"Enggak, Mbak Yu. Untuk sementara boleh ya aku nitip Dewi sama Farel di sini. Kasihan kalau aku tinggal di rumah sendirian, gak ada yang bantu jagain Farel. Dewi juga kan selama ini gak bisa masak karena repot dengan anaknya, kalau di sini kan enak, udah ada yang masakin, ada yang bantu jaga Farel juga jadi dia gak capek-capek banget," jelas Bu Nur."Oh gitu. Ya udah gak apa-apa biar Dewi sama Farel di sini aja. Lagi pula Maya sekarang kerjaannya juga gak terlalu banyak, kok. Nanti dia bisa ikut jaga Farel," sahut Bu Dewi enteng, tanpa minta persetujuan Maya.Dewi tersenyum cerah karena Bu Ullah memberinya ijin tinggal di rumah itu selama mereka pergi. Dia melirik Maya yang kini melihatnya tak suka. Sejak mendengar kabar dari Ria dan para tetangga, Maya memang semakin tidak menyukai Dewi."Tapi, Budhe. Kayaknya ada yang gak suka aku tinggal di sini," sindir Dewi seraya melirik Maya.Bu Ullah dan Diana tahu siapa yang dimaksud oleh perempuan itu."Aku mah welcome sama kamu, Wi. Yang l
Dewi mengangguk pasrah, niat hati ingin dilayani oleh Maya gagal seketika. Selama ini dia melihat semua orang di rumah itu dengan mudahnya meyuruh Maya melakukan apa saja tapi ternyata tidak dengan dirinya.Maya kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dia lalu memilih pergi meninggalkan mereka semua yang ada di situ. Dia bergabung bersama Bi Marni yang ada di dapur, membantunya membereska peralatan dapur."Mbak, Bu Nur nitipin anak dan cucunya di sini ya?" tanya Bi Marni memastikan."Iya, Bi. Dan sepertinya tugas kita di rumah ini akan bertambah. Tapi saya ingatkan Bibi untuk tidak terlalu menuruti Dewi, cukup lakukan tugas Bibi saja seperti biasa," saran Maya kepada wanita paruh baya itu."Siap, Mbak Maya!" sahut Bi Marni dengan tersenyum lucu."Mbak, ngapain Mbak beberes itu, biar Bibi yang lakuin. Kan Mbak Maya sebentar lagi mau masak buat makan malam," cegah Bi Marni."Gak apa-apa, Bi. Aku bantu dikit aja, biar Bibi bisa segera pulang," sahut Maya, tangannya cekatan membersihk
Malam itu Maya tak dapat tidur dengan nyenyak, takut jika ketiduran nanti maka suaminya itu akan menghampiri Dewi. Sejak mendengar berita kedekatan mereka berdua pikirannya selalu negatif, hatinya selalu panas.Baru saja matanya terpejam, tiba-tiba tubuhnya berjingkat. Maya tergagap, spontan dia membuka matanya. Dia menoleh ke samping dan tak ada suaminya di sana.Pikiran buruk tiba-tiba melintas begitu saja. "Apa mungkin Mas Galih menemui Mbak Dewi?" Jantungnya berdegup lebih kencang, badannya tiba-tiba terasa panas dingin tak siap seandainya dia melihat sesuatu yang tak diinginkan.Gegas dia melangkah pelan dengan tubuh gemetar, tak ingin langkahnya didengar oleh mereka. Tak lupa dia membawa ponsel untuk berjaga-jaga, jika diperlukan nanti.Dibuka pintu kamarnya sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara, kemudian dia berjalan perlahan. Semakin mendekati kamar tamu, jantungnya berdegup semakin kencang.Pintu kamar di mana Dewi tidur tertutup rapat. Maya sudah berada tepat di dep
Saat Maya melewati kamarnya, dia mendengar suara yang meresahkan telinganya. Suara des*han demi des*han saling bersahutan. Dia juga mendengar er*ngan kenikm*tan yang sangat dikenalnya, tak salah lagi itu suara suaminya. Tubuh Maya menegang, dia melangkah pelan dengan jantung berdegup kencang, keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya, tulangnya seakan luruh tak ada daya. Tangannya gemetar, dengan sisa tenaga yang dimilikinya dia meraih gagang pintu itu dan ....CEKLEK!Pintu terbuka, matanya nanar menatap ke dalam sana. Tak sanggup menahan beban tubuhnya, Maya luruh jatuh ke lantai.Di depan matanya sendiri, sang suami bermain cinta dengan perempuan lain. Seolah tak pernah mendapatkan nafkah batin, Galih bermain dengan begitu buasnya.Galih dan Dewa serempak menatap ke arah Maya, wajah keduanya terlihat pucat pasi begitu aksi b*jatnya diketahui."Maya?!"Galih terkejut dengan kedatangan istrinya, dilihatnya Maya begitu syok dengan kelakuannya hingga tak bisa bangkit lagi.Refl
PLAK!PLAK!"Maya!?"Galih berteriak dengan wajah merah padam, Maya terlihat tak bisa dikendalikan.Tak sampai disitu dia juga menjambak rambut Dewi yang ingin melawan. Galih berusaha menghalangi Maya dan mendorong tubuhnya, beruntung Rangga menolongnya dan berusaha menenangkannya.Dengan nafas terengah-engah, Maya menatap kepada pasangan l*knat itu."Hei, ngapain kamu masih di sini? Aku ingatkan kamu ya, jangan pernah ikut campur urusan rumah tanggaku!" Galih memperingatkan Rangga."Aku sudah terlanjur datang dan aku tak akan pergi begitu saja sebelum masalah ini selesai," jelas Rangga penuh penekanan.Rangga membalas tatapan taj*am Galih, tak ada rasa takut sedikitpun di hatinya kepada pria itu. Rangga memilih tinggal hanya untuk Maya bukan yang lainnya."ini semua tak ada hubungannya denganmu, cepat pergi! Aku ingin bicara dengan istriku," ucap Galih geram."Sudah aku katakan, aku tak akan pergi kecuali Maya yang memintaku," sahut Rangga membalas.Pak RT datang ke rumah itu dengan
"Talak aku, Mas ... lepaskan aku sekarang juga," ucap Maya dengan suara bergetar.Samar terbit senyuman di bibir Dewi. Perpisahan Maya dan Galih itulah yang dia inginkan. Sudah seringkali dia meminta Galih untuk menceraikan istrinya, namun tak pernah lelaki itu melakukannya dan sekarang kata itu keluar dari bibir Maya sendiri.Galih menangis, tak pernah terbayangkan olehnya melepaskan istri yang pernah sangat dicintainya. Selama ini dia memang acuh dan itu karena sikap keluarga dan saudaranya, hingga dia tak sadar sudah terlalu jauh berubah dan seringkali menyakiti istrinya."May, berikan aku kesempatan sekali saja. Aku akan berubah dan kita akan pindah dari sini. Apa pun maumu akan aku kabulkan asal jangan berpisah," mohon Galih."Aku tetap pada prinsipku, ceraikan aku! Jika Mas Galih mempersulit permintaanku maka aku tak akan segan meminta tolong pada Mas Arya dan tahu sendiri bagaimana tegasnya Mas Arya, bisa jadi pernikahan Mbak Diana akan jadi taruhannya," ancam Maya kepada Galih
Rangga mengajak Maya meninggalkan rumah itu. Dengan langkah cepat mereka berlalu, namun Dewi berhasil mengejar mereka."Kamu mau lari dari tanggung jawab, May? Ingat, kamu orang terakhir yang bersama Farel!" teriak Dewi histeris.Maya menatap Dewi dengan mata berkilat, setelah apa yang perempuan itu lakukan masih bisa dia melempar kesalahan pada orang lain."Mbak, Farel itu tanggung jawabmu! Jangan lagi mencari masalah denganku atau aku akan menyebar video m*sum kalian agar viral di media sosial, begitu?" sahut Maya penuh penekanan.Dewi mundur beberapa langkah, air matanya mengalir semakin deras. Baru saja dia merasakan kenikmatan sesaat kini dia sudah harus menebusnya dengan kehilangan anak semata wayangnya.Galih menghampiri mereka dan mencoba menenangkan Dewi, perempuan itu menyandarkan kepalanya di dada bidang Galih dan lelaki itu mengelus kepala kekasih gelapnya. Maya melengos melihat pemandangan itu, hatinya bagai teriris sembilu melihat kedekatan mereka lagi, kini mereka malah
"Tidak, kamu tidak boleh berpisah dari Galih! Kalau perlu kalian rujuk lagi, asal kalian tetap bersama!" seru Bu Romlah dengan nafas terengah-engah."Tidak, Bu. Aku tidak mau bersama Mas Galih. Aku tidak bisa menerima pengkhianatan ini," sahut Maya kekeh.Bu Romlah marah, dia tidak mau anaknya itu berpisah dari Galih. Selama ini dia selalu berbangga diri di depan tetangga dan temannya karena berhasil menjadi besan orang terpandang di kampung itu."Jangan ngeyel aja kamu, May. Nurut apa kata orangtua, Ibu tahu apa yang terbaik untukmu!" seru Bu Romlah semakin emosi."Iya, tuh Mbak Maya. Harusnya kamu bersyukur bisa jadi menantu keluarga Raharjo karena banyak yang ingin berada di posisimu," sahut Hesti mendukung ibunya.Sadar ada yang mendukung, Bu Romlah semakin berapi-api meminta Maya untuk kembali ke rumah mertuanya. Bahkan dia menyudutkan Maya hingga tak bisa berkutik lagi. Bu Romlah dan Hesti tak berhenti bicara dan menyalahkan Maya.Maya tak lagi bisa mendengarkan perkataan merek