All Chapters of Derita Istri yang Difitnah Mandul: Chapter 111 - Chapter 120

"Iya, Bu, ada apa?" tanya Intan. "Kamu lagi di mana ini, Intan? Bisa nggak kamu ke sini sekarang? Di toko ibu, ada hal penting yang mau ibu bicarakan," jawab ibunya di seberang. Intan terdiam sambil melihat-lihat suasana jalanan itu, dia berpikir sejenak. "Bi-bisa, sih, Bu. Ini aku lagi habis belanja di pasar. Aku langsung ke rumah ibu aja, ya, sekarang." "Ibu tunggu, ya." Sambungan telepon terputus setelah Intan menjawab. Setelah memasukkan ponselnya di dalam tas, Intan mengintip Pak Supri dari balik pintu mobil yang terbuka sejak tadi. "Gimana, Bu?" tanya Pak Supri lebih dulu. "Pak, Bapak pulang sendiri aja ya, antar belanjaan ini ke rumah. Soalnya saya mau ke rumah ibu saya dulu. Saya pakai taksi aja," beritahu Intan. Pak Supri terheran. "Lah, kenapa nggak sekalian saya antar ibu ke rumah mamanya ibu dulu?" Intan tersenyum. "Nggak usah, Pak. Saya ada urusan sama ibu saya, takutnya nanti orang rumah kelamaan nunggu. Kasihan Bi Iyem udah mau masak." Intan lantas tert

Intan sudah jauh terlelap ketika dia mendengar suara pintu dibuka. Detik itu, dia yang tubuhnya menelungkup sejak tadi langsung menoleh ke arah pintu, melihat siapa yang datang. Yang bisa dia tangkap kini kaki jenjang seorang perempuan mengenakan sepatu tinggi berjalan ke arahnya, semakin dekat, dan dekat. Lalu dia berjongkok menatap Intan, membalikan wajah Intan untuk menatapnya. Dan detik itu terkejut lah Intan siapa yang dia lihat, siapa bos mereka yang menculik dirinya itu. Intan membelalak. "Tante Fara?" Wanita yang dipanggil Tante Fara itu tersenyum mengerikan. "Hai, Intan. Ketemu lagi kita di sini, ya. Apa kabar kamu?" Intan menggeleng kencang-kencang. Dia benar-benar tak menyangka ternyata yang menculiknya adalah Tante Fara, sahabat ibu mertuanya. Intan sudah merasa berdosa karena sudah mengira ibu mertuanya yang melakukan semua ini padanya. Intan ingin bicara. "Kenapa Tante tega ngelakuin ini sama aku? Apa salah aku?" Namun, lagi-lagi yang terdengar hanyalah jeritan

Akhirnya Intan dapat pulang di malam hari, sekitar jam tujuh. Dia menolak mentah-mentah tawaran antar pulang dengan anak buah Fara. Karena dia tidak mau keluarga suaminya sampai curiga dengan siapa dia pulang. Hingga dia memilih memesan taksi. Di sepanjang perjalanan pulang, Intan menelepon ibunya, memastikan ibu dan adik-adiknya baik-baik saja. Dan ternyata memang benar, alasan ibunya meneleponnya tadi karena ada laki-laki asing yang masuk dalam rumah mereka dan menyandera mereka, untunglah sekarang mereka sudah lepas dari sandera itu. Intan juga tidak menyangka Tante Fara akan senekat itu, Tante Fara akan melakukan ini padanya. Sebenarnya berat buat Intan untuk menyembunyikan rahasia besar ini dari keluarga suaminya, tapi dia terpaksa melakukannya, dia tidak mau keluarganya sendiri yang jadi taruhannya, setidaknya untuk saat ini, sampai dia menemukan cara bagaimana dia bisa mengalahkan sahabat mamanya itu, Intan bahkan tidak tahu apakah wanita itu pantas disebut sahabat. Intan

"Intan, kamu kenapa, Sayang?" Pulang-pulang Bima mendatangi istrinya dengan khawatir. Intan yang waktu itu duduk di kasur sambil melamun agak terkejut melihat suaminya. Dia yang tidak ingin membuat suaminya khawatir tersenyum menenangkan. "Kenapa apanya? Aku nggak kenapa-kenapa, kok." Bima duduk di samping istrinya. Menatapnya penuh kekhawatiran. "Bi Iyem bilang kamu sakit?" Bima lalu menempelkan tangannya di dahi. "Aku nggak sakit, Mas. Enggak, kan?" tanyanya yakin ketika melihat ekspresi suaminya tampak biasa saja. "Tapi tadi Bi Iyem bilang muka kamu pucat." "Sekarang pucat nggak? Enggak kan?" "Iya, tapi ...." Intan tersenyum menenangkan. Dia mengusap kedua bahu suaminya. "Aku nggak kenapa-kenapa, Sayang. Jangan khawatir gitu, dong." "Aku kan suami kamu, Sayang. Wajar lah kalau aku khawatir istriku sakit. Kalau sakit kan di bawa ke dokter." Intan menggeleng. "Aku nggak mau ke dokter. Aku nggak pa-pa, kok. Sekarang udah mendingan." Bima menghela napas. "Kamu harus janji

"Aku nggak nyangka deh, Mas. Ternyata aku bisa hamil juga akhirnya," ucap Intan ketika mereka dalam mobil menuju perjalanan pulang. Intan masih tidak percaya kini dia bisa hamil lagi. Bima yang sedang menyetir tersenyum sekilas menatap istrinya. "Kan aku dan Bi Iyem bilang apa. Harusnya dari kemarin kita periksa. Harusnya kamu tuh optimis kalau kamu bisa hamil lagi." Intan tertawa lebar. "Iya, Mas. Mama pasti senang dengar berita kehamilanku ini. Aku jadi nggak sabar deh pengen cepat-cepat pulang buat kasih tahu Mama kabar bahagia ini." Intan mengusap perut datarnya, dia terlihat begitu bahagia. "Tapi sebelum ke rumah, baiknya kita mampir ke Mall dulu ya buat beli keperluan baby kita, susu dan makanan buat ibu hamil." Intan tersenyum lebar mendengarnya. "Iya, Mas." *** Begitu sampai di rumah, Bima dan Intan memanggil mama mereka dengan antusias. Namun, Mira tak kunjung muncul juga, entah ke mana orang tua itu. Sampai akhirnya Mischa yang keluar lebih dulu. "Ngapain sih kalian