All Chapters of Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin: Chapter 61 - Chapter 70

Alana membulatkan matanya melihat siapa yang datang. Menurutnya ini waktu yang tidak pas. “Ada apa ini?” Dave menatap Alana. “Tidak apa-apa. Kamu tunggu saja di mobil.” Alana mendorong tubuh Dave. Sayangnya, tubuh Dave tak bergerak sama sekali. Dorongan Alana tak berarti apa-apa. “Jelaskan dulu ada apa?” desak Dave. Alana mengembuskan napasnya. Dave terus mendesak, padahal bukan saatnya untuk menjelaskan semuanya. “Aku akan jelaskan nanti.” Alana kembali mendorong tubuh Dave. Dave tidak memaksa kali ini, karena itu ia berbalik. “Apa kamu pacar Alana?” Langkah Dave seketika terhenti ketika pertanyaan itu terdengar. Jelas pertanyaan untuknya. Ia pun berbalik kembali. “Iya, saya pacar Alana.” Dave menjawab dengan begitu tenang. Saat Dave menjawab artinya Alana tidak dapat meminta Dave pergi seperti tadi. Kini ia terjebak dalam siatuasi ini. “Aku Arini-mama Alana.” Arini mengulurkan tangan pada Dave. Uluran tangan yang menggantung itu diraih Dave deng

Suara ponsel terdengar. Dave yang baru saja masuk rumah, merogoh kantong celananya. [Dave, ini aku Mama Alana. Bisakah kamu mengirim uang untuk ayah Alana.] Saat membaca pesan itu, Dave mengalihkan pandangan pada Alana. “Apa yang kamu lakukan di rumah ayahmu tadi?” Dave menatap Alana sesaat mendapati pesan di ponselnya. Alana mengalihkan pandangan pada Dave. “Tadi aku memasak untuk ayah.” Dave tanpa ekspresi. “Kamu taruh ponselmu di mana tadi?” tanya Dave. “Di dalam tas dan aku taruh di ruang makan.” Alana meraih handuk di rak handuk. “Kenapa memangnya?” Alana menatap Dave curiga. “Tadi aku menghubungimu, tapi kamu tidak mengangkatnya.” Dave mendudukkan tubuhnya di kursi. “Benarkah?” Alana buru-buru meraih tasnya yang sudah diletakan di atas meja. Diambilnya ponsel di dalam tas. Ia mengecek panggilan masuk mengecek, tapi tidak ada panggilan masuk dari Dave. “Sudah cepat mandi,” ucap Dave. Alana kebingungan dengan panggilan yang tidak ada di ponselnya,

Alana membaca pesan yang berada di ponsel mamanya. Setiap chat yang dikirim mamanya tidak lepas dari pantauan Alana. Dadanya terasa begitu sesak ketika melihat pesan yang dikirim sang mama. Tidak menyangka jika mamanya berani melakukan hal ini. Tepat saat Alana sedang membaca pesan itu, tiba-tiba saja sang mama datang. “Sedang apa kamu?” Viona menghampiri Alana dan merebut ponselnya. “Kenapa Mama meminta uang pada Dave?” Alana menatap sang mama tajam. Yang dihubungi sang mama adalah Dave. Ia meminta uang pada Dave dengan Alasan untuk ayahnya. “Itu bukan urusanmu.” Arini menatap ke arah lain. “Bukan urusan aku? Apa Mama sadar jika yang Dave itu pacarku. Bagaimana bisa Mama bilang bukan urusan aku?” Alana menarik bahu mamanya perlahan agar mamanya itu menatap ke arahnya Arini menatap tajam ketika Alana menariknya. Walaupun pelan, tapi itu tidak sopan baginya. “Ini semua gara-gara kamu.” Arini membalas tatapan tajam Alana. Alana membulatkan matanya. “Kenapa Mam

Dave membulatkan matanya mendengar tawaran itu. Ia tidak bisa membiarkan kakeknya berlama-lama di sini. “Alana, ini sudah malam. Jadi Pak Mahesa pastinya mau pulang.” Dave menatap Alana. Alana menatap Mahesa penuh kekecewaan. “Padahal saya mau berterima kasih pada Pak Mahesa dengan memasakkan makanan.” Mahesa melihat wajah Alana menjadi tidak tega. “Aku belum mau pulang. Jadi tidak masalah jika makan malam di sini.” Alana seketika berbinar. Tidak menyangka Mahesa mau makan malam di apartemen kecil yang mereka tempati.“Kalau begitu saya masak dulu.” Alana segera berdiri, kemudian mengayunkan langkahnya ke dapur kecil di apartemen. Dave mengembuskan napasnya. Kakeknya benar-benar menguji kesabarannya. “Kenapa Kakek tidak pulang saja?” tanya Dave berbisik. Mahesa mendekatkan mulutnya ke telinga Dave. “Kamu tidak lihat istrimu sedih.” Ia ikut berbisik juga. “Harusnya biarkan saja,” ucap Dave. “Enak saja biarkan saja. Kamu mau Kakek bilang jika tidak mendapatkan hadiah darinya?”

“Ada di sini.” Mahesa melihat Dave yang berjalan ke arah mereka. Tatapannya begitu dalam pada cucu pertamanya itu. Alana melihat ke mana arah Mahesa memandang. Yang dipandang adalah Dave. Apa Dave adalah cucu Mahesa? Tapi, Mahesa hanya menganggap sebagai cucu, bukan benar-benar cucu. “Maksud saya cucu asli Pak Mahesa.” Alana beralih menatap Mahesa. “Oh cucuku.” Mahesa tersenyum ketika menyadari hal itu. “Mereka ada. Sibuk mengurus perusahaan. Cucu pertamaku menjadi presdir, yang kedua baru menjadi manajer,” jelasnya. Alana mengangguk-anggukkan kepalanya. Cerita singkat itu harus berhenti ketika Dave datang. Ia memberikan minuman pada Alana dan juga Mahesa. “Kamu bekerja di mana?” Mahesa menatap Alana. Tangannya bertumpu pada tongkat jalan miliknya. Sejak kemarin Alana belum menceritakan apa-apa tentang dirinya. Jadi wajar jika Mahesa penasaran. “Saya di desainer AR Fashion, Pak,” jawab Alana “Wah … hebat sekali seorang desainer.” Mata Mahesa berbinar. Pujian itu membuat Al