~ Pemenang Runner Up (Juara 2) Kompetisi 'Ini Bukan Cerita Dongeng' 2022 ~ Dibuang setelah kematian ibunya secara tragis, hidup Gallen bagai di neraka. Dia bertekad untuk sukses dan menghimpun kekuatan untuk balas dendam. "Lihat dan tunggu pembalasanku! Akan kutenggelamkan kalian semua hingga ke kerak bumi!" Dua puluh tahun kemudian, Gallen muncul di perusahaan keluarga ayahnya sebagai Malaikat Kematian dalam wujud seorang cleaning service. Selamat membaca! Yuk ramaikan kolom review dengan komentar! Ikuti juga IG @lathifahnur117
Lihat lebih banyak“Hahaha ….”
Suara tawa pecah membahana. Memenuhi seluruh ballroom sebuah hotel ternama. Semua mata tertuju pada film yang sedang diputar.
“Konyol sekali!” seru Joe sambil memegangi perut. “Laura, bukankah kau bilang kekasihmu lulusan S3 sebuah kampus terkenal di luar negeri?”
Mata lelaki itu tertuju pada seorang gadis berambut hitam panjang. Dia tegak di sisi kanan. Menatap tak berkedip pada film yang masih berputar. Wajahnya menegang dan berubah kelam.
“Coba lihat baik-baik! Diakah lelaki yang kau maksud itu?” Joe menatap tak berkedip pada gambar hidup yang terus bergerak. “Astaga! Aku tak percaya seorang lulusan luar negeri hanya mampu bekerja pada bengkel kecil!”
Saat itu, tayangan film menampilkan sosok seorang lelaki gagah dengan wajah penuh oli sedang memperbaiki sebuah mobil tua.
“Iya, S3 … SD, SMP, SMA … hahaha ….” Bram menimpali dengan tawa mengejek yang lebih kencang.
Berdiri terpaku di sisi kanan Laura, Gallen mengeritkan gigi menyaksikan dirinya menjadi pemeran utama film dokumenter tersebut. Dia tidak mengerti bagaimana film yang semula menayangkan perjalanan kisah cinta sepasang kekasih itu berganti menjadi film tentang dirinya.
Dia datang ke hotel itu untuk memenuhi undangan Laura, menghadiri pernikahan Rosetta. Tak disangka dia malah dipermalukan dan menjadi bahan tertawaan keluarga besar Laura.
“Hei, Bung!” Joe menepuk pundak Gallen cukup keras. “Mimpi jangan ketinggian!”
“Benar! Nanti kalau jatuh, sakitnya pakai banget dan nangis darah!” Bram menimpali dengan seringai mengejek.
Mata Bram memindai penampilan Gallen dari ujung kepala hingga ke kaki. Tubuh Gallen hanya terbalut kemeja murah, dengan warna yang mulai memudar. Begitu pula dengan celana yang menutupi kaki panjangnya. Warna hitamnya nyaris mendekati abu-abu gelap.
“Lihat dirimu! Kau tak ubahnya seperti seorang cleaning service di sini.”
Gallen mengedarkan pandangan. Para tamu yang hadir adalah orang-orang dari golongan ekonomi kelas atas. Tubuh-tubuh yang terawat baik tersebut terbungkus dalam balutan gaun-gaun mewah. Sungguh berbanding terbalik dengan pakaian yang dikenakannya.
Setiap pasang mata di ruangan besar itu memandang jijik pada Gallen. Dia bagaikan seekor gagak yang berada di tengah sekawanan burung merak.
“Bung, seharusnya kau berkaca sebelum masuk ke ruangan ini!”
Bram menepuk pundak Gallen dan meremasnya cukup keras. Dengan tekanan tersebut, dia ingin menunjukkan superioritasnya terhadap Gallen.
“Aku ke sini untuk memenuhi undangan Laura,” sahut Gallen santai. Air mukanya tak beriak sama sekali. “Lagi pula, bukankah pesta ini tidak mensyaratkan dress code?”
“Hahaha ….” Sekali lagi ruangan itu dipenuhi suara tawa.
Bram melirik Laura. “Laura, dari mana kau menemukan manusia tak tahu malu ini?” tanyanya dengan seringai mengejek. “Dress code? Lucu sekali dia sanggup mempertanyakan itu.”
Bram mengalihkan perhatiannya pada Gallen. Menyapu penampilan Gallen dengan tatapan mencemooh. “Kau bahkan tidak memiliki pakaian yang pantas untuk ke pesta. Bagaimana mungkin kau bisa hadir di sini dengan dress code tertentu? Apa kau punya cukup uang untuk membelinya?”
“Wow! Luar biasa! Lihat itu!”
Pujian dalam nada sarkastis mengalihkan perhatian Bram. Mengikuti arah jari telunjuk Joe, pandangan Bram mendarat pada adegan Gallen mengejar selembar uang senilai sepuluh ribu rupiah yang terbang terbawa embusan angin. Sebelah tangannya masih memegang selang compressor. Dia baru saja selesai mengisi angin salah satu ban mobil pelanggan.
Dengan tubuh dekil, Gallen tampak seperti seorang pengemis yang sedang memungut lembaran uang hasil belas kasihan sang pemilik mobil.
Plak!
Tanpa diduga, sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Gallen. Laura memandangnya dengan muka merah padam. Deru napasnya memburu. Jelas sekali dia tengah melampiaskan kekesalannya pada Gallen karena malu.
“Dasar penipu! Mulai sekarang kita putus!”
Gallen terperangah. Dia mematung lantaran tak menyangka akan menerima serangan mendadak dari Laura. Dia tak sempat menghindari tamparan itu.
“La–Laura!” Saat Gallen mendapatkan kembali kesadarannya, Laura telah menjauh.
“Hei, hei! Siapa yang berani mengganggu Laura-ku yang cantik?”
Jody mengadang langkah Laura. Lelaki itu dua tahun lebih tua dari Laura. Dari penampilannya, siapa pun bisa menilai bahwa dia berasal dari kalangan ekonomi kelas atas.
***
Terima kasih sudah berkenan membaca cerita ini. Mohon dukungan sobat semua dengan menambahkan buku ini ke rak/pustaka, ikut meramaikan kolom review dengan komentar, serta mengirimkan gem.
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen