Aruna melangkahkan kakinya menuju ke sebuah warteg. Perutnya sangat lapar ditambah tubuhnya terasa lemas. Hari ini ia pindah ke kosan baru. Ada Niken sahabatnha yang membantu, namun tidak lama karena mama Niken terus menelepon.
Akhirnya setelah berjalan sekitar 10 menit dari kosan ia menemukan warteg terdekat. Ia segera memesan sepiring nasi beserta lauk dan sayur kemudian menyantapnya dengan cepat. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00, sudah cukup malam. Lingkungan di sekitar kosan Aruna termasuk sepi, membuat Aruna ingin segera pulang.
Setelah membayar makanannya, Aruna melangkahkan kakinya dengan cepat. Perasaanya tidak baik baik saja. Apalagi jalan yang ia lewati termasuk sepi karena jalan alternatif jika macet di jalan utama.
Perasaan was was Aruna menjadi kenyataan, di depannya nampak dua orang pemuda yang nampak dalam kondisi mabuk berjalan ke arahnya. Aruna merasakan tubuhnya merinding dan ketakutan. Apalagi saat kedua orang pemuda itu semakin dekat dengannya.
"Hai cantik!. Mau kemana?. Abang anterin ya..." ucap salah satu pemuda. Nafasnya sangat jelas tercium bau alkohol.
"Jangan dekati saya!. Ayah saya polisi!" teriak Aruna berbohong. Ia harap dengan berkata seperti itu, kedua pemuda itu akan ketakutan.
"Hahahaha. Kalau ayahmu polisi. Bapakku jendral. Mau apa kau?!." ucap pemuda satunya lagi dengan tawanya yang menyeramkan. Bukan hanya itu, tangan pemuda itu bahkan berani menyentuh pundak Aruna.
"Sudah! jangan banyak melawan!. Ikut saja kami!." ucap salah satu pemuda tersebut.
Dalam panik dan takutnya, Aruna tidak mau menyerah. Tiba tiba ia menendang salah satu pemuda, kemudian berlari secepat kilat.
"Sialan!." ucap kedua pemuda tersebut, mereka pun segera berlari mengejar Aruna.
Aruna hampir putus asa karena nyaris terkejar. Namun harapannya muncul saat ia melihat seorang pria sedang berdiri di pinggir jalan sembari menelepon. Segera Aruna berlari menghampiri pria tersebut.
"Tuan tolong saya. Saya di ganggu oleh dua pemuda mabuk!." Aruna memohon kepada pria tersebut.
Pria tersebut menatap Aruna. Ia langsung terkesima melihat kecantikan Aruna apalagi ketika matanya fokus pada dua gundukan milik Aruna yang nampak besar dan menggoda.
"Aku akan menolongmu. Tapi kau harus mau tidur denganku." ucapnya dengan nakal.
Aruna membelalakkan matanya. Ini seperti keluar dari mulut singa namun masuk ke mulut buaya. Aruna ingin menolak namun ia melihat kedua pemuda mabuk itu semakin mendekat.
"Ba...baiklah. Saya mau tuan." jawab Aruna pasrah.
"Oke!. Pegang ucapanmu." Ucap pria tersebut kepada Aruna. Aruna langsung mengangguk untuk meyakinkan.
Seringai tipis muncul di wajah pria tersebut. Ia adalah Dirga. Seorang Ceo sebuah perusahaan ternama. Mobilnya mogok di jalan tersebut, ia baru saja menelepon sang asisten untuk datang menjemputnya. Namun siapa sangka jika saat ini ia dihadapkan pada kejadian ini. Sisi nakal sebagai seorang pria, kini bangkit karena sosok gadis dihadapannya sekarang.
Dua orang pria yang mengejar Aruna semakin dekat. Dan tanpa basa basi, Dirga menghajar keduanya. Aruna yang melihat hal itu menggunakan kesempatan tersebut untuk segera pergi dari sana. Ia tak sudi untuk memenuhi janjinya tidur dengan pria tersebut. Dengan secepat kilat, Aruna berlari menuju ke kosannya. Ia akan melupakan semua kejadian ini, toh tak mungkin rasanya Aruna akan bertemu kembali dengan pria tersebut.
Dirga menatap remeh kedua pria yang tergeletak berdaya di jalan tersebut. Dengan keahlian bela dirinya, dia dengan mudah melumpuhkan kedua orang tersebut.
"Lihatlah! kau sudah aman sekarang. Sekarang waktunya kau menepati janjimu." Dirga berkata sembari berbalik badan. Namun ia sungguh terkejut saat tidak mendapati gadis yang ia tolong disana.
"Kurang ajar. Kemana dia pergi?!. Berani sekali dia menipuku!." Dirga meninju udara. Ia merasa sangat kesal.
"Awas saja kalau bertemu lagi. Akan ku buat dia membayar janjinya!." ucap Dirga penuh amarah.
Satu Bulan Kemudian.
Aruna menatap lesu map yang ia bawa. Sudah kesana kemari mencari pekerjaan namun tak kunjung ada panggilan. Uang tabungannya sudah menipis. Setelah kepergian papanya, ia harus berjuang sendirian. Kepergian sang papa meninggalkan hutang, sehingga rumah Aruna harus di sita oleh bank. Aruna benar benar tak menyangka akan menjadi yatim piatu. Setelah mamanya meninggal saat ia masih Smp. Sekarang sang papa pergi untuk selama lamanya. Tidak ada keluarga yang merangkulnya, semua menutup mata atas kesulitan Aruna. Aruna masih beruntung karena sang papa meninggalkan tabungan meski tak banyak.
Ia menyesap teh hangatnya sembari menatap langit langit kamar kosannya yang sempit.
"Aku harus kuat. Aku harus bisa!. Aku harus semangat. Aku tahu papa dan mama sedang menatap dari atas sana." Aruna bicara seperti itu, airmata mengalir di wajahnya tanpa bisa ia tahan.
Saat sedang menikmati kegalauan hatinya. Ponselnya berdering. Ia tahu siapa yang menelepon, pasti Niken. Karena selama ini yang rajin menghubunginya hanyalah Niken.
"Halo Ken." sapa Aruna.
(Na, kamu di kosan?. Aku kesana sekarang ya. Ada yang penting ingin Aku sampaikan.)
"Aku pasti di kosan Ken, yasudah aku tunggu di kosan ya." Aruna mengakhiri panggilan setelah Nike. menginyakan. Ia penasaran apa sebenarnya yang akan Niken sampaikan.
************
Niken masuk ke kamar kosan Aruna sembari menenteng kantong berisi minuman boba kesukaan Aruna dan makanan ringan. Mata Aruna berbinar melihatnya. Sebagai anak kosan tentu sangat menyenangkan ketika ada yang membawakan makanan.
"Terimakasih ya Ken." Mata Aruna berbinar menerima minuman boba yang Niken sodorkan. Ia langsung menyedot minumannya. Rasanya sangat enak bagi Aruna.
"Sama sama." jawab Niken, ia pun duduk sembari menyedot minumannya.
"Jadi apa yang mau disampaikan?. Katanya penting?." Aruna menatap serius Niken.
"Belum dapat pekerjaan kan?. Mau tidak jadi babysitter di rumah om dan tanteku?." ujar Niken santai.
"Uhuk! Uhuk!." Aruna terbatuk batuk mendengar tawaran Niken.
Niken menepuk nepuk pundak sahabatnya. "Makanya minumnya pelan pelan. Tidak ada yang minta ini." omel Niken.
"Bukan itu masalahnya. Aku terkejut karena kau menawariku jadi babysitter. Apakah kau serius?."
Niken mengangguk pasti. "Aku serius. Mereka butuh cepat. Dan aku merekomendasikanmu."
Aruna nampak berfikir. Ia sangat butuh pekerjaan saat ini. Dan sepertinya hanya ini yang bisa ia dapatkan dengan cepat.
"Aku mau Ken." jawab Aruna akhirnya.
"Good!. Kalau begitu, kemasi barang barangmu. Besok kau akan segera pindah ke rumah om Dirga dan tante Maya. Lumayan kan, kau tidak perlu membayar sewa kosan dan disana kau bisa makan gratis. Uangnya bisa kau tabung. Siapa tahu bisa lanjut kuliah nantinya."
Aruna mengangguk angguk mendengar ucapan Niken. Semangatnya kembali menyala.
"Siap bos." Aruna meletakkan tangannya di dahi seperti bersikap hormat pada Niken. Membuat Niken menoyor kepala sahabatnya.
"Besok aku akan kesini menjemputmu. Dan aku sendiri yang akan mengantarkan kau kesana."
****************************
Esoknya, setelah membereskan kosan dan membawa semua barangnya Aruna dengan di antar Niken menuju ke rumah Om Dirga dan Tante Maya. Niken menjamin seratus persen jika Aruna akan diterima bekerja.
Saat mobil Niken sampai di depan gerbang dan membunyikan klakson, security yang melihat langsung membukakan gerbang. Rumah Om Dirga dan Tante Maya sangat luas dan megah. Niken memarkirkan mobilnya di garasi yang luas di rumah tersebut.
"Ayo turun." ajak Niken. Aruna mengangguk dan bergegas mengikuti langkah kaki Niken.
Niken menekan bel rumah. Tak berselang lama pintu di buka. Dan muncullah sosok wanita setengah baya.
"Silahkan masuk Non." ucap wanita itu ramah.
"Tante Maya sama Om Dirga ada kan mbok Nah?." tanya Niken.
"Ada non. Ini kan hari minggu. Tuan dan Nyonya juga sudah menunggu non di taman belakang." sahut mbok Nah. Ia melirik ke Aruna dan melemparkan senyuman hangat. Aruna membalas senyuman itu.
Niken segera menarik tangan Aruna untuk menuju ke taman belakang. Hati Aruna berdebar, karena ini pertama kalinya ia akan bekerja.
Tibalah mereka di taman belakang. Disana terlihat sepasang suami istri sedang duduk di bangku taman sembari memperhatikan anak perempuan yang berusia sekitar 2 tahun berlarian kesana kemari.
"Om, tante." sapa Niken.
"Oh hai Ken. Sudah datang ya." Maya langsung menyambut kedatangan keponakannya. Maya adalah adik bungsu mama Niken sementara Mama Niken adalah kakak tertua. Usia tante Maya dan mama Niken bertaut cukup jauh hampir 12 tahun.
Dirga menatap tajam Aruna. Ia tak akan lupa wajah gadis yang telah menipunya. Takdir sungguh berbaij hati padanya. Hingga membawa gadis itu datang sendiri ke hadapannya. Rasanya Dirga ingin segera menarik gadis tersebut dan menagih janjinya. Namun rasanya tak mungkin, ada istrinya disini. Ia segera mengalihkan pandangannya.
"Tante, om ini teman Niken yang akan bekerja." Ucap Niken. Sementara tubuh Aruna membeku kala menatap Dirga. Ingatannya kuat, dan ia ingat jika pria tersebut yang menolongnya dan ia menipu pria tersebut.
Melihat kecantikan dan kemolekan tubuh Aruna. Terbersit kekhawatiran dalam hati Maya. Ia takut pesona Aruna akan membius suaminya. Ia melirik ke suaminya, namun suaminya nampak tenang seolah tak terganggu dengan visual Aruna yang menggoda.
Iyalah, tidak mungkin Dirga akan berpaling. Dia kan sangat mencintaiku. Maya meyakinkan hatinya. Karena mau tak mau ia harus menerima Aruna. Harus ada yang mengasuh Malaya anak mereka. Karena babysitter Malaya tiba tiba berhenti begitu saja. Sementara Maya, harus bekerja mengurus gallery miliknya. Maya adalah seorang wanita ambisius. Ia sangat mencintai pekerjaannya.
"Perkenalkan nama saya Aruna, Tuan dan Nyonya." Aruna memperkenalkan dirinya.
"Salam kenal ya Aruna. Saya Maya dan ini suami saya Dirga. Dan itu adalah Malaya, anak kami yang akan kau asuh." Maya memperkenalkan dirinya.
"Iya nyonya." jawab Aruna sopan. Ia tak bisa lari, ia sangat butuh pekerjaan ini. Uangnya sudah sangat menipis.
"Kapan bisa mulai bekerja?." tanya Maya.
"Saat ini juga bisa nya."jawab Aruna.
"Bagaimana sayang? kau setuju kan Aruna jadi babysitter Malaya. Niken sudah menjamin kalau temannya ini bisa di andalkan." Maya berbicara pada Dirga yang sedari tadi malah sibuk memperhatikan Malaya. Padahal Dirga hanya sedang berusaha mengalihkan perhatiannya dari Aruna.
"Terserah kau saja sayang. Kalau kau cocok aku ikut katamu." jawab Dirga sembari mengelus sayang rambut istrinya. Tentu saja ia sangat setuju. Namun lagi lagi ia harus menjaga sikapnya.
"Oke, Aruna. Kau diterima bekerja. Kau akan tinggal disini dan tidur bersama Malaya di Kamarnya. Karena saya sering bekerja sampai larut malam. Oiya, untuk gajimu lima juta per bulan. Bagaimana?." ucap Maya.
Wajah Aruna langsung ceria mendengar nominal gaji yang disebutkan. Apalagi ia akan mendapatkan tempat tinggal dan makan gratis.
"Saya mau nyonya." jawab Aruna antusias. Ia seolah lupa dengan masalah yang ia buat ke Dirga.
"Oke, berarti deal. Kamu mulai bekerja hari ini. Silahkan bawa barang barang kamu ke kamar Malaya. Niken bisa bantu antarkan kamu ke kamar. Setelah semuanya beres, kamu bisa mulai mendekatkan diri ke Malaya." ucap Maya.
"Baik nyonya. saya permisi dulu." pamit Aruna. Maya mengangguk sementara Dirga masih nampak tak perduli.
**************
Satu minggu berlalu. Aruna sangat bersukur karena Ia bisa dekat dengan Malaya. Ia cukup menikmati pekerjaannya. Meski rasa hatinya was was setiap bertemu Dirga di rumah ini. Namun ia yakin tak mungkin rasanya Dirga akan berbuat macam macam di rumahnya sendiri.
Malam ini Maya tidak berada di rumah. Dia harus keluar kota menghadiri pagelaran busana sahabatnya. Sedangkan pak Dirga belum pulang dari kantor.
Malaya sendiri baru saja tertidur setelah lelah bermain. Aruna memutuskan untuk mandi, tubuhnya sudah terasa lengket.
Aruna dengan telaten membersihkan tubuhnya. Ia juga mencuci rambutnya.Setelah selesai, Aruna mengambil handuk dan melilitkan ke tubuhnya. Saat keluar dari kamar mandi, ia terkejut melihat Dirga sudah berdiri di dalam kamar dan menatapnya dengan mata berkabut.
Aruna lekas ingin segera masuk kembali ke dalam kamar mandi, namun tangan Dirga malah menariknya. Saat ini Aruna berhadapan dengan Dirga.
Dirga tiba tiba menarik Kepala Aruna dan mencium bibir Aruna dengan membabi buta. Aruna yang terkejut berusaha melawan namun tenaganya kalah jauh. Dirga menggigit bibir Aruja Aruna agar terbuka. Lidahnya membelit masuk ke dalam mulut Aruna. Tangan Dirga pun tak tinggal diam. Ia membuka handuk yang melilit tubuh Aruna. Dan tubuh mulus Aruna terekspos sempurna. Tangan Dirga langsung meremas buah dada Aruna yang berukuran jumbo. Aruna merasakan tubuhnya panas dingin. Namun sentuhan Dirga begitu membuainya. Apalagi saat Tangan Dirga memainkan kedua putingnya. Aruna benar benar merasa melayang.
"Aku menagih janjimu!." bisik Dirga sensual di telinga Aruna.
**************