Demi biaya perawatan sang ayah, Alana rela ikut kakaknya menghadiri pesta ulang tahun seorang teman. Ia tak tahu, kehadirannya malam itu bukan sekadar menemani, tapi ia dijual oleh kakaknya. Namun takdir bermain lain. Dalam keadaan mabuk, Alana salah masuk kamar dan justru menghabiskan malam bersama Dave-pria asing yang tak ia kenal . Pagi harinya, kemarahan sang kakak meledak karena gagal mendapatkan uang. Alana pun terjebak dalam kebingungan dan keputusasaan. Hingga Dave datang kembali, menawarkan bantuan, tapi itu tidak gratis. “Aku mau kamu menikah denganku.”
View MoreAlana menatap pria di hadapannya dengan penuh harap.
Di seberang meja, Davendra, mantan kekasihnya, tidak bereaksi. Pria itu hanya menyesap kopinya dengan gerakan perlahan dan terukur, seolah waktu adalah milik Dave sepenuhnya.
Satu jam yang lalu, Alana menelepon Dave, menekan rasa malunya dalam-dalam untuk meminta pertemuan ini.
Ia tidak punya pilihan lain lagi selain meminta tolong pada Dave. Semua teman-temannya sudah didatangi, tetapi tidak ada satu pun yang bisa membantunya.
Dave adalah satu-satunya yang diharapkannya dapat membantu.
Demi ayahnya yang sedang terbaring di rumah sakit, Alana rela menelan harga dirinya untuk berhadapan dengan seseorang yang dulu pernah ia lukai.
Pria di hadapannya kini bukanlah Dave yang dulu ia kenal. Remaja hangat dengan senyum tulus itu telah lenyap, digantikan oleh sosok pria dewasa dengan tatapan mata yang dingin.
“Apa aku tidak salah dengar? Seorang Alana Shanara meminjam uang pada seorang pria sepertiku?” Satu sudut bibir Dave terangkat tipis.
Alana menelan salivanya, tenggorokannya terasa kering. Ia menarik napas dalam-dalam, menguatkan dirinya dan tetap berusaha tenang.
Ia mengambil napas dan menghembuskannya pelan sebelum berkata, “Iya, Dave. Aku sangat butuh uang untuk biaya rumah sakit ayahku. Aku sudah berusaha meminjam ke mana-mana, tapi tidak ada yang bisa membantuku. Jadi … tolong bantu aku.”
Tatapan Dave datar dan dalam. Tidak ada ekspresi terkejut. Ia hanya menatap lurus pada Alana sambil meletakkan cangkirnya tanpa suara. “Berapa?” tanyanya.
Ketika ada secercah harapan, mata Alana berbinar. Kali ini Alana tidak akan melepaskan kesempatan itu.
“Seratus juta,” ucapnya lirih.
Dave mengangkat sebelah alisnya. Hanya itu reaksinya, namun cukup membuat harapan Alana kembali goyah. “Kamu sadar itu jumlah yang besar?”
Reaksi itu membuat Alana takut. “Aku tahu itu jumlah yang besar, Dave.” Ia menundukkan pandangannya, menatap jemarinya yang saling meremas di pangkuan.
Biaya itu cukup fantastis karena untuk rawat inap selama ini dan biaya operasi yang akan diadakan sang ayah dua hari lagi.
Wajah Dave kembali netral. Tatapan yang lekat dan dalam tertuju pada Alana “Apa jaminan yang bisa kamu berikan padaku?” tanyanya.
Alana menegakkan wajahnya. Menatap Dave dalam. Ia membeku beberapa detik.
Jaminan? Jaminan apa yang pria ini maksud? Ia tak punya apa-apa lagi.
“Aku tidak punya jaminan apa pun …” ucapan Alana tergantung sedetik, saat melihat perubahan di raut wajah Dave. “Tapi, aku akan membayarnya dengan mencicil!” seru Alana cepat, tak ingin Dave langsung menolaknya.
Dave bersandar di kursinya. “Jika dicicil, berapa lama?” tanyanya menelisik.
Alana termangu. Saat ini ia berencana melamar pekerjaan sebagai desainer. Jika dilihat dari lowongan pekerjaan yang dilihatnya tempo hari, gaji yang diberikan adalah lima juta.
Jika ia memberikan seluruh gajinya untuk membayar hutang, artinya ia butuh waktu dua puluh tahun.
Namun, ia tidak mungkin memberikan seluruh gajinya. Ia juga butuh untuk hidup sehari-hari dan memberikan uang pada ayahnya.
Pikiran Alana berkecamuk.
Jika dia memberikan setengah gajinya. Artinya ia akan membayar hutang itu selama empat puluh tahun. Itu jauh lebih lama dibanding memberikan seluruh gajinya.
Empat puluh tahun adalah waktu yang begitu lama. Tidak mungkin ia sanggup selama itu.
Dave seolah bisa membaca keraguan Alana. “Aku bukan orang kaya yang bisa menunggu lama. Jadi, bagaimana caramu membayarnya?” Tatapan pria itu tajam, namun suaranya begitu tenang.
Sejenak keheningan menyergap.
Sebelum Alana bisa menjawab, Dave mencondongkan tubuhnya ke arah Alana. Tangannya dilipat di atas meja.
Merasakan dominasi pria di depannya yang begitu kuat, membuat tubuh Alana menegang. Ketakutan seketika menyergapnya.
Jarak yang begitu dekat membuat Alana terpaku. Aroma tubuh pria itu yang menyeruak, membuatnya sulit bernapas.
Dan wajahnya yang begitu dekat, Alana sadar Dave masih begitu tampan. Sama seperti dulu. Hanya saja kali ini auranya begitu dingin. Tatapannya begitu menakutkan.
“Ada cara lain agar kamu bisa mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit ayahmu.”
Mata Alana berbinar. Harapan yang nyaris pupus tadi kembali berkembang. “Bagaimana caranya aku mendapatkan uang untuk biaya rumah ayahku?” tanyanya.
“Menikah denganku.”
“Apa?!” Alana membelalak ketika mendengar apa yang diinginkan oleh pria di depannya. Tubuhnya menegang, nyaris kehilangan kendali.
Dave hanya diam, mengamati keterkejutan Alana dengan tatapan yang tenang dan dingin.
“Apa … kamu sedang bercanda?” tanya Alana menelisik.
“Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?” Dave menarik senyum menyeringai dengan dingin.
“Kenapa kamu mengajak aku menikah?” Alana berusaha untuk tetap tenang, walaupun saat ini perasaannya campur aduk.
Dave tetap tenang. Menjauhkan tubuhnya dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Pandangannya lurus pada Alana. Ia tampak santai. Seolah topik pernikahan yang baru saja dibahasnya ini bukan hal besar.
“Bukankah ada harga yang harus dibayar?”
Alana masih tidak habis pikir dengan permintaan Dave. “Iya, tapi apa harus dengan pernikahan?” tanyanya.
Dave hanya mengangguk singkat dan satu alisnya terangkat tipis.
Wah, Alana tidak bisa percaya dengan yang dia lihat. Dave gila. Dan Alana sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. “Kamu pikir pernikahan itu permainan?!”
Dave lagi-lagi tampak santai dengan kedua bahunya terangkat pelan.
“Aku tidak mau menikah denganmu!” kata Alana menatap Dave dengan tajam.
“Itu semua dari bosku.” Alana menatap tak percaya. Ia membuka lagi kantong plastik yang lain. Ada tahu, tempe, buah, dan juga bumbu. Jumlahnya cukup banyak. Namun, saat mengingat jika Dave bekerja di perusahaan besar, pastinya bosnya adalah orang kaya. “Bosmu baik sekali, memberikan makanan sebanyak ini.” Lengkungan senyum tertarik di sudut bibirnya. “Ini hanya sisa dari dapur bosku. Aku harus meminta sisa bahan agar bisa bertahan hidup.” Dave menatap lekat wajah Alana. Alana tersentuh, meskipun semua bahan makanan ini pemberian bosnya Dave, tetapi usaha yang dilakukan Dave tetap sangat berarti bagi Alana.Jika ada banyak bahan makanan gratis sebanyak ini, mereka akan bisa berhemat. “Cepat masak. Aku sudah lapar.” Alana mengangguk. Tak membuang waktu ia segera membuat masakan dari bahan-bahan yang dibawakan Dave. Sup ayam dengan tempe goreng menjadi makanan yang dibuat Alana. Makanan sudah jadi. Tersaji di atas meja makan. Aroma gurih yang tercium mengunggah selera siapa pun
Alana terperangah. Sopir? Dave yang dengan tenang menawarkan seratus juta, yang auranya bisa membuat seisi ruangan terdiam, bekerja sebagai seorang sopir?Alana tidak menyangka jika Dave bekerja sebagai sopir. Alana tahu, Dave adalah anak yang pintas semasa sekolah dulu. Jadi, paling tidak, seharusnya Dave dapat jabatan tinggi di perusahaan itu.“Kenapa? Kamu kecewa karena aku hanya seorang sopir?” Suara Dave yang datar menarik Alana dari lamunannya.“Tidak-tidak,” elak Alana cepat. Terlalu cepat. “Kerja apa saja yang penting halal,” jawabnya lagi seraya menarik senyum kaku.Sayangnya, senyum itu tidak membuat Dave ikut tersenyum juga. Dave hanya menatap Alana, membuat suasana menjadi semakin tidak nyaman. Keheningan mulai menyelimuti. Suasana ini membuat Alana memilih menghindar.“Aku akan mandi dulu.” Alana bergegas bangkit dari duduknya.Langkahnya diayunkan ke lemari yang berada di sudut kamar untuk mengambil baju. Tanpa banyak bicara lagi, dia bergegas ke kamar mandi.Di kamar m
Mereka saling beradu pandang.Menatap wajah Dave dari jarak sedekat ini membuat Alana tertegun.“Sebaiknya kamu lebih hati-hati,” ucapnya.“Maaf, spreinya terlalu tinggi. Jadi aku tidak bisa mencapainya,” jawab Alana membela diri.Ia buru-buru menegakkan tubuhnya. Kali ini lebih hati-hati agar tidak terjatuh untuk ketiga kalinya.Sayangnya, tangan Dave yang masih berada di pinggangnya.“Bisakah kamu melepaskan aku?” tanya Alana kikuk. Dave masih tidak melepaskannya untuk beberapa saat.Mendapati pertanyaan itu, Dave buru-buru melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Alana. Kemudian mengambilkan sprei di lemari paling atas.“Ini,” ujarnya seraya memberikan sprei pada Alana, namun pandangannya tidak tertuju pada Alana.Alana tercenung sesaat. “Terima kasih.” Lalu menerima sprei itu dan mengganti sprei lama dengan dengan yang baru.Sekarang apartemen sudah bersih. Sudah nyaman untuk ditempati.Dave memerhatikan apartemen yang telah bersih juga kasur yang telah berubah spreinya. Ia
Pandangan Alana kosong melihat buku nikah yang dipegangnya. Alana masih tidak percaya kini ia sudah menjadi seorang istri. Pernikahan seperti mimpi karena berlangsung begitu cepat seolah semua sudah disiapkan.Sekarang Dave mengajak Alana untuk pergi dengan menaiki mobil miliknya. Alana tidak tahu ke mana Dave akan membawanya. Ia hanya mengikuti saja.[Dari mana kamu dapat uang untuk membayar semua biaya rumah sakit?]Satu pesan dari mamanya itu, Alana langsung tahu jika biaya rumah sakit sudah dibayar oleh Dave.Ada perasaan lega menghampiri hati Alana ketika biaya rumah sakit sudah bisa dipenuhi. Tinggal nanti ayahnya akan melakukan operasi dengan lancar.Tak masalah bagi Alana jika harga yang dibayarnya cukup mahal yaitu pernikahan. Yang terpenting ayahnya bisa sehat.Mengingat mama tirinya, Alana teringat jika pernikahan ini akan menimbulkan masalah jika mamanya tahu. Karena itu dia berniat merahasiakan semua.“Bisakah pernikahan ini dirahasiakan dari keluargaku dulu?” pinta Alana
“Belum, Ma.” “Kamu ya!” Arini menarik tangan Alana dan mencengkeramnya erat. Suaranya lirih agar sang suami tidak bangun, tapi tidak mengurangi intimidasi yang dilakukan pada Alana.“Aacchhh ....” Alana merintih pelan agar sang ayah tidak bangun. “Kenapa Mama seperti ini?” tanyanya.“Seharusnya kamu bawa uang ke sini?” Tatapan Arini begitu dipenuhi kebencian. “Kamu memang tidak ada gunanya sama seperti ayahmu!” Kali ini Arini melepaskan cengkeraman di tangan Alana.Alana memegangi bekas cengkeraman Arini. Berharap dapat meredakan rasa sakit. Tetapi, rasa sakit di hatinya lebih perih karena ucapan Arini tentang ayahnya.Hanya saja, saat ini Alana sudah tidak memiliki tenaga untuk berdebat. “Aku akan segera mencari uang untuk biaya rumah sakit, Ma. Tenang saja,” ucapnya meyakinkan. Pikirannya saat ini hanya dipenuhi tentang ayahnya.Arini mendengus kesal. Tatapannya penuh cibiran pada ucapan Alana. Seolah tak percaya.“Mencari-mencari! Kamu pikir akan mudah mencari uang dalam semalam!”
Dave tidak menjawab. Ia hanya menatap Alana, dan hanya tersenyum tipis di sudut bibirnya. Bukan senyum ramah, melainkan senyuman penuh percaya diri yang membuat Alana merasa terpojok.Senyuman itu membuat Alana merasa sangat tidak nyaman dan cemas.“Kamu butuh biaya untuk ayahmu dan aku bisa membantumu,” kata Dave, suara tenang dan datar, sama sekali tidak menunjukkan beratnya topik yang sedang mereka bicarakan. “Cukup menikah denganku. Persyaratan yang sederhana, bukan?”Alana menggigit bibirnya. Ia tahu tawaran itu sangat menggiurkan. Di saat ia sedang kalang kabut mencari uang, tiba-tiba Dave memberikan bantuan.Tapi, kenapa harus dengan menikah?Pikiran Alana berkecamuk.Namun, Alana menarik napas dalam-dalam, menegakkan punggungnya. Alana dengan tenang menatap balik pria itu dan berkata, “Terima kasih atas penawarannya, tapi aku tidak perlu bantuanmu lagi.”Menerima bantuan Dave artinya Alana harus berurusan dengan mantan kekasihnya itu.Untuk saat ini, prioritas utamanya adalah a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments