Porsche milik Adriel berhenti mulus di depan rumahku. Mesin dimatikan, sisakan hanya keheningan di antara kami yang terasa begitu berat hingga seperti ada kehadiran ketiga di dalam mobil. Lewat jendela, aku lihat rumahku persis seperti saat aku meninggalkannya beberapa hari lalu, rumah yang sederhana, familiar dan dunia yang benar-benar terpisah dari perkebunan anggur serta kediaman yang baru saja kami tinggalkan.Perjalanan pulang hampir sepenuhnya sunyi. Beberapa kali kami coba bicara, tapi cepat berhenti, seolah kami berdua tahu bahwa kata apapun bisa hancurkan situasi tegang yang rapuh, yang telah kami buat. Adriel tetap sopan, bertanya apakah aku nyaman, apakah aku ingin berhenti sebentar. Aku jawab dengan singkat, sama sopannya. Kami pura-pura seolah tak terjadi apa-apa. Seolah kami tak tidur di kamar yang sama, tak berbagi cerita pribadi, tak menari bersama, dan tak berciuman.Kami pura-pura seolah tak ada kerinduan yang tersisa."Ini waktunya." Adriel akhirnya berkata dengan ta
Read more