Aruna membutuhkan uang untuk pengobatan ayahnya, dan dia menawarkan diri untuk menjadi Ibu pengganti untuk anak presdir tampan yang bernama Bastian. Bukannya mencari keuntungan, tapi Aruna hanya bersikap realistis. Dia butuh uang, dan Bastian membutuhkan Ibu untuk anaknya. Bukannya impas? Atau ... ada kejutan lain di depan sana nantinya?
View MoreBab 1
"Saya terima nikah dan kawinnya, Aruna Rumaisha binti Heru Muchtar dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai!" Suara Bastian Widjaya menggema melalui pengeras suara.
Penghulu menatap para saksi. "Sah?"
"Sah!" Serempak semua orang mengucap kata serupa, diakhiri kalimat hamdalah sebagai pertanda syukur atas halalnya hubungan Aruna dan Bastian.
Aruna mencium tangan lelaki gagah yang telah menjadi suaminya. Jepretan kamera dinyalakan. Senyum salah tingkahnya tercipta, saat Bastian memegang kedua pundaknya, kemudian melabuhkan satu ciuman di kening.
"Emang bener, ya, suaminya si Aruna itu orang kaya?" Perempuan seumuran Aruna yang duduk tak jauh dari meja pelaminan, mencolek lengan temannya yang tengah terharu. "Apa jangan-jangan Aruna bohong, ya?"
"Ah, gak mungkin! Emangnya kamu gak bisa liat, gimana dekorasi pernikahannya Aruna? Kalau suaminya itu gak kaya raya, mustahil dia bisa sewa MUA terkenal di kota kita!"
"Dia pasti main pelet!" tuduh Evi yang langsung mendapatkan pelototan dari orang-orang di sekitarnya.
"Jangan ngomong sembarangan, deh!" timpal yang lain.
Evi berdecak. Kendati sudah banyak berita yang menyampaikan tentang siapa suami Aruna, ia masih saja ingin menyangkal.
Pasalnya, bagaimana bisa perempuan tamatan SMA yang selama bertahun-tahun bekerja di Jakarta sebagai buruh cuci di restoran kecil, bisa mendapatkan seorang lelaki kaya raya?
Semua itu tak masuk di akal. Evi sampai menduga-duga perkara buruk tanpa henti. Main pelet, hamil duluan, sampai menyebut kalau Aruna adalah seorang penggoda, telah ia sebutkan kepada orang-orang. Namun, tak ada seorang pun yang percaya.
Mereka menganggap Aruna sangat beruntung. Semua yang terjadi pada Aruna, adalah sebuah berkah. Sebab selama ini, perempuan berusia 24 tahun itu telah bekerja mati-matian untuk ayahnya, yang harus rutin melakukan cuci darah tiap minggu karena penyakit gagal ginjal.
"Selamat ya, Nak, Ayah ikut senang." Heru memeluk Aruna di acara sungkeman.
Sungguh tak di sangka, dua minggu lalu Aruna membawa Bastian ke rumahnya, mengatakan kalau mereka ingin meminta restu untuk menjalin sebuah ikatan pernikahan.
"Yah, Mas Bastian itu seorang duda. Dia punya satu orang anak, Fathan namanya. Ayah keberatan gak, kalau aku nikah sama Mas Bastian?"
Aruna bertanya di siang itu, menatap kedua mata sang ayah dengan sorot penuh harap akan mendapatkan jawaban jujur. Heru menggelengkan kepala. Ia tak akan masalah, asal putrinya mendapatkan tempat tebaik setelah pernikahan.
"Makasih ya, Yah. Aku minta doa dari Ayah," gumam Aruna kemudian mencium kedua tangan Heru dengan khidmat.
"Pasti akan selalu Ayah doakan, Run. Jadi istri yang baik, ya? Nurut apa kata suami kamu."
Aruna mengangguk, kemudian beralih pada ibu Bastian—Lusiana Widjaya.
"Aruna, Sayang, selamat datang di keluarga Widjaya." Perempuan paruh baya itu menyambut hangat. Dikecupnya kedua pipi Aruna. Ada setetes air mata yang jatuh saat ia menatap menantu barunya.
"Makasih, Mam. Aku mohon bimbingannya."
Acara sungkeman itu amat mengharu-biru. Bahkan Fathan, anak tunggal dari Bastian yang berusia tujuh tahun menangis tersedu-sedu. Keinginannya selama bertahun-tahun akhirnya dipenuhi oleh sang papa.
Fathan tumbuh tanpa seorang ibu. Hidupnya memang bergelimang harta. Tak ada mainan terbaru yang tak ia miliki. Namun, hidupnya begitu sepi. Ditambah, ia tumbuh menjadi anak pemurung karena teman-temannya selalu mengatakan, kalau Fathan adalah anak yang tak punya ibu.
"Kenapa nangis, Sayang?" tanya Aruna memeluk putra sambungnya.
Tak ada kalimat yang keluar dari bibir Fathan. Ia hanya menangis, sebagai bentuk bahagia yang paling nyata. Di belakang Aruna, Bastian pun menghampiri.
"Fathan bahagia sudah punya Mama?" tanya Bastian.
"Iya, Pa," jawab Fathan pelan.
Bastian mengangkat Fathan, membawanya ke dalam pelukan hangat yang sarat akan kasih sayang. Aruna tersenyum melihat pemandangan itu. Sejak pertama kali mengenal Bastian dan Fathan dua bulan lalu—setelah Aruna menolong Fathan dalam sebuah tabrak lari di dekat area sekolah—ia tahu kalau Bastian adalah lelaki yang penuh tanggung jawab.
Kala itu, Aruna menggunakan seluruh uang tabungannya untuk membayar biaya rumah sakit Fathan. Untunglah di rumah sakit tersebut, seorang dokter yang ikut menangani Fathan mengenal bocah lelaki itu. Dokter tersebut adalah teman lama Bastian.
Dihubungilah Bastian, sehingga lelaki itu datang tergesa ke rumah sakit. Bastian memang membayar semua uang yang telah dikeluarkan oleh Aruna sampai tiga kali lipat. Sejak saat itu, Aruna tahu kalau mereka adalah orang kaya.
Lama sekali tak bertemu, tiba-tiba di suatu sore yang mendung, Aruna didatangi dua orang lelaki berbadan kekar.
"Kami diminta menjemput Mbak Aruna ke rumah Pak Bastian." Begitu kata mereka, membuat Aruna sama sekali tak percaya.
Bagaimana kalau itu semua adalah trik penipuan yang akan membahayakan dirinya?
Akan tetapi, dua orang tersebut melakukan panggilan dengan Bastian. Barulah Aruna percaya dan datang ke sebuah rumah mewah yang terletak di kawasan elit. Di sana Bastian mengatakan, kalau Fathan selalu menyebut namanya tiap hari.
Entah mengapa, sebuah ide pun muncul. Aruna langsung bertanya pada Fathan, saat mereka ada di kamar bocah lelaki itu satu bulan lalu.
"Kamu mau gak, kalau Tante jadi mama kamu?"
"Mau, Tante! Aku mau!"
Ya, Aruna yang menawarkan diri pada Bastian dan Fathan. Kalau boleh bicara jujur, Aruna sangat frustasi karena tiap hari, ia harus banting tulang mencari uang untuk memenuhi biaya pengobatan ayahnya.
Pernikahan mewah pun dilangsungkan di kediaman Aruna, di sebuah kampung yang jauh dari kota Jakarta atas permintaan Heru yang tak sanggup jika harus menempuh perjalan jauh jika pernikahan diselenggarakan di ibu kota. Semua tetangga datang, terperangah bukan main karena Aruna bisa mendapatkan seorang lelaki kaya.
Setelah acara resepsi itu, Aruna masuk lebih dulu ke dalam kamar pengantin yang sudah disiapkan oleh Heru. Malam tiba, tetapi Bastian tak kunjung datang. Aruna memutuskan keluar dari kamarnya tepat tengah malam, di saat semua keluarganya sudah terlelap karena lelah dengan cara hari ini.
Membuka gorden ruang depan di rumahnya, Aruna tertegun melihat Bastian masuk ke dalam mobil, kemudian pergi di tengah malam yang gelap.
"Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Aruna sangat lirih.
*****
Bab 110 Ancaman Untuk Sandra"Papa tidak bisa menyentuh Bastian! Dia dijaga banyak orang!"Juanda kembali marah setelah mendengar perkataan Burhan di seberang sana. "Lakukan cara apapun, Pa! Jangan biarkan Bastian menang, karena kita harus mendapatkan Fathan! Ingat, Pa, sampai detik ini menantu Papa tidak bisa melahirkan anak laki-laki! Cuma aku yang bisa memberikan Papa penerus keluarga!"Setelah berucap sembarangan pada ayahnya sendiri, Juanda langsung mematikan sambungan telepon. Ia begitu emosi, lantaran tak ada seorang pun yang bisa diandalkan.Semuanya menyerah saat berurusan dengan Bastian."Apa yang mereka takutkan dari seorang Bastian Widjaya? Laki-laki tak sekuat kelihatannya! Bastian sangat lemah, apalagi jika orang-orang terdekatnya berhasil diusik!"Juanda memukul-mukul setir kemudi. Sekarang ia bingung harus merencanakan apa, lantaran kepalanya terasa penuh.Lantas beberapa saat kemudian, Juanda teringat pada Sandra. Perempuan itu mengatakan akan mendapatkan informasi te
Bab 109 Permintaan ArunaBastian tak memaksakan kehendak. Setelah Aruna mengatakan tidak, maka ia pun keluar dari kamar. Hanya saja, sekarang Bastian merasa bingung harus mengatakan apa pada Lusiana."Bas, Mami bingung harus menenangkan Fathan dengan cara apalagi. Tiap hari dia selalu menanyakan Aruna. Dia sangat rindu sama ibunya, Bas. Tolong beri tahu Aruna soal Fathan. Mami gak tega melihat Fathan terus murung tiap harinya karena gak bisa ketemu sama Aruna."Untuk menyampaikan hal tersebut, siang tadi Lusiana menemuinya di kantor. Bastian pun mengatakan kalau ia akan bicara pada Aruna. Karena bagaimanapun, kebahagiaan Fathan adalah nomor satu.Sebenarnya, sejak Fathan tinggal di rumah Lusiana, Bastian sudah mengkhawatirkan hal seperti ini, mengingat istri dan anaknya sangat dekat. Fathan pastilah merasa bingung, karena mendadak ia tak bisa menemui Aruna.Jangankan bertemu secara langsung, bicara melalui telepon saja tidak pernah bisa."Apa aku harus memohon pada Aruna, atau mengata
Bab 108 Diary Berlian"Dari baunya, warna kertasnya yang sebagian sudah menguning, buku ini bukan buku baru," gumam Aruna, setelah membuka asal beberapa lembar dari buku harian milik Berlian.Aruna memang sangat berhati-hati, karena ia berpikir kemungkinan besar Bastian akan menipunya, mengingat kamar ini berada di rumah lelaki itu."Aku putuskan, kalau ini memang buku harian milik mendiang Berlian." Aruna bergumam lagi. Sembari mengangguk setelah mendapatkan keyakinan, akhirnya ia membuka halaman pertama.[Kata orang, awal memasuki dunia perkuliahan adalah masa-masa terindah untuk jatuh cinta. Dan sejak pertama kali masuk kuliah, aku sudah jatuh cinta dengan seorang kakak tingkat. Kemarin malam saat acara wisuda cinta pertamaku ini, aku memberanikan diri memberikan dia buket bunga. Senang sekali, karena dia menerima dan menanyakan namaku!]Tanpa sadar, Aruna ikut tersenyum membaca isi hati Berlian yang tertuang dalam sebuah catatan. Membuka halaman kedua, Aruna pun ikut merasakan bet
Bab 107 Pembalasan BastianHari ini Juanda merasa sangat bahagia. Semuanya sesuai dengan rencana yang telah disusun. Kedua orang tuanya akhirnya mengizinkan ia menikahi Aruna, agar kelak bisa mengambil alih Fathan. Selain itu, Burhan juga bermurah hati memberikan fasilitas lain, seperti bodyguard yang mulai besok akan berjaga di villa, juga tentunya nominal uang yang tak sedikit.Sekarang, Juanda tengah melakukan perjalanan menuju villa. Ia akan mengajak Aruna makan malam di luar, tentunya di lokasi yang jauh sekali dari kediaman Bastian.Akan tetapi, saat mobilnya sudah dekat dengan area villa, Juanda keheranan karena ada banyak orang berbondong-bondong ke arah tempat tinggalnya."Kenapa mereka naik ke bukit? Ada apa ini?" tanya Juanda mulai merasa was-was.Saat itu juga, ia menambah laju kendaraan. Saat semakin dekat, barulah Juanda melihat kepulan asap yang berasal dari dalam villa. Kontan saja lelaki itu keluar dari mobil dengan langkah begitu cepat."Kenapa rumahku bisa terbakar?
Bab 106 Rencana LicikJuanda telah tiba di kediaman keluarga Raharja. Dengan langkah ringan, ia masuk begitu saja, tak memedulikan tatapan para asisten rumah tangga yang terkejut akan keberadaannya.Sudah lama sekali Juanda tak pulang, karena selama ini ia selalu bersembunyi di beberapa tempat untuk menghindari dendam kesumat keluarga Widjaya. Lantas sekarang, Juanda punya alasan mengapa tiba-tiba saja ia pulang ke rumah.Pertama, Juanda ingin mengambil dokumen-dokumen penting miliknya. Kedua, ia harus meminta uang pada Burhan. Lalu yang ketiga, Juanda akan membeberkan rahasia besar yang selama ini disembunyikan rapat-rapat oleh keluarga Widjaya."Seenaknya kamu pulang ke rumah tanpa pernah memberi kabar keluarga kamu sendiri!" Burhan menghampiri Juanda yang tengah sibuk di kamarnya.Asalnya Burhan tengah berada di kantor, tapi orang-orang di rumah kompak memberi kabar serupa, bahwa Juanda ada di rumah. Maka dari itu ia memutuskan untuk pulang. Sementara sang istri akan menyusul setel
Bab 105 Lusiana Dan Aruna Bersitegang"Kamu pikir aku akan percaya, Mas?" tanya Aruna dengan tawa. "Setelah menyaksikan sendiri betapa kasar perlakuan kamu, aku memutuskan untuk tetap percaya pada Juanda!" putusnya berdiri tegak."Tidurlah di kamar ini, dan cari tahu semuanya sendiri. Jawaban yang sebenarnya ada di sini," ucap Bastian ikut berdiri."Aku mau keluar dari rumah ini, Mas! Aku gak mau jadi istri dari seorang pembunuh seperti kamu!""Apa maksud kamu?!" Lusiana yang baru saja tiba dan mendengar semua perkataan Aruna, langsung masuk ke dalam kamar dengan wajah penuh amarah."Siapa pembunuh yang kamu maksud?!" tanyanya tetap membentak."Anak Mami adalah pembunuh!" jawab Aruna menunjuk Bastian. "Jangan sembunyikan apa pun lagi, karena aku sudah tau semuanya! Sekarang, lebih baik kalian semua lepaskan aku dari sini!"Lusiana sungguh tak menyangka, Aruna berani mengatakan kalimat di luar nalar seperti itu. Amarahnya melesat naik, ia siap membantah dan kembali memarahi sang menant
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments