แชร์

Ujian Pertama

ผู้เขียน: Harrymraz
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-03 19:01:41

Bagi Sasya Maharani, ujian adalah medan perang, dan nilai adalah amunisi. Ia adalah seorang strategis ulung, mempersiapkan diri dengan presisi militer. Jadwal les tambahan di pusat bimbingan belajar di Ruko Versailles BSD, sesi belajar kelompok intensif di perpustakaan Universitas Prasetiya Mulya, hingga menelaah soal-soal tahun lalu dari berbagai buku di tokonya. Tidak ada yang bisa mengganggu ritual sakral ini, terutama menjelang Ujian Tengah Semester yang krusial. Namun, ada satu variabel baru yang tak pernah ia perhitungkan dalam persiapannya: Ardi Sanjaya.

Ardi belajar dengan caranya sendiri, yang bagi Sasya adalah definisi dari kekacauan. Ia bisa tertidur di atas buku fisika, tiba-tiba bangun dan menjawab soal-soal sulit dengan intuisi yang aneh, lalu kembali tidur. Atau ia akan datang ke sesi belajar Sasya, bukannya ikut belajar, malah sibuk menggambar sketsa-sketsa acak di buku catatannya, dengan Rambo si kucing jumbo tidur di kakinya.

"Kau tidak belajar, Ardi?" tanya Sasya suatu sore di perpustakaan sekolah, saat ia menemukan Ardi sedang memandangi langit-langit, bukan buku.

"Aku sudah mengingat semuanya," jawab Ardi santai, menguap lebar. "Otakku cepat menangkap."

Sasya mendengus tak percaya. Itu adalah kesombongan yang tak berdasar. Bagaimana mungkin seseorang yang absen dan tidak pernah terlihat serius bisa "mengingat semuanya"?

Namun, kekhawatiran Sasya terus meningkat seiring mendekatnya hari ujian. Ia tidak hanya khawatir tentang nilainya sendiri, tapi juga tentang nilai Ardi. Ardi, yang kini secara resmi ia anggap sebagai "temannya," bisa menjadi faktor pengganggu yang serius bagi reputasi dan ranking kelasnya. Meskipun ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia tidak peduli, ada bisikan kecil di benaknya yang takut Ardi akan menariknya ke bawah.

Puncaknya adalah saat mata pelajaran Matematika, subjek favorit Sasya. Soal-soal rumit yang membutuhkan pemikiran analitis tinggi. Sasya mengerjakannya dengan kecepatan dan akurasi yang biasa ia miliki. Ia merasa puas. Namun, saat kertas ujian dikumpulkan, ia melihat Ardi, yang duduk di belakangnya, tampak santai dan bahkan sempat melambai padanya. Rasanya absurd.

Beberapa hari kemudian, hasilnya diumumkan. Sasya, seperti biasa, menduduki peringkat pertama dengan nilai sempurna. Namun, saat matanya melirik daftar di bawah namanya, ia terkejut. Tepat di bawah namanya, dengan selisih yang sangat tipis, adalah nama Ardi Sanjaya.

"Bagaimana bisa?" Sasya bergumam, tak percaya. Ia menoleh ke arah Ardi yang sedang asyik bermain gim di ponselnya. Anak itu bahkan tidak tampak terkejut atau bangga.

"Mudah, kok," kata Ardi, menyadari tatapan Sasya. "Soal-soalnya gampang."

Sasya menatapnya tak percaya. Ia sudah menghabiskan puluhan jam, mengorbankan waktu istirahat dan hobinya, hanya untuk mendapatkan nilai itu. Sementara Ardi, sang berandal, yang terlihat selalu bermain, bisa mencapai nilai yang hampir setara dengannya. Rasa frustrasi, sedikit kekaguman, dan emosi-emosi campur aduk lainnya bergejolak di dada Sasya.

"Kau sengaja, ya?" Sasya bertanya, menatap Ardi. "Kau ingin menggangguku, kan?"

Ardi mengerutkan kening. "Mengganggu bagaimana? Aku hanya menjawab soal." Kemudian, seringai tipis muncul di bibirnya. "Kau tidak suka aku pintar?"

Sasya tidak menjawab. Ia berbalik, mencoba menyembunyikan pipinya yang sedikit memerah. Ya, ia tidak suka. Ia merasa terancam. Posisinya sebagai "yang terpintar" kini digoyahkan oleh Ardi yang tak terduga.

Pergolakan hati itu tidak hanya tentang nilai. Sasya mulai menyadari pola yang lebih dalam. Setiap kali ia berinteraksi dengan siswa laki-laki lain—misalnya, saat diskusi tugas kelompok di area co-working space dekat SDC Serpong—ia akan merasakan kehadiran Ardi yang mendadak lebih dekat. Ardi tidak akan mengatakan apa-apa, hanya berdiri atau duduk tak jauh dari mereka, tatapannya lekat, seolah mengamati setiap gerak-gerik.

Suatu kali, saat Sasya sedang berbicara dengan teman sekelasnya tentang materi Biologi, Ardi tiba-tiba muncul di antara mereka. "Sasya, ayo makan. Kau belum makan siang, kan?" katanya, suaranya sedikit mendominasi.

Teman sekelasnya, yang merasa canggung, segera pamit. Sasya menatap Ardi dengan kesal. "Apa-apaan kau ini? Aku sedang bicara!"

Ardi hanya mengangkat bahu. "Kau terlihat lapar." Ada nada aneh di suaranya, sedikit cemburu, tapi ia tidak tahu bagaimana mengekspresikannya selain dengan menarik perhatian Sasya.

Sasya yang selama ini hanya peduli pada buku dan angka, mulai merasakan sesuatu yang ia anggap tak relevan: kecemburuan. Ardi cemburu padanya. Dan yang lebih mengagetkan, di suatu sudut hati yang paling tersembunyi, Sasya merasa... sedikit senang? Atau setidaknya, itu membuatnya sadar akan keberadaan Ardi yang tak bisa diabaikan.

Di malam hari, di kamarnya yang rapi dan teratur, Sasya menatap laporan nilainya. Peringkat satu, seperti biasa. Tapi kali ini, ia tidak merasakan kepuasan yang biasa. Ada bayangan Ardi di sampingnya, senyum polosnya, dan nilainya yang hampir menyamai miliknya.

Ia menyadari bahwa Ardi bukan hanya pengganggu. Ardi adalah sebuah fenomena yang mengubah seluruh cara ia melihat dunia. Ia mulai melihat bahwa ada hal-hal yang lebih dari sekadar angka. Ada emosi, ada koneksi, dan ada keberadaan seseorang yang, meskipun aneh dan tak terduga, ternyata bisa membuatnya merasakan sesuatu yang baru dan menantang. Sasya Maharani, si Gadis Es, baru saja menghadapi ujian pertamanya yang sesungguhnya: ujian hatinya sendiri. Dan ia tahu, ini hanyalah permulaan.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES    Jejak Digital yang Membeku

    Minggu-minggu berlalu dengan lambat bagi Sasya dan Ardi. Tekanan terus-menerus dari ancaman Rifky, meski kini lebih halus, menguras energi mereka. Anggrek putih misterius yang muncul di meja Sasya, pesan-pesan gelap yang Ardi terima, dan rasa diawasi yang tak pernah hilang, semuanya mengikis ketenangan mereka. Namun, di balik tirai kekhawatiran itu, mesin penyelidikan yang diprakarsai Yudha Sanjaya dan kepolisian terus bekerja, perlahan namun pasti, melacak bayangan Rifky.Yudha tidak main-main. Ia telah mengalokasikan sumber daya besar dari Sanjaya Group, termasuk tim ahli keamanan siber eksternal terkemuka. Mereka bekerja sama dengan tim IT internal dan penyidik kepolisian, menelusuri setiap jejak digital yang mungkin ditinggalkan Rifky. Ini adalah perburuan yang rumit, karena Rifky adalah seorang jenius yang sangat berhati-hati."Rifky itu bersih, Pak Yudha," lapor Kepala Tim IT, Diki, suatu sore dalam rapat tertutup dengan Yudha dan Sasya. "Dia selalu menggunakan VPN berlapis, ser

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES    Badai yang Belum Berlalu

    Meskipun Yudha Sanjaya telah bertindak cepat, badai yang dilepaskan Rifky belum berlalu. Laporan polisi telah dibuat, tim hukum Sanjaya Group bergerak, namun prosesnya lambat. Sementara itu, Rifky Aditama masih bebas, dan Sasya serta Ardi merasakan bayangan ancamannya masih menggantung di atas mereka. Tekanan media, yang dipicu oleh artikel blog dan video viral, mulai terasa.Telepon rumah Sasya tak berhenti berdering. Nomor tak dikenal, beberapa di antaranya dari media yang mencoba mendapatkan pernyataan eksklusif. Mereka harus mematikan telepon rumah dan hanya mengandalkan ponsel. Setiap kali Ardi dan Sasya keluar rumah, mereka merasa diawasi. Setiap mobil yang lewat terlalu lambat, setiap wajah yang menoleh, terasa mencurigakan. Perasaan paranoid itu menggerogoti."Aku merasa kita hidup di bawah mikroskop, Ardi," Sasya berbisik suatu malam, saat mereka berdua duduk di ruang keluarga, Rambo meringkuk di kaki mereka. "Aku benci perasaan ini."Ardi memeluknya erat. "Aku tahu, Sayang.

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES    Badai Publik dan Korban Tak Terduga

    Pesan Ardi di papan tulis Rifky adalah percikan api yang menyulut bom. Rifky, sang ahli kendali, tidak bisa menerima bahwa "algoritmanya" telah ditembus, ruang pribadinya diinvasi. Amarahnya meluap, memicu serangkaian tindakan balasan yang jauh lebih ekstrem, menargetkan Sasya dan Ardi di ranah publik, di mana reputasi adalah segalanya.Beberapa hari setelah insiden di apartemen Rifky, Sasya dan Ardi mulai merasakan dampaknya. Telepon iseng berdatangan ke rumah mereka, tanpa suara di ujung lain. Pesan-pesan aneh muncul di kotak masuk media sosial Sasya, berisi kalimat-kalimat mengganggu yang tampaknya acak, tetapi memiliki pola tersembunyi yang hanya bisa dipahami oleh seorang ahli kriptografi.Namun, yang terburuk terjadi pada hari Jumat.Pagi itu, sebuah artikel muncul di sebuah blog berita online yang cukup populer, yang berfokus pada gosip dan skandal korporat. Judulnya mencolok: "Ambisi Beracun di Sanjaya Group: Direktur Pemasaran Dituding Memanipulasi Proyek Demi Kekuasaan."Jan

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES    Gema Retaknya Kendali

    Pagi itu, Rifky Aditama kembali ke apartemennya setelah berbelanja. Pikirannya dipenuhi rencana baru. Pembebasan tugas dari Sanjaya Group memang menyakitkan ego-nya, namun itu hanya kemunduran sementara. Ia akan menunjukkan pada Yudha dan Sasya bahwa mereka telah membuat kesalahan fatal. Algoritmanya tidak patah; ia hanya perlu menyesuaikannya.Ia membuka pintu apartemennya. Tidak ada yang terasa aneh. Ia meletakkan belanjaannya di dapur, lalu berjalan menuju ruang tamunya. Pandangannya jatuh pada papan tulis besarnya. Jantungnya mencelos.Di sana, di antara coretan-coretan algoritmanya yang rumit, terpampang sebuah kalimat besar, kasar, dan begitu asing: "ALGORITMA ANDA MUDAH DITEMBUS, THE CIPHER. DAN KAMI TAHU SEMUANYA."Rifky menegang. Warna di wajahnya menghilang. Ia menatap kalimat itu, lalu matanya bergerak cepat ke sekeliling ruangan. Tidak ada kerusakan. Tidak ada yang hilang. Namun, pesan itu... pesan itu menembus pertahanannya. Seseorang telah masuk. Seseorang telah menginva

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES    Balas Dendam Sang Pelindung

    Malam itu, setelah penemuan mengerikan rekaman di rumah mereka, amarah Ardi membakar. Sasya duduk di sudut, memeluk lututnya, gemetar tak terkendali. Privasi mereka telah dilanggar dengan cara yang paling keji. Ini bukan lagi tentang karier atau persaingan; ini adalah serangan pribadi yang tak termaafkan."Aku akan membunuhnya, Ardi!" Sasya berbisik, air mata mengalir deras. "Dia sudah keterlaluan!"Ardi memeluknya erat. "Tidak, Sayang. Jangan berpikir begitu. Aku yang akan menanganinya. Dia sudah melangkah terlalu jauh."Malam itu Ardi tidak bisa tidur. Ia menghubungi Dika, temannya dari biro investigasi swasta, dan menceritakan semuanya, termasuk rekaman video itu. Dika, yang biasanya tenang, terdiam mendengar detail invasi privasi itu."Ini sudah masuk ranah pidana, Ardi," Dika berkata, suaranya serius. "Pelanggaran privasi dan pengancaman. Kita bisa laporkan ini ke polisi.""Tidak," Ardi menolak, tatapannya dingin. "Aku ingin dia merasakannya langsung. Aku tidak ingin dia lolos de

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES    Kemarahan Algoritma yang Patah

    Pembebasan tugas Rifky Aditama dari proyek Asia Tenggara mengguncang kantor Sanjaya Group. Secara resmi, itu adalah "evaluasi kinerja mendalam." Namun, bisikan di antara karyawan tak terhindarkan. Kepergian Rifky yang mendadak, setelah Yudha memanggilnya, menimbulkan spekulasi. Sasya dan Ardi merasa lega untuk sesaat, tetapi mereka tahu, Rifky tidak akan menerima ini begitu saja. Algoritmanya telah "patah," dan itu bisa memicu reaksi yang tak terduga.Rifky menghilang dari kantor tanpa jejak. Laptop dan ponsel kerjanya disita oleh tim IT untuk penyelidikan. Namun, Ardi tahu, pria sepertinya akan selalu memiliki cara lain untuk beroperasi di balik bayangan. Ia telah kehilangan kendali atas Sasya di Sanjaya Group, tetapi obsesinya tidak akan hilang. Sebaliknya, itu mungkin akan berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap dan berbahaya.Beberapa hari setelah Rifky dibebastugaskan, ketenangan Sasya mulai terusik lagi. Kali ini, ancaman tidak datang dalam bentuk email anonim atau sabotase hal

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status