. Selen memutar bola matanya jengah.

Tak terasa, mereka kini telah sampai di depan pintu kelas XII IPS 3, tampak beberapa orang teman sekelasnya mulai berdatangan. Mereka pun akhirnya masuk ke dalam kelas dan duduk di bangku bagian belakang.

Selen mengeluarkan ponsel dari tasnya, ia membuka aplikasi i*******m. Selen mengarahkan ponselnya sejajar dengan wajah, hal yang selalu ia lakukan adalah selfie. Beberapa gaya telah ia lakukan, menghasilkan gambar yang bagus.

"Nggak bagus kalo di fotonya nggak ada gue!" teriak Lawren seraya mengambil ponsel sahabatnya.

"Heh, apaan, sih? Gue belum selesai fotonya!" Selen berusaha merebut ponsel dari genggaman Lawren.

"Foto berdua buruan!" teriak Lawren. Akhirnya Selen mengikutinya. Ia yang mempunyai ponsel, seperti menjadi babu saja.

Mereka pun akhirnya menghadap kamera, menampilkan berbagai macam gaya. Beberapa jepretan telah mereka ambil. Teman sekelasnya terkekeh menatap mereka berdua. Tak sedikit yang nyinyir dengan tingkahnya.

"Gue ikutan, dong!" Nikel tiba-tiba menghampiri mereka, dan mengambil pose di tengah.

Nikel—sahabat laki-laki dari Selen dan Lawren, dia salah satu orang terkenal di kalangan para kaum hawa. Wajahnya yang rupawan, sebagai ketua futsal, tak lagi asing di kalangan SMA Samarium.

"Maen nyelonong aja lo!" sarkas Selen.

"Nggak usah galak-galak, ntar lo suka sama gue, tahu rasa!" cibir Nikel.

"Ogah banget harus suka sama lo!" sengit Selen. Nikel menatap garang ke arahnya.

"Udah, woy!" Lawren melerai keduanya. "Gue ada info, nih!" lanjut Lawren. Nikel dan Selen langsung menoleh ke arahnya.

Selen dan Nikel kini menatap Lawren dengan serius, begitu pun Lawren telah bersiap untuk bercerita. "Jadi, nanti malem sekitaran jam 7, kita ketemuan di kafe Sianida." Lawren menatap kedua sahabatnya yang tengah bingung.

"Gue semalem dapet chat dari Wolfram, dia ngajakin kita kumpul-kumpul di Cafe. Ada Xenon juga, kesempatan buat lo, Sel!"

"Serius, lo?" tanya Selen, diangguki oleh Lawren. "Gue ikut kalo gitu, pokoknya harus!" Selen berucap mantap.

"Lo gimana, Nik?" tanya Lawren menatap Nikel, dia mengangguk tanda setuju.

Bel berbunyi menandakan kelas akan dimulai, mereka kembali ke tempat duduk masing-masing, begitu pun dengan siswa lain.

                              °°°

Siang telah berganti dengan malam, mentari kini tengah berganti menerangi bagian bumi yang lain. Langit kini dihiasi rembulan yang menyinari, diapit oleh jutaan bintang di atas sana. 

Hal tersebut sangat mendukung bagi Selen, Lawren, dan Nikel yang sedang dalam perjalanan menuju kafe Sianida. Mereka akan menemui Wolfram, Xenon, dan beberapa anggota band Lantan.

Nikel memberhentikan mobilnya di parkiran kafe Sianida. Dia pun turun diikuti dua curut yang sejak tadi menumpang di mobilnya.

"Yuk, buruan!" Lawren mengintruksi agar segera masuk ke dalam kafe tersebut. Mereka mengangguk, lalu berjalan beriringan.

Tampak Wolfram, Xenon, dan dua orang anak band Lantan yaitu Nico dan Nicolas telah menunggu mereka. Kedatangan mereka disambut hangat, kecuali Xenon yang enggan sedikit pun untuk tersenyum. Melihat hal itu, Selen semakin gemas dengan tingkah laki-laki pujaannya.

"Hai, Xenon. Kayaknya kita jodoh, deh, buktinya bisa ketemu di sini," ucap Selen seraya mengambil posisi duduk di samping Xenon. 

"Ih, jual mahal banget, deh!" Selen mencubit pipi Xenon tanpa permisi. Melihat hal itu, semua yang ada di sana terkikik karena Selen tak kunjung mendapatkan respon dari Xenon.

"Xenon, ish, lo gitu banget deh sama gue!" Selen tampak kesal, ia mengerucutkan bibirnya.

Wolfram sudah was-was, ia takut sepupunya tak bisa mengontrol emosi akibat tingkah kegatelan Selen. Dia langsung memberi isyarat pada Selen untuk berhenti mengoceh. 

"Oke, jadi maksud dan tujuan gue ngundang kalian kumpul bareng-bareng itu, ada hal yang perlu dibicarain, sangat penting tentunya. Kita dari band Lantan, ingin meminta kalian bergabung  menjadi bagian model video klip lagu terbaru kita yang akan syuting minggu depan. Gimana, setuju?" Wolfram menjelaskan, dan bertanya tentang persetujuan ketiga orang itu.

"Benefit yang kita dapet, apa aja, nih?" tanya Nikel antusias.

"Tentunya banyak," jawab Wolfram. Selanjutnya, dia menjelaskan apa saja benefit tersebut. Selen, Lawren, dan Nikel tampak berbisik, lalu menyetujui penawaran tersebut.

Tak lama kemudian, pesanan berbagai macam makanan dan minuman pun datang. Jumlahnya sesuai orang yang ada di sana. Selen, Lawren, dan Nikel kebingungan, pasalnya mereka belum memesan makanan.

"Udah kita siapin," ucap Xenon singkat. 

"Tenang, ada babang Wolfram sama babang Xenon yang bayarin," sahut Niko. "Yoi," sahut Nicolas dan Wolfram.

"Yuk, dimakan!" Wolfram berucap ramah.

Mereka pun mulai melahap makanannya, tidak ada yang bersuara, fokus dengan santapan mereka. Sesekali mereka juga minum, takutnya makanan yang mereka makan menyangkut di tenggorokan.

"Xenon, itu minuman apa?" tanya Selen, tanpa dijawab oleh Xenon.

"Mau coba, dong!" Selen merebut minuman Xenon, lalu meneguknya.

"Astaga, lo juga punya, Sel!" Lawren menepuk tangan Selen.

"Biar kayak suami-istri kali, segelas berdua," celetuk Nicolas, mereka akhirnya tertawa. Lagi-lagi tidak berlaku untuk Xenon.

Mereka melanjutkan aksi makannya hingga selesai. Sedangkan Selen merasakan tubuhnya mulai memanas, entah karena apa. Selen semakin tidak karuan, dia pun akhirnya pamit untuk izin ke toilet dengan alasan ingin buang air kecil.

Setelah berada di dalam toilet, Selen mengelap keringatnya yang bercucuran. Dia mengatur napasnya secara perlahan. Tak lama kemudian, ponselnya berdering, tertera nama Lawren memanggilnya. Selen pun mengangkatnya, ternyata Lawren dan Nikel meminta izin untuk pulang terlebih dahulu, dikarenakan ibunya Lawren kecelakaan. Selen tak masalah akan hal itu, ia bisa pulang sendirian. Selen segera kembali ke tempat tadi, dilihatnya ada Wolfram dan Xenon di sana.

"Xen, lo mending anterin dia, kasian udah malem!" Wolfram menepuk bahu Xenon, entah kenapa raut wajah Xenon tampak kacau. Sementara Selen hanya menatap mereka, tanpa mengatakan apa pun.

"Pulang sama gue!" Selen tersentak ketika tangannya ditarik tiba-tiba oleh Xenon, ada kegembiraan dan rasa aneh di sana. Dia melambaikan tangan pada Wolfram yang tersenyum ke arahnya.

                              °°°

"Sshhhh ... panas," ucap Selen meremas roknya. Di sampingnya, Xenon mengemudikan mobil tak fokus, ia juga merasakan panas seperti Selen.

"Sshhh ... aaahhh." Selen menyingkapkan roknya perlahan, membuat Xenon semakin tak fokus. Sesuatu di bawah sana telah menegang. Xenon melepaskan jaketnya, membanting ke belakang, ia pun sangat gerah.

"T-tadi m-minuman a-apa, Xen?" tanya Selen terbata-bata. "L-o n-ngerasain p-panas, g-gak?"

"Gue juga sama," jawab Xenon dengan suara tertahan, menahan gairah.

"Aaahhhh." Desahan kembali lolos dari bibir mungil Selen, tangan mulusnya meremas payudaranya sendiri. Bersamaan dengan hal itu, Xenon memberhentikan mobilnya secara tiba-tiba. 

Sungguh, dalam benak Xenon, ia ingin menerkam Selen saat itu juga. Dia menyuruh Selen pindah ke jok belakang, diikuti oleh dirinya. Xenon menurunkan jok belakang layaknya sebuah kasur, tanpa basa-basi, ia mencium bibir Selen secara brutal. 

Awalnya Selen menolak, tetapi rasa panas di dalam tubuhnya menginginkan hal lebih. Selen terbawa suasana, Xenon dengan ganasnya mencium, menggigit, dan melumat bibir Selen. Tak mau kalah, akhirnya Selen membalas ciuman Xenon, keduanya sama-sama terlena.

Tak tinggal diam, tangan Xenon meraba buah dada Selen secara perlahan. Hal itu menimbulkan desahan-desahan kecil lolos dari bibir mungil Selen.

Tiba-tiba, Xenon memberhentikan aksinya. Selen menatap Xenon tak mengerti, pasalnya tubuh Selen menginginkan hal lebih, panas di tubuhnya masih belum hilang.

"Kita lanjut di apartement gue."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status