Hari ini Heera sengaja bangun lebih pagi, selain untuk menghindari teman-temannya, Heera juga sudah ada janji bimbingan skripsi dengan sang dosen pagi ini, jadi ia ingin buru-buru menyelesaikan kerjaannya dirumah Sean.
Dengan langkah mengendap-endap Heera keluar dari kamarnya, ia menghela napas lega saat melihat ruang tengah kosong, pintu kamar penghuni lain masih tertutup rapat, itu artinya mereka masih tertidur pulas.
"Lho, Ra, tumben pagi banget."
Heera langsung terlonjak kaget, ia hampir saja jantungan saat mendengar sapaan dari ibu kost yang sedang memasak di dapur.
"He he, iya bu." sambil menggaruk tengkuknya Heera menjawab. Gadis itu berjalan menghampiri ibu kost bernama Riska yang sibuk bergelut dengan peralatan masak.
"Mau aku bantuin, bu?" Heera mengambil pisau dan membantu Riska memotong wortel.
"Eh, jangan, Ra. Sudah sana kamu pergi, nanti Keenan kesiangan, lho..." Riska mengambil alih pisau di tangan Heera, ia mendorong He
Suasana hati Sean benar-benar buruk hari ini. Segaris senyum pun tak sanggup ia terbitkan sejak hatinya remuk melihat Heera dan Arta duduk berdua di atas motor yang sama.Sean menatap lurus ke luar gedung kantornya, sorot matanya masih setajam tadi. Pria itu sedang sibuk dengan pikirannya sendiri hingga kerjaannya tidak sempat disentuh barang sedetikpun.Tangan Sean terkepal kesal, giginya bergeletuk mengingat kejadian tak mengenakan tadi pagi di depan rumahnya. Sean kira usahanya selama ini sudah membuahkan hasil, ternyata nol. Sean tidak mengira kalau menaklukan Heera akan sesulit ini. Bahkan Heera lebih memilih Arta dari pada dirinya yang sudah sejak lama memperlakukan layaknya ratu.Tapi, tentu saja Sean tidak akan mundur. Sekali pun saingannya pemuda tampan, tapi Sean rasa dirinya lebih unggul dari pada Arta. Jelas. Karena walaupun duda beranak satu, tapi ia kaya dan menduduki kursi terhormat di kantornya. Tidak seperti Arta yang masih kuliah dan belum jela
"Mas sengaja mau bikin aku malu? gak lucu tau, mas!"Heera langsung buka suara begitu mobil Sean sudah terparkir di depan rumah. Dia tidak terima karena merasa di permalukan. Saat Keenan memanggilnya dengan sebutan bunda di kampus tadi, semua orang yang berada di kantin mendengarnya, termasuk teman-teman Heera."Maksud kamu apa, Ra?" Sean kebingungan. Ia senang karena akhirnya Heera bukan suara, tapi bukan pertanyaan seperti ini yang ia harapkan."Kenapa mas dateng ke kampus aku gak bilang-bilang? Kenapa mas biarin Keenan manggil aku bunda di depan semua teman aku?"Kemarahan Heera sudah tidak dapat di bendung lagi. Ia menodong Sean dengan banyak pertanyaan. Kali ini Heera tidak bisa terus membiarkan Sean lancang bertindak sesukanya.Sementara Sean tercengang, tidak menyaka bahwa idenya akan membawa malapetaka seperti ini."Kamu tidak suka kalau Keenan panggil kamu bunda?" nada suara Sean terdengar lemah.Bola mata Heera melirik ke jo
Seperti perempuan pada umumnya, Heera juga menyukai pria tampan. Melihat wajah teduh Arta dihadapannya kini membuat rasa emosinya sedikit terminimalisir. Memang sih, Sean juga tampan, lebih tampan dari Arta bahkan, tapi untuk saat ini entah kenapa paras menawan pria itu membuat Heera jengkel jika melihatnya. Tingkah konyol Sean siang tadi masih tersimpan jelas di kepala Heera dan belum bisa ia maafkan. "Nanti gue jelasin, sama anak-anak lain juga." Heera langsung buka suara sebelum Arta bertanya. Bahkan Arta tidak perlu mengeluarkan suaranya karena Heera sudah tau omongan apa yang akan keluar dari bibir pria yang mengenakan hoodie abu-abu itu. "Jelasin ke gue dulu, sekarang!" tekan Arta dingin. Sorot mata dan suaranya tidak selembut biasanya, menandakan kalau ada hal yang membuat Arta tersulut kesal. Heera menghembuskan napas pendek. Ia paham Arta marah karena salah paham, pria itu pasti menduga kalau Heera menyembuyika
Untuk pertama kalinya hari ini Heera meminta libur. Dengan alasan tidak enak badan, padahal sebenarnya ia takut menemui Sean dan Keenan usai pertengkaran kemarin. Jam 10 pagi Heera masih goleran sambil main ponsel di atas ranjang. Membaca satu persatu pesan masuk dari Sean beberapa jam lalu yang baru Heera minat baca sekarang. Duda beranak satu itu menawarkan diri untuk menemaninya periksa ke rumah sakit, dan menanyakan Heera mau dibawakan makanan apa, tapi semua hanya Heera baca saja tanpa berminat untuk membalasnya. Tadi pagi Heera sempat mengintip kepergian Sean dan Keenan melalui jendela kamarnya, kedua laki-laki itu pergi dengan raut wajah tak secerah biasanya Heera sempat khawatir dan bertanya-tanya, juga sempat ragu untuk meliburkan diri karena takut tidak ada yang membuatkan sarapan untuk Sean dan Keenan. Nanti kalau Heera libur, siapa yang menyiapkan bekal untuk Keenan dan siapa yang membuatkan susu hangat untu
Selepas dari sekolah Keenan, Heera pergi ke kosan Arta karena mereka sudah janjian mau kumpul di kosan pemuda itu.Tapi sialnya, pas Heera sampai di kosan Arta cuma ada Adelio, katanya Arta dan Vino sedang beli nasi padang, sementara temannya yang lain masih di jalan.Mau gak mau, Heera tetap masuk dan duduk cuek saja sambil pura-pura sibuk main hape. Hubungannya dengan Adelio masih tidak baik, selama cowok itu belum minta maaf padanya, Heera tidak akan sudi untuk ngobrol dengannya, apa lagi sampai menyapa lebih dulu."Lo masih marah sama gue, Ra?"Heera menaikan satu alisnya, menatap Adelio yang baru saja bersuara dengan kening mengernyit. Cowok di hadapannya itu tidak salah bicarakan? kenapa harus bertanya padahal sudah jelas kelakuannya saat itu membuat hubungan mereka renggang seperti sekarang. Itu tandanya, Heera tidak menganggap masalah ini sepele. Tentu saja, Heera marah."Lo ngomong sama gue?" ketus Heera. Tak segan ia pasang wajah songongn
Sedari tadi Sean tidak bisa berhenti tersenyum karena satu nama yang membuat harinya berbunga-bunga. Banyak alasan yang membuat Sean tersenyum, tapi segalanya karena Heera. Pertama, Heera sudah memaafkannya, mereka sudah mengobrol seperti biasa melalui telepon tadi pagi. Kedua, Keenan bercerita padanya kalau tadi siang Heera datang ke sekolahnya untuk mengantarkan makan siang. Ketiga, Heera membantah kalau dia suka Arta.Meskipun yang ketiga Sean hanya seperti sedang menghibur dirinya sendiri. Secara logika Sean tau Heera hanya menyangkal, karena Heera pernah mengatakan kalau ia sedang menyukai pria lain, dan Sean tidak bodoh untuk peka siapa pria yang Heera maksud. Sudah pasti Arta.Meski begitu, biarkan saja Sean berpura-pura bodoh kali ini.DRTTTPonsel Sean bergetar, panggilan masuk dari Adelio yang ia tunggu-tunggu. Tanpa berpikir panjang, Sean langsung mengangkatnya dan menempelkan ponselnya ke daun telinga."Heera udah pulang, bang." Tanpa b
Katanya tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Tapi lagi-lagi Heera dan Keenan bertemu Arta di taman komplek. Entah ini murni kebetulan atau secara diam-diam Arta memang sering ke komplek tempat tinggal Heera tanpa Heera ketahui dengan tujuan agar bertemu Heera secara kebetulan. Padahal memang sudah Arta rencanakan. Saat pertama kali bertemu Keenan di taman komplek, anak itu sangat senang ketika Arta membelikannya ice cream. Tapi kali ini, ekspresi Keenan sangat berbeda, tak ada senyum yang Keenan berikan kepada Arta, bahkan Keenan seperti menahan kesal dan tidak suka melihat kedatangan pemuda tampan itu. "Ayah melarangku untuk makan ice cream, nanti batuk." tolak Keenan saat Arta memberikan ice cream dengan rasa kegemerannya. Heera dan Arta seketika saling melempar tatapan bingung. "Ini ice cream, bukan es cekek. Jadi gak bakal bikin kamu batuk, Ken." rayu Arta membuat Heera tertawa, tapi rayuan sekaligus guyonan itu tidak mempa untuk Keenan.
"Ayah kamu kayaknya gemukan ya, Ken.""Soalnya kalau tante Heera yang masak Ayah pasti makannya nambah!" Keenan menyahuti ucapan Lucia, membuat Lucia tersenyum lebar. Sementara Heera dan Sean dengan kompak menundukan kepalanya menahan rona di pipi."Bener begitu, Sean?" tanya Lucia sengaja ingin membuat Sean dan Heera semakin tersipu."Ya, kalau mama tidak percaya tanya saja sama Heera." kata Sean melempar atensi Lucia ke Heera yang sedang berusaha mengeluarkan jurus tembus pandang supaya keberadaannya tak terlihat. Tapi Sean malah membuat dirinya jadi pusat perhatian.Heera mengangkat pandangan lalu mengeluarkan cengiran khasnya, "He he, iya tante."Lucia tersenyum tipis saja sambil menatap Heera dalam, nilai gadis itu kian bertambah di mata Lucia. Kalau begini ia bakal tambah semangat untuk menyambut menantu barunya.Sean bangkit dari duduknya, "Sean ke ayah dulu. Ayo, Ken." kata Sean sambil mengulurkan tangannya kepada Keenan kemudi