Dulu Dibuang, Kini Dicari

Dulu Dibuang, Kini Dicari

Oleh:  Reinma  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
21Bab
2.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Adi Wilaga menikahkan Handoko dengan putrinya, yang baru saja ditinggal mati suaminya, dengan sebuah perjanjian rahasia. Tanpa sepengetahuan Adi Wilaga, Handoko telah meninggalkan kekasihnya yang saat itu tengah mengandung demi harta AW corp. Namun, takdir berkata lain. Anak kandung Handoko diasuh oleh istrinya dan dibesarkan layaknya anak kandung. Apa yang akan terjadi kemudian? Apakah istri Handoko punya rencana di balik kebaikannya pada anak dari suaminya dengan wanita masa lalunya itu?

Lihat lebih banyak
Dulu Dibuang, Kini Dicari Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Reinma
Aku suka sama Si Bara
2022-01-14 10:31:10
1
user avatar
Ratu Nna
Keren ceritanya, semangat terus Thor ...
2022-01-13 20:57:03
2
user avatar
Asya Ns
Impressif kak... Fighting.. keren thor -Salam dari author Anila
2022-01-13 10:27:10
2
user avatar
kimmy ara
Udah baca ceritanya, seru dan bikin geregetan ...
2022-01-13 10:17:10
0
21 Bab
Adi Wilaga Pensiun
Kediaman keluarga Adi Wilaga tampak ramai. Mobil-mobil berjajar di pelataran. Milik tuan dan nyonya, serta, para tamu undangan.  Pria-pria berpakaian rapi. Berjas dan berdasi. Sementara, tamu wanita tampak anggun memakai kebaya dan juga gaun. Beberapa pelayan tampak berlalu lalang. Membawa nampan, menawarkan minuman. Chef hotel berbintang pun didatangkan. Untuk memasak aneka hidangan.  Pesta diadakan di taman. Disuguhi warna warni bunga indah menawan. Di hamparan rumput Jepang, disusun meja dan kursi. Karpet merah terbentang. Membelah sisi kanan dan kiri. Seorang lelaki tua duduk di atas kursi roda. Melintasi jalan berkarpet didorong oleh sang putri, Listyana Wilaga. Berpuluh pasang mata tertuju pada Adi Wilaga. Meski raga melemah dimakan usia. Sorot matanya masih sama. Tajam, berkarisma. Para hadirin tak hanya datang untuk memenuhi undangan. Garden party ini juga ajang menampilkan kemewahan. Pun mengamati dengan teliti. Di sisi mana, mereka akan be
Baca selengkapnya
Pertemuan Bara dan Farhan
Seorang pria dewasa tampak menghampiri Farhan. Ia mengenakan kaos Persib dan celana kolor. "Farhan ... Farhan ... Ayah pulang, ayah pulang! Kersen untuk kamu, kamu suka kersen," kata lelaki itu riang. Di tangannya ada gelas bekas air mineral. Setengah dari gelas plastik itu, berisi buah berwarna merah cerah. Buah Muntingia calabura yang banyak tumbuh di pinggir jalan. Sebagian orang menyebut buah ini, ceri. Farhan menghalau gelas pemberian sang ayah. Tangan Farhan menampol gelas plastik tersebut. Hingga isinya, jatuh berceceran di lantai. Sebagian pecah saat berbenturan dengan ubin, yang lainnya menggelinding. "Jatuh, Farhan suka kersen. Farhan suka kersen." Agung jongkok sambil memunguti buah yang berserak di lantai. "Ayah, hentikan! Aku malu!" teriak Farhan sambil berlalu dari hadapan Agung dan Samiah. Langkah kakinya menginjak buah yang telah ranum itu. Menyemburkan sari buah dan bijinya yang berwarna putih. "Berhenti kau pungut, Nak. Sudah
Baca selengkapnya
Sebuah Tamparan
Samiah duduk terpekur. Membiarkan kain bersih yang baru diambilnya dari jemuran. Tumpang tindih dari kaos kaki hingga topi. Menggunung. Ruwet seperti pikiran Samiah. Ia menyesal telah membentak cucu kesayangannya. Wanita tua itu hanya tak ingin dikasihani. Ia merasa masih mampu. Menghidupi keluarganya dengan tangannya sendiri. Lebih dari dua puluh tahun Samiah berjualan sayur mayur di pasar. Agung anak lelakinya selalu setia menemani. Tenaganya kuat. Orang-orang di pasar senang memakai jasa Agung. Sebagai kuli panggul yang rajin bekerja. "Seharusnya, aku tak sekeras itu, pada Farhan! Oh, dasar anak malang," rutuk Samiah sambil mengusap baju seragam sekolah cucunya. Tangannya mulai melipat satu persatu gunungan kain bersih itu. Jika tidak disentuh, entah kapan baju-baju itu bisa menginap dalam lemari. Bisa masuk angin teronggok seharian di balai.  Kini, gunungan kain telah
Baca selengkapnya
Baku Hantam
Samiah tak bisa menahan haru. Air matanya tak bisa dibendung. Melihat baju cucunya kotor terkena tanah. Pipi kirinya bahkan tmpak lebih merah. Dengan mata kepalanya sendiri, Samiah melihat Farhan jatuh bangun. Menggapai lembaran kertas berharga yang terbang tertiup angin. "Hiks, Farhan, nenek minta maaf," isak si wanita. Ia masih berdiri di posisinya tadi. Tak berani mendekat apalagi mendekap. "Kamu, gak pa pa, kan, Jang?" tanya Asep yang memandu Samiah hingga menemukan Farhan. "Iya, Mang. Aku gak apa apa, kok." Farhan menjawab pertanyaan Asep. "Ya sudah, ayo kita pulang, Cu. Nanti ayahmu bingung kalau di rumah tidak menemukan orang," ucap Samiah sambil mengulurkan tangan. Mengajak Farhan bangkit kemudian pulang ke rumah. Samiah mengingat peristiwa tadi pagi di pasar. Seorang preman mendatangi kiosnya."Bu, apakah kau akan menikahkan anak lela
Baca selengkapnya
Orang dari Masa Lalu
Satu orang tampak terkapar di tanah. Kokom menutup mukanya sambil menangis. Di sebelahnya duduk seorang lelaki sedang memukul kepalanya sendiri. Samiah mendekat, ke arah anaknya. Tak percaya pada apa yang dilihatnya. "Agung! Sadarlah, ini ibu. Ibu ada di sini." Samiah mengambil tangan Agung. Ia letakkan di dadanya. Beberapa orang yang tadi mengikuti Samiah berlari. Langsung mengecek keadaan satu pria yang lainnya. "Kita harus membawanya ke rumah sakit. Cepat! Telepon ambulan, sebelum semua terlambat." Farhan meremas rambut di atas kepalanya. Bingung tak tahu harus berbuat apa. "Kak Farhan, apa ayah akan baik-baik saja?" tanya anak perempuan Kokom. "Menurut kamu bagaimana? Ini terjadi karena dia membela kamu dan wanita itu!" seru Farhan sambil menunjuk ke arah Kokom. "Kakak, hiks ... hiks ...." Isak si gadis kecil. "Diamlah! Dan satu lagi, jangan panggil aku 'kakak'. Aku bukan kakak kamu! Dasar kerikil kecil." an
Baca selengkapnya
Ada yang Menikah
Ayuni menghentikan laju taksi tepat di pintu gerbang utama. Setelah mengonfirmasi identitas, seorang petugas keamanan mempersilakan menunggu. Tak lama buggy car datang menjemput Ayuni. Mobil berdaya aki yang ramah lingkungan."Silakan, naik, Nona Ayuni. Nyonya, sudah menunggu di dalam," ucap si pengemudi. Seorang wanita yang terbilang muda dengan sopan menyilakan Ayuni. Rindangnya pepohonan dan semerbak wangi bunga memanjakan indera penciuman Ayuni. Duduk dalam mobil tanpa kaca, mengingatkan Ayuni saat menemani Han bermain golf, dahulu kala.Ssstt.Buggy car berhenti. Wanita muda tadi menunjuk tempat di mana Nyonya besar sudah menunggu."Silakan Nona berjalan ke arah selatan. Ada sebuah gazebo dengan atap biru. Di sana Nyonya Tyana sudah menunggu," ucap si pelayan sambil menunjukkan jalan, disertai gerak tangan."Baik, terima kasih. Mari," balas Ayuni sambil tersenyum.Ayuni melangkahkan kaki. Berjalan melewati jalanan berpaving. Dari sini p
Baca selengkapnya
Ayuni Mencari Kerja
Tergopoh Agung saat membukakan pintu untuk kedua anaknya."Kau kenapa? Anaknya Kokom? Mana yang sakit?" tanya Agung khawatir.Farhan pun bergegas berangkat ke sekolah lagi. Kali ini dengan buku PR di tangannya."Ayah, apa kau akan terus memanggilku dengan 'Anaknya Kokom?" tanya si gadis menatap ayah barunya."Lalu, siapa nama kamu?" tanya Agung sambil menyatukan dua jari jempol lalu memisahkanya. Ia melakukan gerakan yang sama berulang kali."Kata ibu, aku akan punya nama setelah Ayah dan Ibu menikah. Lalu, aku juga bisa bersekolah. Aku ingin memakai seragam sekolah seperti Kak Farhan. Ia tampak tampan saat memakainya. Aku juga pasti cantik saat memakai seragam sekolah. Iya, kan, Yah?" Si gadis cilik berkata panjang lebar. Untuk sesaat ia lupa merasakan kakinya yang terkilir."Ya, ya, ya. Farhan anak tampan. Farhan anak tampan dan kamu cantik. Kamu cantik. Kamu Cantik," ucap Agung."Jadi nama aku Cantika, Yah?" tanya si gadis cilik.
Baca selengkapnya
Putriku, apa kau mencintainya?
"Ck." Farhan mencebik pelan. Ia heran kenapa terlahir dalam keluarga seperti ini. Nenek yang cerewet. Ayah yang sering membuatnya malu. Adik baru yang menyebalkan. Ibu baru yang sok peduli. Begitulah lintasan pikiran dalam kepala Farhan. "Farhan! Apa yang kau lakukan. Duduk dengan benar. Makanlah apa yang ada di hadapanmu. Tanpa tapi, tanpa keluhan. Kita beruntung, setiap hari selai ada nasi dan temannya. Di luar sana masih banyak orang yang kelaparan," hardik Samiah. Tanpa tahu apa yang berkecamuk dalam pikiran sang cucu. Farhan menjejali mulutnya dengan nasi. Berharap piring di depannya cepat kosong, tak perlu banyak mengunyah. Baginya yang penting bisa langsung tertelan. Pantang bagi Farhan untuk menyisakan makanan yang sudah ada di piring. Pemuda itu mengambil segelas air. Menggontor makanan yang tersangkut di tenggorokan. Piring sudah bersih hanya menyisakan kepala ikan lele dan durinya. Farhan melirik anggota kelua
Baca selengkapnya
Dibully
Apa Ayah tidak terlalu keras padanya?" kata Tyana lembut. "Dia sudah mendapat timbal balik yang sesuai. Jangan pernah percaya sepenuhnya pada siapa pun. Percayalah hanya pada dirimu sendiri." Adi Wilaga memberi peringatan pada sang putri. "Baiklah, Ayah," balas sang putri. Ayah dan anak itu lalu mengenang tentang mendiang ibu Tyana. Istri Adi Wilaga yang telah berpulang ke haribaan Ilahi.  "Ayah, merindukan ibumu. Sangat rindu. Ayah ingin meminta maaf padanya," lirih Adi Wilaga. Mengingat sang istri membuat nafasnya mulai tersengal. Oksigen yang keluar masuk dibantu alat itu terganggu. "Sudah, Ayah, jika mengingatnya membuatmu sakit, lebih baik melupakannya saja. Ayah harus semangat untuk sembuh. Sehat kembali seperti dulu." Wanita itu mendorong kursi roda. Dari taman bunga menuju ke dalam rumah. Beberapa orang tampak mengawasi dari jauh. Tyana memberi k
Baca selengkapnya
Tawa Farhan
"Apa aku bebas memilih, Bu? Ke mana saja, terserah pada Bara?" tanya Bara mencari kepastian."Iya. Jika itu menjadikan kamu lebih serius dalam sekolah kamu ke depannya." Tyana menatap wajah putra semata wayangnya itu.Bara yang ditatap lalu tersenyum. Kulit putih bersihnya bersemu merah saat terkena cahaya matahari sore itu. Mereka memang mengobrol sambil berkeliling rumah menaiki Buggy Car. Aneka satwa dan tumbuhan yang hidup di komplek kediaman Adi Wilaga menjadi pemandangan sambil mengobrol santai antara ibu dan anak tersebut."Aku ingin liburan ke Villa kita di Puncak. He he, boleh kan, Bu? Pasti boleh, laaah," ucap Bara sambil mengerlingkan satu matanya."Kau yakin dengan pilihanmu?" tanya Tyana memastikan.CTEKK. Bara menjentikkan jarinya. Jari jempol dan jari tengah saling beradu."Iya, Ibuku yang paling cantik sedunia. Aku yakin," jawabnya mantap."Hmmm ... akan tetapi, ibu tidak mau sampai kamu main kabur-kab
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status