Feli menggerutu menimbulkan kerutan di dahi, dan bibir yang bergerak dalam berbagai sudut. Bersungut-sungut kesal memasukkan lima tumpukan uang dalam tas. Mata kehijauan berkat softlens terbaru memindai ruangan Black and White Cafe, memastikan tak ada yang melihat.
"Kamu lupa cara transfer, Kara. Nyaris ku pikir kamu ghosting seperti pria yang ku kenal bulan lalu."
"Sulit ku jelaskan, Fel. Pastinya lima puluh juta sudah terbayarkan sesuai kesepakatan awal kita."
"Oke, kalau tidak aku bisa sekarat membayar hutang untuk pesanan yang datang. Sekarang tinggal melakukan penjualan."
Kara diam menggumam dalam hati. Lima puluh juta bisa buat sekarat orang lain, uang yang tidak cukup untuk membeli satu tas desainer perancis yang di beli Garvin untuknya. Sekarang tas tersebut telah berpindah tangan. Mengurangi transaksi melalui bank, Kara menjual preloved di salah satu e-commerce untuk tas brand ternama. Di transfer melalui rekening susi, salah satu karyawan Adam d
Kara menelan saliva membaca pesan dari ibunya. Memegang benda pipih di genggaman, mengeja setiap kalimat seakan baru belajar membaca. Garvin sengaja melakukan untuk menekan Kara. Menyadarkan bahwa dia bukan siapa-siapa tanpa Garvin.Kara, tadi ada seorang datang ke rumah kita. Mengatakan bahwa minimarket, tanah, dan bangunan ini milik Garvin. Ibu dan bapak tahu semua atas namamu. Pemberian darimu untuk membangun ini semua kan?Iya, bu. Kara kan istri Garvin, memang apa yang dipunya milik kami bersama.Ibu khawatir jika terjadi sesuatu maka nak Garvin bisa mengambil alih.Doakan yang terbaik, bu.Balasan pesan Kara untuk menenangkan hati ibu. Ia juga cemas mendengarnya, tapi tidak mau mengutarakan karena khawatir akan membebani perasaan keluarga di kota asalnya. Awal menikah Garvin memberi uang sebesar lima milyar yang di investasikan Kara dalam bentuk minimarket, membangun rumah dan membeli tanah di kampung. Jika Garvin mengklaim semuanya menjadi m
Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Ya, tentu saja karena kebahagiaan tidak dijual dalam bentuk kemasan di supermarket, karena kebahagiaan lahir dari hati. Meski harus mengakui uang bisa membeli kekuasaan. Memperdayai seseorang sampai tidak memiliki harga diri lagi. Kalimat yang melintas berkali-kali malam ini dalam benak Kara. Membuat semakin gigih merapikan semua dress Alanis Sue dalam plastik klip. Ia harus menjualnya untuk mendapatkan uang. Transaksi keuangan melalui Bank cukup riskan dilacak oleh Garvin. Perlahan, cerdik, dalam diam perlawanan yang bisa ia lakukan.Andai aku terlahir dari keluarga kaya. Nasib tak akan begini. Kara mengeluh lalu kembali berkutat pada pengambilan foto. Dia tak punya waktu banyak waktu untuk meratap nasib.Kara menarik lengan bajunya. Sejak menikah dengan Garvin, ia kerap kali menggunakan kemeja atau kaos lengan panjang. Outer adalah pilihan berikutnya, menutupi bekas lebam karena ulah Garvin. Dulu juga ia pernah mendapatkan dari Ba
Tidak pernah bersosialisasi, tak memiliki banyak teman, akses internet terbatas. Perpaduan sempurna untuk mempunyai pikiran sempit. Seperti katak dalam tempurung. Peribahasa yang sekarang dirasakan Kara mewakili dirinya. Satu-satunya keberuntungan yang masih bertahan. Garvin secara ajaib mengizinkan dia bekerja. Kalau tidak, entah tak tahu apa yang harus Kara lakukan keluar dari hubungan toksin bersama Garvin."Jadi Ibu bisa melaporkan mengenai tindakan kekerasan yang di lakukan ke pihak berwajib. Setelah keluar surat perintah dari penyidik, maka kami baru bisa mengambil tindakan untuk visum et repertum.""Apakah tidak bisa langsung saja, Pak?""Sesuai aturan berlaku harus ada surat perintah dari penyidik, bu."Percakapan yang kembali tergiang di telinga Kara. Aku kemarin memikirkan kura-kura sekarang katak. Ia berkata sendiri sambil menutup pintu keras. Terasa tubuhnya lemas ketika tahu untuk melakukan visum harus ada surat penyidikan dari kantor polisi.
Kara memasuki pelataran kediaman Garvin. Dia tak pernah menyebutkan tempat tinggal mereka sebagai kediaman kami. Tak banyak bukti jejak Kara tinggal di sana. Segelintir barang yang tidak bisa mewakili diri sebagai nyonya rumah. Menandakan kehadiran Kara antara ada dan tiada. Tak mengherankan pelayan sendiri tak terlalu memberi hormat pada Kara. Jemarinya mengetuk pinggiran stir kemudi. Meredam hati yang bergolak, perasaan tak ingin kembali di kediaman. Semakin hari kian kuat.Mobil mungil Kara memasuki garasi. Ada satu mobil yang belum balik ke tempatnya. Garvin tak kembali lagi malam ini, pasti sedang bersenang-senang dengan mainan yang baru. Lesu Kara turun dari mobil, melangkah lunglai. Selain rasa lelah di tambah perasaan tak berharga, membuat seakan tubuhnya cangkang kosong tanpa isi. Kehadiran Kara hanya memenuhi kesenangan Garvin. Lelaki yang memiliki perasaan berbeda tentang cinta. Dia menganggap istrinya hanya pajangan kesayangan di rumah. Sesekali di lihat buat meng
Sweet Shoes Store (SSS)Reinhard memperhatikan Kara dari ujung kaki sampai kepala. Kulit wanita di hadapannya putih mengkilat seperti mutiara. Rambut terlihat halus berkilauan, jatuh lembut menyentuh bahu. Tubuh Kara semakin indah. Garvin memang mengurus istrinya dengan baik. Tak mengherankan karena jika tidak terlihat menarik pasti ia sudah membuangnya."Sudah puas kamu memperhatikan ku?""Kamu semakin menarik, sebuah alasan kuat untuk membuat Garvin tak rela melepasmu.""Terima kasih pujian, Reinhard. Sayangnya, aku tak membutuhkan pujian saat ini. Ada informasi yang mau ku berikan.""Tentang apa?""Garvin merupakan pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang."Wajah Reinhard berubah seketika. Keterkejutan tampak dari wajah tampannya, lalu kembali tenang. Kabar yang tak pernah dia duga sebelumnya."Tahu dari mana?""Tak penting aku tahu dari mana, tapi apakah kita bisa menjebak Garvin?""Aku harus mencari
Dada bidang yang bergerak turun naik, seiring tarikan napas hidung mancung milik Garvin. Suara dengkuran halus terdengar lamat. Setiap tertidur dia seakan tak punya tenaga, lembut, tampan dan menggoda untuk di bekap dengan bantal. Menghambat aliran udara memasuki saluran pernapasan, kemudian mengeliat memberontak mencoba meraup oksigen, lalu diam tak bergerak. Semua tentu saja angan dalam benak. Selain tak punya keberanian, Kara juga tak memiliki tenaga untuk melakukannya, Garvin akan dengan mudah membanting tubuh Kara.Mata Kara menatap CCTV di atas plafond kamar. Memikirkan bagaimana tidak terlihat meraih handphone yang terletak di atas nakas, sebelah Garvin. Perlahan Kara menyelipkan tangan di bawah tengkuk suaminya, menempel ketat, napas Kara tertahan seakan takut membangunkan lelaki yang terlelap nyenyak. Nyaris berteriak ketika berhasil memegang handphone dengan ujung jari. Tiba-tiba Garvin bergerak, membuat jemari Kara mengenggam langsung. Dia bersorak gembira, lalu me
“Dia tampak seperti gadis manis yang menyenangkan buat di kencani remaja.” Sindir Kara pada Reinhard. Terdengar tawa dari seberang telpon. “Kamu menilai Jenni terlihat tidak cocok sebagai wanita penggoda? Menurutmu tak mungkin dia mampu mengorek informasi keterlibatan Garvin dengan obat-obatan terlarang.” “Benar. Aku meragukan kemampuan Jenni.” “Jenni tak bodoh. Dia ahli memainkan peran. Kali ini memang berlagak seperti perempuan yang tak berdaya. Menyesuikan dengan selera Garvin. “Kamu menyindirku?” “Benar sekali. Aku tidak salah, kan? Kamu Membutuhkan keberadaan Garvin. Dia sangat senang kalau lebih unggul dari para wanitanya.” “Tak aneh, kok. Banyak yang menjalani pernikahan dengan lelaki lebih berpotensi dari mereka. Garvin saja tak normal menganggap bisa melakukan apa saja, hanya karena pasangan memiliki finansial jauh dibawahnya.” “Memang tapi dalam kasus Garvin. Dia senang berkuasa dan bertindak sebagai pengontrol kehidu
Jenni datang menemu Kara dan Reinhard di Atlas kafe dalam balutan dress mini ketat, yang memamerkan keindahan body dan kulitnya. Mulus tanpa cacat seperti mutiara berkilauan, sungguh menarik. Sebagai wanita saja Kara terkesima apalagi laki-laki. Berapa kali Kara melihat Reinhard menelan saliva, tak lama kemudian lelaki itu melemparkan outer yang sempat di buka Jenni. "Gunakan outermu, Jen. Aku tak mungkin bermain di sini." "Memangnya aku mau? Tanyakan dulu apakah aku bersedia atau tidak." Jenni meraih outer dan memperbaiki posisi duduk yang memamerkan kaki jenjang. Belahan dress sepanjang pangkal paha sampai mata kaki, mempertegas dress tersebut diciptakan untuk memamerkan kemolekan tubuh pemiliknya. "Kalian berhenti berdebat. Aku sudah tak sabar mendengar laporanmu, Jen." "Ini." Kara mendelik ketika Jenni melemparkan map di atas meja. Beda sekali ketika mereka pertama bertemu. Gadis itu tampak sopan dan manis, sekarang dia tampil bar-ba