Beranda / Romansa / Bermain Api dengan CEO / Bab 3 - Skandal Baru

Share

Bab 3 - Skandal Baru

Penulis: Alea Zeya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-01 07:53:15

Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Anneliese Isabelle memeluk dirinya di bawah selimut tebal, berusaha mengusir rasa gelisah yang tak kunjung hilang. Ia terus membolak-balikkan badannya, matanya melirik ke arah sofa.

Di sana, Aleon Caesar Asmaralaya, CEO arogan itu, tidur terlelap. Bahkan dalam tidur pun wajahnya tetap tampan menyebalkan. Rambut hitamnya berantakan sedikit, napasnya teratur, dada bidangnya naik turun dengan tenang. Isa mendengus tanpa sadar.

“Kenapa aku malah memperhatikannya?” Tanya Isa pada diri sendiri.

Menghela napas, Isa mencoba kembali tidur. Namun, suara gemuruh dari luar membuatnya tersentak kaget. Refleks, Isa bangkit dari tempat tidur dan sebelum bisa memproses pikirannya, ia sudah berdiri di samping sofa.

Aleon masih tertidur.

Isa menggigit bibir. “Aku hanya duduk sebentar,” bisiknya tenang.

Perlahan-lahan, Isa duduk di ujung sofa, berusaha tidak membuat suara. Tapi entah karena kecapean atau rasa hangat aneh yang menyebar dari tubuh Aleon, Isa akhirnya membiarkan dirinya rebah perlahan.

Beberapa menit kemudian… tubuh Isa bergeser tanpa sadar, hingga akhirnya ia bersandar di dada Aleon. dan Aleon, yang merasakan kehadiran hangat di sisinya, bergerak dalam tidurnya. Tanpa sadar, tangan besar itu menarik Isa ke dalam pelukannya.

Isa mendesah kecil dalam tidur. Sementara Aleon, setengah sadar, menggeram pelan, seperti menemukan posisi nyaman. Wajahnya terkubur di rambut Isa yang wangi stroberi.

Dalam dunia mimpi mereka, dua orang asing yang menikah karena kontrak itu mendekat tanpa sadar, seperti magnet.

~~~

Pagi hari datang, sinar matahari menerobos masuk melalui celah tirai. Isabelle menggeliat pelan, merasakan sesuatu yang berat dan hangat melingkari tubuhnya. Saat matanya terbuka perlahan… dan langsung membelalak.

Aleon memeluknya erat dari belakang, satu tangan melingkari pinggangnya, satu kaki menyangkut di kakinya.

“W-what the hell?!” desis Isa, pipinya panas terbakar malu.

Ia berusaha menarik diri, tapi gerakannya justru membuat Aleon mengeratkan pelukan, bergumam setengah sadar.

“Jangan pergi, istriku…”

Isa membeku. Astaga. Apa yang Aleon katakan tadi? Ngelindur, ya, dia? Tapi hatinya berdebar gila-gilaan. Ia memandangi wajah Aleon yang masih tertidur dengan ekspresi damai, seperti bocah kecil. Dengan hati-hati, Isa mencoba lagi melepaskan diri.

“Apa wajahku sangat tampan, hm?” Suara serak berat Aleon terdengar. Sialan, jadi dia sudah terbangun? “Selamat pagi, Nyonya Asmaralaya.”

Aleon membuka matanya perlahan, menatap Isa dengan tatapan yang begitu dalam dan intens, seolah ingin menelannya bulat-bulat. “Kalau mau pelukanku,” bisiknya, “tinggal bilang saja.”

Isa langsung mendorong dada Aleon keras-keras, berhasil membebaskan diri. “Aku—aku tidak tahu kenapa bisa tertidur disini.” Cicit Isa. “Mungkin aku mabuk.”

Aleon terkekeh rendah, menikmati reaksi panik istrinya. “Kamu tidak cukup mabuk hanya dengan seteguk wine.” Katanya santai sambil meregangkan tubuhnya yang panjang dan atletis.

Setelah kejadian ‘pelukan tak sengaja’, suasana di antara Aleon dan Isa cukup aneh. Isa sibuk memainkan sendok di mangkuk sarapannya, sementara Aleon duduk di seberang Isa, menyeruput kopinya dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa.

“Kita perlu buat kesepakatan,” ujar Aleon akhirnya, dengan nada dingin CEO-nya yang biasa.

Isa mengangkat alis. “Kesepakatan?”

“Untuk menjaga citra kita di mata publik.”

Aleon meletakkan cangkir kopinya. Matanya menatap Isa tajam, membuat jantung gadis itu berdebar tidak karuan.

“Kita hanya sepasang kekasih di depan orang lain. Romantic secukupnya. Tapi di antara kita, tetap professional. Tidak ada yang namanya perasaan.”

Isa terdiam, hatinya sedikit ngilu mendengar kata-kata itu. Tentu saja, ini semua hanya bisnis. Hanya kontrak.

“Ada syarat-syaratnya,” lanjut Aleon. ia mengeluarkan tablet, menunjukkan daftar yang sudah dibuat.

Isa menatap layar itu, matanya membelalak saat membaca beberapa poin, dan yang paling membuat Isa termenung adalah… ‘dilarang terlibat hubungan romantis dengan orang lain selama kontrak berlangsung’.

Isa merasa dadanya sesak. Ia jadi teringat dengan kekasihnya. Kekasih sesungguhnya. Jared Lionel. Ia telah berkhianat. Sampai suara Aleon membuat Isa tersadar.

“Apabila kamu melanggar,” Aleon menambahkan dengan dingin, “kontrak batal. Dan aku pastikan karirmu tidak akan pernah sama lagi.”

Isa menegakkan punggungnya, berusaha menyembunyikan rasa sakit di hatinya. “Baik. Aku setuju.”

Senyum kecil terangkat di sudut bibir Aleon—senyum dingin, penuh perhitungan. “Aku akan berangkat ke kantor sekarang. Nanti malam kamu harus sudah bersiap saat aku menjemput.” Katanya, tidak ada bantahan.

Tangan Isa terkepal erat. Menahan amarah.

“Dasar CEO gila!”

“Secepat itu dia berubah? Dia punya kepribadian ganda, ya?”

Dan masih banyak lagi umpatan Isa pada Aleon.

~~~

Cahaya kristal lampu gantung bergemelapan di langit-langit. Musik klasik mengalun lembut. Suasana di ballroom hotel bintang lima itu meriah, penuh dengan orang-orang penting dari dunia bisnis dan hiburan. Di tengah keramaian itu, semua mata langsung tertuju pada satu pasangan yang baru saja memasuki ruangan.

Aleon Caesar Asmaralaya bersama Anneliese Isabelle.

Isa menggenggam erat lengan Aleon, berusaha tersenyum manis seperti yang biasa dilakukan. Ia adalah seorang aktris ternama. Tersenyum pura-pura, merupakan hal biasa, namun, ia tidak menyangka akan berpura-pura depan para pebisnis besar dan rekan-rekan dari dunia hiburan.

“Tenang saja,” bisik Aleon di telinganya dengan suara rendah, “anggap saja kita benar-benar sepasang kekasih.”

Aleon membawa Isa ke tengah ballroom, tanpa sedikit pun terganggu tatapan orang-orang.

“Senang bertemu dengan Anda, Tuan Asmaralaya,” sapa seorang CEO paruh baya, sambil melirik Isa dengan penuh penasaran.

“Ini Anneliese Isabelle,” kata Aleon, memperkenalkannya. “Pasti Anda sudah tahu.”

“Tentu saja, istriku menonton semua film yang dibintangi oleh kekasihmu.” Kedua lelaki tersebut tertawa.

Dengan senyum palsu yang sempurna, Isa menyambut tangan sang CEO. “Senang bertemu dengan Anda. Ucapkan terima kasihku pada Istrimu, Tuan.”

Acara malam itu berjalan seperti mimpi buruk. Isa terus tersenyum, tertawa, dan menatap Aleon dengan mata penuh cinta palsu. Saat Aleon memperkenalkannya pada semua koleganya. Apalagi saat mereka berdansa di lantai dansa, dunia seakan menghilang. Isa menatap wajah Aleon yang hanya berjarak beberapa sentimeter.

“Aku muak,” bisik Isa, nadanya penuh teguran.

Aleon malah tersenyum tipis, begitu memesona. Sampai terdengar suara teriakan dari pintu masuk ballroom.

“ISA!!!”

Isa membeku. Suara itu…

Semua orang menoleh. Dan di sana, berdiri dengan napas memburu, Jared—pacar sesungguhnya. Pacar yang disembunyikan dari media. Isabelle dan Jared telah berpacaran diam-diam selama satu tahun.

“Apa yang kamu lakukan di sini bersama dia?!” teriak Jared marah, menunjuk Aleon.

Semua mata kini beralih dari Aleon dan Isa, juga Jared.

Skandal baru… dimulai…

“Apa maksud semua ini?!” jared berteriak lagi, matanya menatap tajam ke arah Aleon penuh kebencian.

Dengan tenang, Aleon melingkarkan tangannya lebih erat di pinggang Isa, seolah menandai miliknya. “Dia bersamaku sekarang,” kata Aleon datar, suaranya berat dan dingin. “Isa adalah milikku.”

Isa ingin membuka mulut, ingin menjelaskan, ingin berteriak bahwa semua ini bohong—tapi Aleon menatapnya cepat, memberi isyarat tegas: DIAM.

Jared melangkah maju, ingin menarik Isa. Tapi Aleon lebih cepat. Ia menarik wajah Isa dan menciumnya. Seketika semua blitz kamera meledak. Wartawan, tamu, semua menjadi saksi.

Isa terkejut, tubuhnya kaku. Ciuman Aleon begitu intens, dalam. Seolah ia benar-benar ingin Isa.

Saat Aleon akhirnya melepaskan bibirnya, Isa terengah-engah, matanya berembun, dilihatnya, Jared yang berdiri membeku, dengan wajah seolah dia telah hancur. Tanpa sepatah kata pun, Jared berbalik dan pergi, menembus kerumunan tamu yang masih ternganga.

Aleon memandang Isa. “Aku minta maaf,” bisiknya serak. “Aku terpaksa.”

Isa tidak menjawab. Namun, matanya telah menjawab. Yaitu, kebencian. Aleon sendiri yang membuat kontrak, dia sendiri yang melanggar. Harusnya dia yang hancur, tapi kenapa malah Isa yang hancur, juga Jared.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bermain Api dengan CEO   Bab 8 - Jarak

    Malam itu, Isa tidur sendirian. Aleon tidak masuk kamar. Tidak menuntut. Tidak menutup pintu. Tapi Isa justru terjaga. Ia menggenggam selimut, berbalik ke arah sisi ranjang yang biasa ditempati pria itu. Bibirnya bergetar, matanya basah. Karena di detik itu, ia menyadari satu hal—ketika Aleon tidak berada di sisinya… ia justru merasa lebih hampa, dan itu membuatnya takut. Hingga pagi datang, Isa duduk di sisi tempat tidur, pandanganya menerawang. Rambutnya kusut, wajahnya pucat, dan mata bengkak karena semalaman tak bisa tidur. Ranjang yang kosong di sebelahnya terasa lebih berat daripada saat dihuni Aleon. Ia mengira akan merasa lega karena Aleon tidak memaksanya lagi tidur bersam semalaman. Tapi yang ia rasakan justru sebaliknya—ruang kosong itu menyesakkan. Seolah pria itu tetap hadir… dalam pikiran, dalam dada, dalam napasnya sendiri. Isa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi. Di hadapan cermin, ia memandang bayangannya sendiri dengan tatapan mati rasa. “Apa y

  • Bermain Api dengan CEO   Bab 7 - Bermain Api

    Pagi hari datang tanpa kehangatan. Langit di luar jendela berwarna kelabu, dan angin berembus seperti membawa ancaman tak terlihat. Isabelle turun ke lantai bawah tanpa ekspresi. Rambutnya diikat rapi, wajahnya tanpa riasan. Bahkan dalam keadaan paling lelah sekalipun, ia tetap tampak sempurna—dingin, anggun, dan jauh dari jangkauan. Aleon sudah duduk di ruang makan. Kemeja hitamnya tergulung di lengan, dan satu tangan memegang cangkir kopi. Matanya langsung menatap Isa ketika wanita itu datang. Bukan tatapan hangat. Tapi tatapan milik seseorang yang ingin tahu—apakah ia masih memiliki kekuasaan. “Selamat pagi,” katanya datar. Isa duduk di seberang meja. Tidak membalas sapaan. Ia hanya mengangkat gelas air putih dan meminumnya dengan pelan. “Apakah kamu tidur nyenyak?” tanya Aleon. Isa menaruh gelas. “Tidak. Tapi aku terbiasa tidur di samping ancaman yang membungkus dirinya sebagai pelindung.” Aleon menyipitkan mata. Ia tersenyum kecil. “Jadi aku ancaman sekarang?” “Kam

  • Bermain Api dengan CEO   Bab 6 - Tidak Tahu Cara Mencintai

    Isabelle berdiri kaku. Dadanya naik-turun tak teratur, napasnya masih berat setelah konfrontasi Aleon. Kata-katanya menggema terus di kepalanya—tentang ponsel, akses, bahkan manajernya. Ia merasa seolah semua dunia luar telah diputus dengan sengaja. Lelaki itu tak hanya mengendalikan ruangnya, tapi juga pikirannya. Isa berjalan menuju balkon kamar tamu. Udara yang menusuk kulit menyambutnya, tapi itu tak cukup mendinginkan pikirannya yang terbakar amarah. Tangannya mencengkeram pagar balkon besi hingga buku-bukunya memutih. Ia ingin terjun saja, terbang menjauh dari rumah megah yang lebih menyerupai penjara itu. Tapi Isa tahu, bahkan jika ia melompat, Aleon akan tetap menemukannya. “Aku bukan milik siapa pun…” gumamnya. Tapi kata-kata itu bahkan tak terdengar meyakinkan untuk dirinya sendiri. Pintu kamar tamu terbuka tanpa suara. Aleon berdiri di sana, seolah bayangan yang muncul dari udara. “Pagi yang dingin untuk istri yang keras kepala,” ucapnya santai. Isa tidak menjawab.

  • Bermain Api dengan CEO   Bab 5 - Ciuman dan Sentuhan

    Kamera terus berputar. Blitz menyala tanpa henti. Aleon dan Isa berdiri berdampingan di red carpet sebuah acara amal yang di sponsori Asmaralaya Industries. Tangannya menggenggam pinggang Isa, sementara senyum Isa nyaris sempurna—jika tak diperhatikan, orang mungkin takkan sadar betap dinginnya matanya. “Sedikit ke kiri, Tuan Aleon! tuan Aleon. satu ciuman lagi untuk kamera!” Isa nyaris menggertakkan giginya. Aleon menoleh pelan padanya, wajahnya menawan seperti biasa—tapi Isa tahu itu hanya topeng. Bibirnya mendekat. “Berikan senyuman manis, Nyonya Asmaralaya,” bisik Aleon lembut, tapi dengan ancaman halus di dalamnya. Isa menarik napas. Lalu ia tersenyum… dan memiringkan wajahnya, membiarkan Aleon mencium pipinya, bukan bibir. Blitz kembali meledak. Aleon tertawa kecil seolah hal itu lucu, padahal Isa tahu, ia sedang menghitung pembangkangannya. Saat pulang ke rumah, Aleon mengajak Isa bicara di ruang kerja. Tapi Isa menolak, bilang dia ingin tidur. Aleon mengikutinya masuk k

  • Bermain Api dengan CEO   Bab 4 - Breaking News

    “Apa yang harus aku lakukan padamu, Isa?” kata-katanya nyaris tak terdengar saat Aleon memutus jarak di antara mereka, bibirnya mencium bibir Isa dengan penuh gairah. Satu tanagnnya melingkari pinggang Isa, menariknya lebih dekat, sementara tangan satunya, menekan kepala Isa dan segera memperdalam ciumannya. Aleon menarik dan menekan tubuh Isa lebih dekat, membawanya dalam pelukan erat. Aroma vanila dan stroberi yang manis dan memabukkan tercium dari tubuh Isa, merasuki indranya dan memicu hasratnya lebih tinggi. Aleon memperdalam ciumannya, bibirnya melahap bibir Isa saat tangannya yang berada di pinggang, naik ke atas, menangkup payudara Isa, membuat sang empu tersentak, bibirnya yang masih terkurung di bawah bibir Aleon, erangan lembut keluar dari mulutnya.“Aahhh…” Suaranya nyaris tidak terdengar, Aleon tersenyum ditengah-tengah ciuman mereka, membuatnya semakin bergairah dan tangannya yang mulai bermain di payudara Isa. “Aku… aku tidak mau.” Isa melepaskan diri. Pikirannya te

  • Bermain Api dengan CEO   Bab 3 - Skandal Baru

    Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Anneliese Isabelle memeluk dirinya di bawah selimut tebal, berusaha mengusir rasa gelisah yang tak kunjung hilang. Ia terus membolak-balikkan badannya, matanya melirik ke arah sofa. Di sana, Aleon Caesar Asmaralaya, CEO arogan itu, tidur terlelap. Bahkan dalam tidur pun wajahnya tetap tampan menyebalkan. Rambut hitamnya berantakan sedikit, napasnya teratur, dada bidangnya naik turun dengan tenang. Isa mendengus tanpa sadar. “Kenapa aku malah memperhatikannya?” Tanya Isa pada diri sendiri.Menghela napas, Isa mencoba kembali tidur. Namun, suara gemuruh dari luar membuatnya tersentak kaget. Refleks, Isa bangkit dari tempat tidur dan sebelum bisa memproses pikirannya, ia sudah berdiri di samping sofa. Aleon masih tertidur.Isa menggigit bibir. “Aku hanya duduk sebentar,” bisiknya tenang. Perlahan-lahan, Isa duduk di ujung sofa, berusaha tidak membuat suara. Tapi entah karena kecapean atau rasa hangat aneh yang menyebar dari tubuh Aleon, Isa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status