Share

Anak Kembarku dengan Kakak Ipar
Anak Kembarku dengan Kakak Ipar
Author: yuiiii

Bab I. Kenyataan Pahit

Arisha mengerjapkan matanya beberapa kali tatkala merasa silau karena merasa adanya sinar matahari yang menusuk matanya. Dengan muka bantalnya, Arisha bangkit dari tidurnya. Matanya seketika terbelalak saat ia menyadari sesuatu.

Tubuhnya polos tanpa satu helai pakaian yang menutupinya. Hanya selimut yang membalut tubuhnya saat itu. Arisha melihat ke arah sisi sampingnya, seorang laki-laki sedang tertidur pulas dengan kondisi tubuh yang sama dengannya.

Seketika rasa sesak di dadanya begitu terasa. Pipinya mulai terasa basah karena air matanya yang mulai mengalir dari mata indahnya. Ingatan tentang kejadian tadi malam terputar kembali di otaknya. Dirinya yang diminta ikut untuk pergi ke pesta ulang tahun calon kakak iparnya ternyata membuat dirinya masuk ke dalam lubang kehancuran. Suara tangisan lolos dari bibirnya membuat laki-laki di sampingnya merasa tidurnya sedikit terusik karenanya.

Laki-laki itu terbangun dengan wajah yang terlihat masih mengantuk membuat Arisha semakin mengeraskan suara tangisnya yang tidak mampu ia tahan. Mata Ilham yang tadinya menyipit karena rasa kantuk yang masih terasa, kini membelalak saat menyadari ada sesuatu yang salah. Ia mengucek matanya beberapa kali untuk memastikan siapa gadis yang ada di satu kasur yang sama dengannya.

“A ... Arisha ... ?” Ilham tidak percaya saat menyadari calon adik iparnya itu tengah duduk di atas kasur yang sama dengannya dengan kondisi tubuh yang sama polosnya gadis itu menangis memeluk kedua lututnya.

“Ke ... kenapa bisa?” gumam Ilham masih dengan rasa terkejutnya.

“Arisha ... maaf,” ujar Ilham merasa bersalah karena melihat Arisha yang masih menangis hebat.

Arisha menggelengkan kepalanya. Tidak, bagaimana bisa Arisha semudah itu untuk memaafkannya? Apa sebuah kata maaf bisa membuat keadaannya kembali seperti semula?

“Maaf,” ucap Ilham lagi seraya mencoba menyentuh tangan Arisha tetapi dengan cepat Arisha menepisnya dengan kasar.

“Apa setelah Mas minta maaf semua keadaan bisa kembali seperti sebelumnya?” tanya Arisha yang kini menatap Ilham dengan tajam tetapi Ilham bisa melihat ada kilatan rasa kecewa diantaranya.

Ilham bisa melihat jelas tatapan Arisha, tatapan yang penuh dengan rasa sakit karena perbuatan bejatnya tadi malam. Ada sedikit rasa sesal karena ia tidak bisa menahannya. Namun, siapa juga yang bisa mengontrol diri saat sedang dipengaruhi minuman beralkohol?

“Semalam terjadi begitu saja, saya mabuk, Arisha. Saya minta maaf,” ujar Ilham memohon dengan tidak tau dirinya.

“Lalu kenapa harus aku!? Padahal ada Kak Kian atau perempuan lain. Tapi kenapa harus aku, Mas!?” balas Arisha yang tidak bisa menahan emosinya.

“Saya juga gak tau, saya gak sadar. Maaf, Arisha ....”

Arisha tidak mau mendengar lagi ucapan dari calon kakak iparnya itu yang menurutnya sangat bejat dan tidak berperasaan. Ia lebih memilih bangkit dari tempat tidur lalu memungut bajunya yang sudah tercecer di lantai dan segera mengenakannya.

Ada sedikit rasa perih di selangkangannya membuat Arisha reflek meringis kesakitan. Sebuah pertanda kalau tadi malam memang terjadi sebuah tragedi yang benar-benar ingin Arisha lupakan. Iya, ia cukup ingat betul apa yang terjadi padanya semalam.

“Kamu gak apa-apa?” tanya Ilham yang masih diam di tempatnya, terlihat raut wajah cemasnya.

“Apa aku perlu jawab pertanyaan itu, Mas Ilham?” balas Arisha balik bertanya dengan sinisnya. Ilham seketika menutup mulutnya, wajah tegasnya kini tidak mengekspresikan apa-apa. Arisha sendiri tidak tau apa yang sedang laki-laki itu pikirkan.

Karena tidak mau berlama-lama dengan calon kakak iparnya di kamar itu, Arisha memutuskan untuk pergi dari sana membiarkan Ilham dengan pikirannya sendiri. Ilham sendiri pun terlihat tidak menahan kepergian Arisha.

***

Kasur empuk milik Arisha kini menjadi satu-satunya tujuan Arisha saat seharusnya ia menyantap makan malamnya. Ia memilih kembali merebahkan tubuhnya di sana. Sudah sebulan sejak kejadian tragedi skandal dirinya dengan Ilham, calon kakak iparnya. Kini Arisha harus dibuat resah karena ia baru saja merasa mual setelah melihat hidangan di meja makan tadi.

“Gimana bisa aku liat capcay yang pada dasarnya adalah makanan favorit aku bisa buat aku mual?” tanya Arisha ada dirinya sendiri sambil mengelus-elus perutnya tanpa sadar.

Hanya dirinya sendiri yang saat ini bisa ia ajak bicara. Ia tidak punya siapa-siapa, teman, sahabat, Arisha tidak memiliki itu semua. Seseorang yang selalu mendengar keluh kesahnya pun kini sudah tidak ada. Hanya almarhum neneknya yang selalu ada untuknya sebelumnya.

Tapi, bila sang nenek masih ada dan mendengar ceritanya kali ini, sepertinya beliau akan sangat kecewa padanya. Arisha larut dalam pikirannya yang kalut. Hingga tanpa sadar ia memejamkan matanya dan tertidur tanpa makan malam di malam itu.

Arisha keluar dari kamarnya, ia terlihat sudah bersiap dengan tubuhnya yang terasa lebih segar dari sebelumnya. Pagi hari yang cerah membuat Arisha memutuskan untuk pergi kuliah dengan semangat yang tersisa dalam dirinya. Namun, baru satu langkah ia menginjakkan kakinya, rasa mual di perutnya kembali terasa.

Perut ratanya itu bahkan belum ia isi dengan makanan dari semalam. Pagi ini apa yang akan Arisha keluarkan dari perutnya itu? Pikirnya. Merasa perutnya mual, ia kembali masuk ke dalam kamarnya dan berlari ke arah kamar mandi yang ada di dalam kamarnya tersebut.

Hanya cairan kental berwarna bening yang keluar dari mulutnya. Iya, hanya itu yang bisa Arisha muntahkan. Setelah dirasa sudah merasa lebih baik, Arisha membasuh wajahnya.

Bisa ia lihat, wajah pucatnya terpantul di kaca cermin. Melihat wajahnya sendiri, Arisha bertekad, ia harus memeriksakan kondisinya. Memang sebuah keputusan yang benar untuk mencari tau dan memastikan apa yang sedang Arisha alami, bukan?

Di sore hari, setelah Arisha menyelesaikan jam kuliahnya, ia pergi ke sebuah apotik yang jauh dari rumahnya. Ia sengaja menjauh karena tidak mau ada yang mengenalinya. Ia mencari tau dimulai dari membeli beberapa alat tes kehamilan atau yang biasa disebut dengan testpack dengan berbagai macam merek.

Sebuah toilet umum menjadi saksi di mana tangan Arisha bergetar saat melihat semua garis di alat tes kehamilan tersebut menunjukkan dua garis yang menandakan kalau ia hamil. “Aku ... hamil?” gumam Arisha tidak percaya.

Tangisnya seketika pecah di dalam kamar mandi umum tersebut. “Gimana? Aku harus gimana? Apa aku harus gugurin?” gumam Arisha lagi pelan.

Tubuhnya lemas, apa yang harus Arisha lakukan sekarang? Ia benar-benar bingung saat mengetahui kenyataannya. Sebuah kenyataan pahit setelah sang nenek menginggalkannya. Untuk banyak wanita mungkin akan senang bila mengetahui dirinya hamil tapi, itu dikhususkan untuk yang sudah berumah tangga. Sementara Arisha? Punya pacar saja tidak.

Meminta pertanggung jawaban dari calon kakak iparnya? Arisha tidak ada pikiran untuk itu karena ia tau kalau beberapa hari lagi kakaknya dan Ilham akan melangsungkan pernikahan. Namun, apa yang harus dilakukannya sekarang? Mengugurkannya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status