All Chapters of Mas Duda Nyebelin: Chapter 31 - Chapter 40
128 Chapters
30. Pertanyaan Menjebak
Akhirnya Heera dapat menghembuskan napas lega setelah tungkainya berhasil berjalan keluar dari gedung resepsi tempat mereka kondangan. Hampir satu jam Heera berada di dalam dan selama itu juga Heera merasa seperti sedang berada di dunia lain. Bagaimana tidak, semenjak turun dari mobil tangan Sean terus melingkar mesra di pinggangnya, belum lagi Sean tanpa sungkan memperkenalkan Heera ke temannya sebagai calon istri. Kalau tidak ingat tempat, mungkin Heera sudah pingsan sejak tadi.Benar-benar menggetarkan jiwa raga kelakuan Sean hari ini."Hati-hati kepala kamu," ujar Sean sambil melindungi kepala Heera menggunakan tangannya saat gadisnya itu masuk ke dalam mobil.Heera yang sudah duduk manis di jok samping pengemudi terdiam memandang Sean yang masih berdiri di samping pintu mobil. Dan secara tiba-tiba pria itu mendekatkan wajahnya membuat Heera menahan napas dan spontan menutup kedua matanya. Ia pikir Sean akan melakukan
Read more
31. Sugar Baby?
"Gimana mas mau buka lebaran baru kalau belum berdamai sama masa lalu?" Ucapan Heera di mobil masih berputar di kepala Sean. Entah kenapa Heera bisa tau hubungan masa lalu antara Anjani dan dirinya, tapi Sean sudah tebak pasti mamahnya yang memberitahu kepada Heera. Saat di mobil menuju jalan pulang, Heera tidak membicarakan banyak tentang Anjani, ia hanya mengingatkan Sean untuk iklas dan berdamai sama masa lalunya. Sebenarnya, Anjani tidak salah. Sean akui, memang dirinya yang terlalu egois. Tidak bisa menerima penolakan. Tapi sekarang, sepertinya memang sudah saatnya Sean berubah sikap. Ia bukan anak abege yang musuhan setelah di putusin pacar. Ia sudah dewasa, sudah punya anak pula. Malu jika bersikap demikian. Apa lagi sampai Heera ikut memberi wejangan, duh, gimana kalau Heera berpikir Sean adalah pria yang kekanakan? Malu! Sean menggaruk kepalanya, tangannya meraih ponsel secara kasar kemudian membukanya. Jarinya berselancar diatas layar ponsel
Read more
32. Curiga
Sudah berjalan satu minggu kegencaran Sean melaksanakan misinya untuk mendekatkan diri kepada Heera. Segala cara Sean lakukan untuk menarik perhatian serta melelehkan hati gadis manis itu. Sean belum menemukan kesulitan, semua lancar dan selalu berjalan sesuai rencananya. Belum ada kerikil yang datang untuk menghalangi jalannya, meski pernah sekali Sean memergoki Heera yang sedang membalas pesan dari Arta. Itu bukan masalah yang besar, Sean tidak ingin masalah sekecil itu memengaruhi dirinya."Mas, ada undangan rapat wali murid dari sekolah Keenan."Sean yang baru saja menyelesaikan sarapannya langsung di hadiahi amplop berwarna coklat. Tanpa ragu Sean mengambil dan membacanya."Rapatnya hari senin, Ra. Kamu bisa temani saya?" tanya Sean usai membaca undangan rapat yang akan terlaksana dua hari lagi.Heera menggaruk kepalanya, "Lusa aku ada jadwal bimbingan skripsi, mas." jawab Heera ragu, tidak enak untuk
Read more
33. Bunda
"Kenapa tante Heera lama sekali?" Kedua bahu Keenan melemas. Merasa lelah menunggu Heera yang katanya akan datang untuk menghadiri rapat di sekolahnya."Ken, begini..." Sean yang semula fokus ke ponselnya kini mengubah posisi duduknya mengarah penuh kearah Keenan. "Bagaimana kalau mulai hari ini kamu memanggil tante Heera bunda atau mommy?" ujar Sean sembari memainkan alisnya, kedua bola matanya menatap wajah lugu Keenan dengan sorot penuh harap. Keenan mengedipkan matanya beberapa saat, lalu memiringkan wajahnya kebingungan. "Bunda Heera?" ulangnya dengan wajah datar. Praktis Sean cepat semangat. Keenan menerbitkan tersenyum lebar, kemudian ia bangkit dari duduknya. "Bunda Heera!" teriak Keenan lalu berlari menghampiri
Read more
34. Panik
Lagi-lagi Heera harus mengelus dada saat telinganya terus di hantui dengan suara Keenan yang memanggilnya dengan sebutan tak biasa. Tak ada angin dan tak ada hujan, Keenan memanggilnya dengan sebutan bunda. Mau protes, tapi Heera takut melukai hati anak kecil itu. Tapi kalau di diamkan, rasanya tak nyaman juga di dengar. Aneh saja, walaupun sudah kepala dua, tapi pikirannya untuk menikah masih jauh, apa lagi untuk punya anak. "Kenapa diam aja, Ra?" Sean buka suara. Mereka sedang di jalan menuju pulang, dan Keenan sudah terlelap di kursi belakang. Mendengar suara Sean yang menegurnya, Heera jadi tersadar, "Mas, Keenan kenapa tiba-tiba manggil aku bunda, ya?" tanya Heera sambil menatap Sean yang fokus menyetir di sebelahnya. Ya, untuk pertama kalinya Keenan mengizinkan Heera duduk di sebelah ayahnya. Biasanya Keenan tidak ingin duduk di belakang sendiri, tapi karena sogokan sang Ayah akhirnya ia merelakan Heera duduk di depan. "Mungkin dia sudah tidak sabar, Ra
Read more
35. 'Okay, Dad!'
Sean merenggang lingkar dasinya yang terasa mencekat. Giginya menggeletuk, menahan kesal melihat kejadian di depan rumahnya. Ia berdecih, jengkel hati mengingat senyum Heera yang langsung mengembang ketika melihat kehadiran Arta di depan kosan. "Memangnya tadi bunda habis dari mana sama Om Arta? Kok dompet bunda bisa ada di Om Arta." Sean membuka gendang telinganya lebar saat samar-samar mendengar ucapan Keenan. Sepertinya urusan Arta dan Heera sudah selesai, lebih cepat dari perkiraan Sean. "Ken..." panggil Heera dengan nada segan, gadis itu menatap Keenan tak enak, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi di tahan. "Bisa kamu panggil tante aja kalau di depan Om Arta?" lanjut Heera membuat raut wajah Keenan menurun. Sementara Sean mengepalkan tangannya usai mendengar hal itu. "Kenapa? tante Heera malu ya jadi bundaku?" tanyanya tersirat kesedihan. Heera langsung panik, ia tidak bermaksud demikian, hanya saja, ia tidak in
Read more
36. Salah Tingkah
"Aku mau ikut bunda pulang." Seperti biasanya, selesai makan malam dan mencuci piring Heera akan lekas pulang ke kosan, tapi hari ini langkahnya tertahan sebab Keenan merengek minta ikut pulang bersamanya. "Udah malam, Ken. Nanti Ayah kamu marah." ujar Heera menolaknya secara halus. Sebenarnya Heera tidak keberatakan jika Keenan ikut ke kosan, tapi ini waktunya Keenan belajar dan mengerjakan tugas sekolah, Sean bisa marah jika anaknya di bawa begitu saja. "Tidak, bunda. Ayah tidak akan marah." Keenan tetap keras kepala, tangannya memegang erat kaos Heera pada bagian pinggang. Heera menghembuskan napas berat, dia jadi pusing sendiri.  "Tumben kamu belum pulang, Ra" suara Sean menggema, pria itu datang bersama ponsel di tangannya, menatap Heera dan Keenan secara bergantian dengan wajah kebingungan. "Kenapa kamu masih di sini, Ken? tidak belajar?'" imbuh Sean bertanya kepada Keenan. "Aku mau ikut bunda pulang, Yah." cicit Keenan memi
Read more
37. 'Nanti Saya Coba'
"Eh, pak Sean." Celita tersenyum centik saat melihat Sean yang berdiri di depan pintu utama kosan. Wanita itu menyematkan rambutnya ke belakang telinga lalu tersenyum lebar. "Ada apa, pak? tumben ke sini." tanya basa-basi. "Bisa tolong kamu panggilkan Heera?" ujar Sean to the point lengkap dengan wajah datarnya, terlihat jelas kalau dia tidak menghiraukan Celita yang sedang tebar pesona. "Bisa, dong, pak! sebentar, ya." kata Celita kemudian berjalan menuju kamar Heera. Kelakuannya itu tak luput dari mata dan telinga Jessi, Anin dan Windy yang masih duduk berjejer di sofa ruang tengah. "Gue Tim Sehe, Sean-Heera.' celetuk Jessi sambil menatap datar Sean yang menunggu di depan pintu. "Me too! gila kali kalau gue tim Sece, Sean-Celita." timpal Anin yang juga sedang menatap sosok tampan yang berdiri beberapa meter darinya. "Sean pakai kaos oblong aja ganteng banget ya, beda sama pakde." celetuk Windy menyamakan Sean dengan suami dari pemilik kost y
Read more
38. Sorry, I Choose Him
Hari ini Heera sengaja bangun lebih pagi, selain untuk menghindari teman-temannya, Heera juga sudah ada janji bimbingan skripsi dengan sang dosen pagi ini, jadi ia ingin buru-buru menyelesaikan kerjaannya dirumah Sean. Dengan langkah mengendap-endap Heera keluar dari kamarnya, ia menghela napas lega saat melihat ruang tengah kosong, pintu kamar penghuni lain masih tertutup rapat, itu artinya mereka masih tertidur pulas. "Lho, Ra, tumben pagi banget." Heera langsung terlonjak kaget, ia hampir saja jantungan saat mendengar sapaan dari ibu kost yang sedang memasak di dapur. "He he, iya bu." sambil menggaruk tengkuknya Heera menjawab. Gadis itu berjalan menghampiri ibu kost bernama Riska yang sibuk bergelut dengan peralatan masak. "Mau aku bantuin, bu?" Heera mengambil pisau dan membantu Riska memotong wortel. "Eh, jangan, Ra. Sudah sana kamu pergi, nanti Keenan kesiangan, lho..." Riska mengambil alih pisau di tangan Heera, ia mendorong He
Read more
39. Serangan Sean
Suasana hati Sean benar-benar buruk hari ini. Segaris senyum pun tak sanggup ia terbitkan sejak hatinya remuk melihat Heera dan Arta duduk berdua di atas motor yang sama.Sean menatap lurus ke luar gedung kantornya, sorot matanya masih setajam tadi. Pria itu sedang sibuk dengan pikirannya sendiri hingga kerjaannya tidak sempat disentuh barang sedetikpun.Tangan Sean terkepal kesal, giginya bergeletuk mengingat kejadian tak mengenakan tadi pagi di depan rumahnya. Sean kira usahanya selama ini sudah membuahkan hasil, ternyata nol. Sean tidak mengira kalau menaklukan Heera akan sesulit ini. Bahkan Heera lebih memilih Arta dari pada dirinya yang sudah sejak lama memperlakukan layaknya ratu.Tapi, tentu saja Sean tidak akan mundur. Sekali pun saingannya pemuda tampan, tapi Sean rasa dirinya lebih unggul dari pada Arta. Jelas. Karena walaupun duda beranak satu, tapi ia kaya dan menduduki kursi terhormat di kantornya. Tidak seperti Arta yang masih kuliah dan belum jela
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status